Putussibau (Antaranews Kalbar) - Sejumlah warga di Desa Nanga Dua, Kecamatan Bunut Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, mengungkapkan dugaan adanya kekejaman tentara Jepang saat penjajahan tahun 1942 - 1945 di daerah setempat.

"Lokasinya di Sungai Petikah, banyak yang disuruh kerja paksa tanpa gaji untuk mengambil kekayaan alam," kata Pemandu sejarah Petikah, Simon Supeno di Nanga Dua, Minggu.

Menurut dia, para pekerja tidak hanya dari warga dan suku setempat, tapi dari berbagai suku yang ada.

Kakek Supeno termasuk yang ikut dipekerjakan Jepang sekaligus menyaksikan berbagai kekejaman masa itu.

Supeno menambahkan di sekitar Sungai Petikah itu Jepang mengambil kekayaan alam yaitu batu sinabar dengan memperkerjakan warga Indonesia.

"Itu cerita kakek kami yang merupakan saksi mata, sayangnya beliau sudah meninggal, namun dia sempat menunjukkan lokasi tambang batu Sinabar masa penjajahan Jepang," jelas Supeno.

Disampaikan Supeno, kakeknya berpesan jangan sampai masa penjajahan itu terulang kembali dan warga Indonesia menjadi korban kerja paksa.

"Sejarah itulah yang harus kita kenang betapa menderitanya saat itu kakek bahkan mungkin keluarga kita, karena dilokasi tambang itu bukan hanya warga Kapuas Hulu, namun dari berbagai suku di Indonesia diculik dan dipaksa bekerja tanpa gaji," ucap dia.

Sementara Ketua Tim Pencetus Sejarah Petikah, Paulus Alexander mengatakan sejarah pahit yang dialami warga Indonesia di Petikah itu harus dikenang dan pemerintah harus memperhatikan kehidupan masyarakat disekitar Petikah saat ini.

"Kami sudah menyurati Presiden dan sejumlah menteri terkait, untuk meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM oleh Jepang masa penjajahan, masyarakat harus mendapatkan kompensasi untuk kesejahteraan," tegas Alexander.

Di lokasi sekitar Sungai Petikah itu, kata Alexander masih ada sisa tiang Kantor Jepang dan tempat yang diduga menjadi kuburan massal.

"Saya sudah mendatangkan tim dengan menggunakan alat deteksi dan diperkirakan ada kuburan massal," ucap dia.

Mewakili masyarakat Indonesia, Alexander meminta agar Jepang bertanggung jawab dan meminta kepedulian pemerintah Indonesia juga untuk membangun monumen bersejarah di Petikah. 

Pewarta: Teofilusianto Timotius

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018