Pontianak (Antaranews Kalbar) - Radio Swara Pendidikan Singkawang (Rapensi) milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang terpaksa disegel, karena diduga tidak mengantongi izin siaran.

"Selain itu, Rapensi Singkawang juga diduga salah menggunakan frekuensi, sehingga dinilai telah menganggu radar BMKG dan penerbangan," kata Kepala Seksi Pemantauan dan Penertiban Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Kelas II Pontianak, Ade Kurniawan, Senin.

Menurutnya, ada enam titik pengguna spektrum frekuensi radio yang menjadi sasaran dalam penertiban pada Kamis (6/12), karena diduga tidak sesuai dengan peruntukannya.

Penertiban ini, katanya, dimaksudkan agar tidak salah dalam penggunaan frekuensi, karena frekuensi yang banyak digunakan radio maupun CCTV dinilai sudah mengganggu radar BMKG.

"Selama ini kita temukan bahwa pengguna GSP dan CCTV adalah salah frekuensi, yang harusnya dia di frekuensi regional Indonesia tapi dirubah ke regional (negara) lain, sehingga bisa digeser ke atas maupun ke bawah," kata Ade.

Ditambah lagi ketidakpahaman si teknisi sehingga dia menggeser ke frekuensi radar. "Sebenarnya, penggunaan frekuensi radar ini sangat berbahaya untuk keselamatan jiwa manusia ketika melakukan penerbangan," ujarnya.

Tak hanya Rapensi, pihaknya juga menertibkan penggunaan frekuensi radio yang biasa dilakukan Satpol PP Singkawang melalui Handy Talky.

"Awalnya dia bilang sudah punya izin. Sementara kita tahu, bahwa frekuensi yang digunakan itu milik Orari, ternyata setelah kita cek memang benar tidak ada izin untuk menggunakan frekuensi tersebut," ungkapnya.

Menurutnya, penertiban ini akan terus berlanjut, supaya penggunaan spektrum frekuensi radio khususnya di Singkawang bisa lebih tertib.

"Karena kalau tidak diatur betul-betul pasti akan bentrok," jelasnya.

Secara terpisah, Sekretaris Dinas Kominfo Singkawang, Istri Handayani mengatakan, apa yang dilakukan oleh Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) Kelas II Pontianak adalah semata-mata untuk meminimalisir bahaya penerbangan, karena yang ditertibkan adalah penggunaan frekuensi yang dianggap tidak sesuai dengan peruntukannya.

"Jadi untuk keamanan kita semua. Dikarenakan tinggal di negara hukum maka kita harus taat hukum," katanya.

Bagi spektrum radio yang dianggap sudah melewati aturan, tentu harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. "Begitu juga dengan pihak radio yang belum punya izin, diimbau untuk segera mengurus perizinan," ujarnya.

Apalagi, perizinan itu merupakan hal yang prinsip dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi semua radio harus mengurus izin," pintanya.

Pihaknya selalu siap untuk memediasi ataupun memberikan informasi sesuai tugas dan fungsinya.

"Apalagi sesuai dengan peraturan bahwa Diskominfo di kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan advis rekomendasi administrasi dan teknis," ungkapnya.

Untuk Rapensi Singkawang, katanya, sebenarnya saat ini sudah mulai mengurus izin. Mungkin belum selesai, karena proses untuk pengurusan izin prinsip memerlukan waktu yang cukup lama.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Singkawang, HM Nadjib saat dikonfirmasi belum bisa memberikan jawaban mengenai penyegelan tersebut, lantaran masih di luar kota.

"Tunggu saya pulang ke Singkawang. Saya masih di Jakarta ikut Kongres Kebudayaan," katanya singkat.

Sementara Kasat Pol PP Singkawang, Juandi mengatakan, jika penggunaan frekuensi Orari sudah dilakukan zaman Trantib Sambas (sebelum pemekaran).

"Kebetulan mantan Satpol PP kita dulu ada dari pengurus Orari. Jadi dimasukannyalah frekuensi itu, sehingga selama itulah tidak pernah diganti hingga sekarang," katanya.

Diapun baru mengetahui jika frekuensi yang digunakan Satpol PP melalui HT merupakan frekuensi Orari. "Saya baru tahunya kemarin, pas didatangi Balmon Spektrum Frekuensi Pontianak," ujarnya.

Harusnya, kata dia, Balmon Spektrum Frekuensi Pontianak melakukan pembinaan, sosialisasi atau pemberitahuan terlebih dahulu sebelum melakukan penertiban.

"Selama ini kita juga belum tahu, sehingga kita anggap Miss Komunikasi saja itu. Dari instansi berwenang juga kan harus tahu, beri tahulah secara tertulis dulu. Tahu-tahu mereka datang langsung bilang frekuensi gini-gitu, kita pun ndak tahu. Maklumlah Satpol PP kan selalu ganti-ganti orang," jelasnya.

Dan Orari juga menurutnya selama ini tidak pernah komplin mengenai penggunaan frekuensi tersebut. Meski demikian, pihaknya akan tetap mengikuti sesuai prosedur yang berlaku. "Disuruhnya buat izin ya kita akan buatlah sesuai aturan mereka," tuturnya.

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018