Hadir sebagai narasumber dalam acara dialog media tentang "Biru Langitku Hijau Bumiku"dan Akses Kelola Hutan Sosial Wahana Rakyat Menuju Hutan Sejahteta", Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto mengatakan akses kelola Perhutanan Sosial di Kalbar  saat ini telah capai 378 ribu Ha lebih. Kegiatan itu di gelar di ruang BPKH wilayah III Pontianak.

"Program Perhutanan Sosial merupakan program prioritas pemerintah yang memiliki tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, serta mengurangi konfllk permasalahan lahan di masyarakat dan kedepannya bisa membantu mengatasi kemiskinan," kata Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto di Pontianak, Sabtu.

Ia mengatakan sebagaimana nomenklatur pada PermenLHK No.83/2016, bahwa Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan Iestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak, hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utamanya.

"Hal ini untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK)," katanya.

Menurutnya pemerintah pada periode 2015-2019 mengalokasikan kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta Ha, serta penetapan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) revisi III seluas 13,8 juta Ha, dengan harapan program ini dapat mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, serta menimbulkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan.

"Pemberian akses kelola hutan kepada masyarakat melalui Perhutanan Sosial sudah mencapai seluas3,09 juta Ha, dengan melibatkan lebih dari 679 ribu KK atau telah memberi manfaat kepada kurang lebih 2,7 juta jiwa masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Untuk wilayah Kalimantan mencapai 846.164,14 Ha dengan jumlah unit SK sebanyak 521 unit SK untuk 83.821 KK. Khusus Kalbar akses kelola Perhutanan Sosial telah mencapai 378.305,05 Ha dengan jumlah unit SK sebanyak 131 unit SK untuk 38.847 KK," paparnya.

Selain itu, Bambang pemerintah dan stakeholder lain juga memberikan fasilitasi kepada masyarakat untuk pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, bantuan alat ekonomi, akses modal dan akses pasar agar mereka menjadi mandiri dan bisa terbentuk klaster-klaster usaha berbasis desa.

"Terkait Hutan Adat, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia memberikan pengakuan resmi tentang masyarakat hukum adat dan hutan adat sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 183, dengan penyerahan SK pengakuan dan pencantuman hutan adat yang pertama kali diserahkan langsung oleh Presiden pada tanggal 30 Desember 2016 sampai dengan 2018 di Istana Negara sebanyak 33 unit seluas kurang lebih 17.323 Ha," katanya

Ia menambahkan, penetapan/pencantuman hutan adat tahun 2019, hingga April 2019 telah ditetapkan 16 unit seluas kurang lebih 4.870 Ha, sehingga totalnya menjadi 49 unit seluas kurang lebih 22.193 Ha dan pencadangan hutan adat seluas kurang lebih 5.172 Ha.

"Pasca putusan Mahkamah Konstitusi 35/PUU-X/2012 bahwa Hutan Adat bukan lagi bagian Hutan Negara, oleh karena itu Menteri LHK telah menetapkan pengganti Peraturan Menterl LHK No.P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak yaitu Peraturan Menteri LHK No. P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tanggal 29 April 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak," katanya.

Selain substansi tersebut kata Bambang peraturan pengganti ini mengatur tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I. Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I yang dimaksudkan untuk menjamin usulan-usulan di daerah yang telah memiliki subjek dan objek masyarakat hukum adat dapat ditetapkan/dicantumkan hutan adat dimasa yang akan datang.

Hal tersebut didasari pertimbangan bahwa terdapat usulan Hutan Adat seluas kurang lebih 9,3 juta Ha dari para pihak yang telah dianalisis dengan peta kawasan hutan, hanya seluas kurang lebih 6.551.305 Ha berada dalam kawasan hutan. Dan kurang lebih 6.551.305 Ha yang tidak mempunyai produk hukum seluas kurang lebih 2.890.492 Ha sedangkan yang mempunyai produk hukum seluas kurang lebih 3.660.813 Ha.

Kemudian, dari kurang lebih 3.660.813 Ha yang mempunyai produk hukum,  Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Seluas kurang lebih 6.495 Ha, Perda Pengaturan dan SK Pengakuan Seluas kurang lebih 185.622 Ha, SK pengakuan MHA seluas kurang lebih 226.896 Ha, Perda Pengaturan seluas kurang lebih 3.067.819 Ha, Produk Hukum Lainnya seluas kurang lebih 274.771 Ha.

"Dalam hal ini Menteri LHK telah menetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 312/MenLHK/Setjen/PSKL.1/4/2019 Tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat fase 1 yang ditetapkan pada tanggal 29 April 2019," kata Dirjen.

Menurutnya dengan keputusan ini pemerintah menetapkan Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase 1 dengan skala 1: 2.000.000 secara berkala dan kumulatif setiap tiga bulan.

"Dalam keputusan ini, untuk pertama kalinya Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase 1 ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas kurang lebih 472.981 Ha yang terdiri dari : Hutan Negara seluas lebih kurang 394.896 Ha. Areal Penggunaan Lain seluas kurang lebih 68.935 Ha dan Hutan Adat seluas kurang lebih 19.150 Ha," kata Bambang.

Lebih jauh dijelaskannya, bahwa pada regional wilayah Kalimantan jumlah total luas areal Hutan Adat yang telah ditetapkan dan wilayah Indikatif  Hutan Adat sebesar 54.988,9 Ha. Sedangkan khusus di wilayah provinsi Kalbar untuk hutan adat yang telah ditetapkan sebesar 4.257,5 Ha dan di wilayah indikatif Hutan Adat sebesar 27.689,14 Ha.

"Mengutip penjelasan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bahar yang mengatakan bahwa
Dengan penetapan peta hutan adat dan wilayah indikatif hutan adar fase 1 memastikan jaminan dan upaya percepatan/pencantuman hutan adat dari pemerintah melalui proses verifikasi subjek dan objek ditingkat lapangan dan fasilitasi penyelesaian konflik ruang dengan para pihak atau pemegang izin, klaim pihak ketiga serta fasilitasi percepatan penerbitan Perda," pungkasnya.

Pewarta: Slamet Ardiansyah

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019