Pontianak (Antaranews Kalbar) - Dinas Kesehatan Kota Pontianak,mengajak kepada masyarakat di kota itu untuk bersama-sama dalam mencegah penyakit DBD (demam berdarah dengue) dengan menekan seminimal mungkin perkembangan nyamuk Aedes Aegypti.
"Sepanjang Januari 2019, tercatat sebanyak 18 kasus DBD yang rata-rata dialami oleh anak-anak sehingga masyarakat tetap harus waspada terhadap peningkatan kasus DBD itu," kata Kepala Dinkes Kota Pontianak, Sidiq Handanu di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, meskipun ada penurunan kasus DBD dibanding tahun sebelumnya, tetapi pihaknya terus mengajak masyarakat dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD, salah satunya terus menggalakan 3M (mengurus, menutup dan mengubur tempat perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti).
"Selain itu, kami juga terus memantau serta mencegah perkembangan kasus tersebut, yang diperkirakan hingga Maret mendatang bulan-bulan rawan peningkatan kasus DBD," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, pihaknya juga sudah melakukan antispasi terhadap peningkatan jumlah kasus DBD, dengan melakukan kegiatan survei dalam bentuk pengamatan sekaligus pencegahan penyakit DBD, dengan cara setiap rumah sakit memberikan laporan sehari sekali tentang hal tersebut.
"Kami juga sudah memberikan surat peringatan kepada seluruh kecamatan, kelurahan dan Puskesmas agar terus memberikan penyuluhan terhadap masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan dengan melakukan 3M tersebut, serta dengan menaburkan bubuk abate pada sejumlah tempat yang tidak bisa dikuras guna membunuh jentik-jentik nyamuk tersebut,"ujarnya
Data Dinkes Kota Pontianak, mencatat sepanjang tahun 2018, kasus DBD 350 orang, tiga orang dintaranya meninggal dikarenakan keterlambatan dalam menanggapi hal tersebut, sedangkan Januari 2019 terdata sebanyak 18 kasus DBD.
"Kami juga sudah melakukan fogging atau pengasapan terhadap dearah endemis dan daerah yang ditemukan kasus baru. Di Kota Pontianak yang dianggap sebagai daerah endemis tinggi yaitu hampir seluruh wilayah di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota," ungkapnya.
Sidiq menambahkan, Dinkes Kota Pontianak juga mempunyai program yang disebut satu rumah satu jumantik, akan tetapi belum bisa dilakukan karena memerlukan peran dari masyarakat untuk keberhasilan program tersebut.
"Program satu rumah atau jumantik adalah suatu kegiatan yang mana setiap rumah harus ditugaskan satu orang untuk memantau jentik-jentik di tempat penampungan air melalui kartu kendali jentik untuk mendata perkembangan setiap minggunya dan bisa dikatakan bebas dari penyakit DBD bila angka bebas jentik setiap rumah di atas 95 persen," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Sepanjang Januari 2019, tercatat sebanyak 18 kasus DBD yang rata-rata dialami oleh anak-anak sehingga masyarakat tetap harus waspada terhadap peningkatan kasus DBD itu," kata Kepala Dinkes Kota Pontianak, Sidiq Handanu di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, meskipun ada penurunan kasus DBD dibanding tahun sebelumnya, tetapi pihaknya terus mengajak masyarakat dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD, salah satunya terus menggalakan 3M (mengurus, menutup dan mengubur tempat perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti).
"Selain itu, kami juga terus memantau serta mencegah perkembangan kasus tersebut, yang diperkirakan hingga Maret mendatang bulan-bulan rawan peningkatan kasus DBD," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, pihaknya juga sudah melakukan antispasi terhadap peningkatan jumlah kasus DBD, dengan melakukan kegiatan survei dalam bentuk pengamatan sekaligus pencegahan penyakit DBD, dengan cara setiap rumah sakit memberikan laporan sehari sekali tentang hal tersebut.
"Kami juga sudah memberikan surat peringatan kepada seluruh kecamatan, kelurahan dan Puskesmas agar terus memberikan penyuluhan terhadap masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan dengan melakukan 3M tersebut, serta dengan menaburkan bubuk abate pada sejumlah tempat yang tidak bisa dikuras guna membunuh jentik-jentik nyamuk tersebut,"ujarnya
Data Dinkes Kota Pontianak, mencatat sepanjang tahun 2018, kasus DBD 350 orang, tiga orang dintaranya meninggal dikarenakan keterlambatan dalam menanggapi hal tersebut, sedangkan Januari 2019 terdata sebanyak 18 kasus DBD.
"Kami juga sudah melakukan fogging atau pengasapan terhadap dearah endemis dan daerah yang ditemukan kasus baru. Di Kota Pontianak yang dianggap sebagai daerah endemis tinggi yaitu hampir seluruh wilayah di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota," ungkapnya.
Sidiq menambahkan, Dinkes Kota Pontianak juga mempunyai program yang disebut satu rumah satu jumantik, akan tetapi belum bisa dilakukan karena memerlukan peran dari masyarakat untuk keberhasilan program tersebut.
"Program satu rumah atau jumantik adalah suatu kegiatan yang mana setiap rumah harus ditugaskan satu orang untuk memantau jentik-jentik di tempat penampungan air melalui kartu kendali jentik untuk mendata perkembangan setiap minggunya dan bisa dikatakan bebas dari penyakit DBD bila angka bebas jentik setiap rumah di atas 95 persen," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019