Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Sebanyak 300 kepala keluarga dari 700 KK warga Desa Sumber Harapan, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Kalbar, hingga saat ini masih menekuni kerajinan kain Tenun Songket Sambas.
   
"Sekitar 80 persen para ibu-ibu, tua dan muda di desa kami saat ini sebagai perajin kain Tenun Songket Sambas," kata Kades Sumber Harapan, Heri Kusnadi di Sambas, Kamis.
   
Ia menjelaskan, saat ini jumlah penduduk Desa Sumber Harapan, tercatat sebanyak 2.886 jiwa atau 700 KK, yang hingga kini sebanyak 300 KK masih menekuni kerajinan Tenun Songket Sambas, sehingga desa tersebut ditetapkan sebagai Desa Wisata Budaya Tenun Sambas.
   
"Kami banyak mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan instansi terkait yang cukup gencar dalam mendorong kami sehingga terus mengembangkan kerajinan tenun menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat kami," katanya.
   
Salah satu, dorongan dan bantuan dari pemerintah, yakni dengan dibangunnya Gedung Galeri Tenun, kemudian memberikan pinjaman KUR (Kredit Usaha Rakyat) secara lunak, katanya.
   
"Meskipun profesi kerajinan Tenun Songket Sambas sudah ditekuni turun temurun, tetapi kami memang masih perlu diberikan bimbingan dan pelatihan, sehingga warisan budaya ini terus berkembang, baik dari segi motif maupun dari segi pemasarannya," katanya.
   
Dalam kesempatan itu, Kades Sumber Harapan menambahkan, kerajinan Tenun Songket Sambas mulai terangkat kembali sejak tahun 2009 lalu, berkat campur tangan semua pihak dalam melestarikan warisan Budaya Melayu Sambas tersebut.
   
"Dulu sebelum terangkatnya Tenun Songket Sambas, banyak kalangan perajin di desa kami yang sampai bekerja di negara tetangga sebagai perajinan tenun di sana. Kini dalam beberapa tahun terakhir sudah tidak ada lagi masyarakat kami yang bekerja sebagai perajinan tenun di negara tetangga tersebut," ujarnya.
   
Dia berharap, ke depannya ada turunan selain menjual dalam bentuk kain Tenun Songket Sambas tersebut, seperti kopiah, tanjak dan lain sebagainya agar harganya lebih terjangkau oleh masyarakat banyak.
   
"Masih mahalnya harga jual satuan kain Tenun Songket Sambas, karena proses pembuatannya yang membutuhkan waktu lama, yakni bisa 15 hari hingga sampai satu bulan, sehingga harga jualnya bisa berkisar Rp1,2 juta hingga Rp4 jutaan untuk satu kain," ungkapnya.
   
Sementara itu, Diana (48) salah seoarang perajin kain Tenun Songket Sambas menyatakan, dia sejak tamat SD sudah belajar menenun hingga sekarang. "Awalnya ikut dan belajar menenun dari orang tua, dan hingga kini menenun untuk mengisi waktu kosong dalam mencari tambahan selain bertani sayur-mayur di pekarangan rumahnya.
   
"Untuk menyelesaikan satu set kain Tenung Songket Sambas dengan motif pucuk rebung (bambu) bisa 15 hari hingga satu bulan. Setelah selesai bisa dijual per orangan atau melalui koperasi, bahkan dititip di Dekranasda Provinsi Kalbar yang sering ikut pameran kerajinan baik tingkat nasional maupun mancanegara," ujarnya.
   
Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah dan instasi terkait yang ikut mengembangkan dan melestarikan kerajinan Tenun Songket Sambas hingga sekarang. "Kami juga sangat terbantu dengan dimudahkannya pinjaman modal melalui KUR, sehingga untuk modal saat ini tidak masalah lagi," katanya.
   
Salah seorang peserta Kirab Pemuda 2018 yang ikut mengungjungi Galeri Tenung Songket Sambas, Ruth Selviana Kandipi dari Papua mengatakan, salut juga dengan hasil kerajinan kain Tenun Songket Sambas.
   
"Motifnya cukup bagus, dan perjuangan untuk membuat kain tenun ini sangat luar biasa sekali, sehingga wajar saja kalau harga jualnya tingggi dalam menghargai yang membuat kain tenun tersebut," ujarnya.
   
Menurut dia, tidak layak seorang pembeli, kalau mau membeli kain Tenun Songket Sambas lalu menawar harganya menjadi murah. "Buat saya pembeli tidak layak kalau membeli kain Tenun Songket Sambas sampai masih nawar harganya, setelah kami melihat langsung proses pembuatannya," kata Ruth yang mengaku betah berada di Sambas, karena masyarakatnya yang ramah dan lingkungannya yang masih asri tersebut.

 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018