Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak menyelenggarakan Festival Saprahan dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun ke-246 kota tersebut Pontianak Convention Centre (PCC).
"Festival Saprahan tahun keempat ini, digelar oleh Tim Penggerak (TP) PKK Kota Pontianak yang rutin digelar setiap menjelang HUt Kota Pontianak," kata Wali Kota Pontianak, Sutarmidji di Pontianak, Rabu.
Ia mengatakan, dalam Saprahan ini mengandung filosofi yang sangat bagus untuk tatanan kehidupan di era globalisasi, di mana budaya-budaya luar yang tidak cocok dengan kondisi di negara ini bisa menjadi filter melalui budaya lokal seperti Saprahan.
"Kenapa Saprahan kita tonjolkan, karena dalam Saprahan itu terkandung wujud nyata dari sikap yang harus diwujudkan oleh orang-orang Melayu dalam menghormati tamu, tatanan rapi dalam penyajian makanan dan rasa. Cara penyajiannya itu wujud penghormatan kepada tamu yang ada," ungkapnya.
Melalui saprahan itu pula, lanjut Sutarmidji, juga sebagai implementasi dari marwah atau kehormatan orang Melayu terhadap makanan-makanan yang harus diperlakukan sebagaimana mestinya.
Selain itu, dalam saprahan terkandung makna bagaimana seseorang bisa disiplin, saling menghargai, duduk bersila tanpa ada perbedaan antara satu dengan yang lain. "Kecuali kepala saprahan atau orang-orang tua yang disegani dan dihormati, tokoh masyarakat maupun para pejabat yang menjadi tamu dalam saprahan itu," katanya.
Sutarmidji menambahkan, hingga tahun kelima nanti, pihaknya masih terus mengupayakan untuk mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat, Pontianak khususnya, Kalbar dan Indonesia umumnya.
Saat ini, kata dia, saprahan menjadi salah satu dari tiga warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dua warisan budaya tak benda lainnya adalah Arakan Pengantin dan Batik Corak Insang.
"Tanggal 15 Oktober ini akan ada Festival Arakan Pengantin dan mudah-mudahan itu bisa dinikmati masyarakat Pontianak," ujarnya.
Ia berharap Festival Saprahan ini terus bisa mengembangkan kreasi-kreasi yang muncul dari para peserta. Tidak hanya kalangan dewasa, Festival Saprahan ini pula sudah digelar untuk tingkat pelajar SMP dan SMA. Ke depan, Festival Saprahan ini tidak hanya melibatkan pelajar maupun TP-PKK saja, tetapi juga mengikutsertakan organisasi seperti Majelis Adat Budaya Melayu (MABM).
"MABM harusnya bisa ikut dan harusnya bisa juara. Saya berharap budaya Melayu ini terus dikembangkan karena Pontianak ini identik dengan budaya Melayu," ujarnya.
Sementara itu, Ketua TP-PKK Kota Pontianak, Lismaryani Sutarmidji menjelaskan, kegiatan Festival Saprahan ini adalah salah satu program kerja TP-PKK yang bertujuan melestarikan budaya daerah sebagai warisan yang membanggakan Kota Pontianak.
"Tahun ini adalah tahun keempat kami menggelar Festival Saprahan. Sasaran penyelenggaraan kegiatan ini adalah para kader PKK yang diharapkan dapat lebih mengenal budaya daerahnya," jelasnya.
Menurut dia, di era keterbukaan ini sangat banyak pengaruh yang datang dari luar dan dapat merusak mental generasi muda. Bukan tidak mungkin, budaya yang sudah ada ini dapat tergerus oleh budaya luar yang belum tentu cocok untuk kehidupan berbangsa dan bernegara dan tidak mustahil generasi muda merasa asing dengan budayanya sendiri.
"Itulah pentingnya melestarikan budaya bangsa kita. Kami berharap melalui media pendidikan dan kepariwisataan dapat menjadi wadah pengembangan budaya bangsa," katanya.
Adapun yang berhasil merebut juara dalam Festival Saprahan ini adalah juara pertama Kelurahan Siantan Hilir, kedua Kelurahan Batu Layang, dan ketiga Kelurahan Siantan Hulu.
(U.A057/N005)