Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup (Perkim dan LH) Kalimantan Barat, Adi Yani, mengatakan indeks standar pencemaran udara di Kota Pontianak saat ini masuk dalam kategori tidak sehat.
"Untuk itu kita mengimbau kepada masyarakat agar tidak banyak beraktivitas di luar rumah. Kalau pun harus keluar, sebaiknya menggunakan masker," kata Adi Yani di Pontianak, Senin.
Dia menjelaskan indeks standar pencemaran udara terdiri dari beberapa kategori, yaitu normal, sedang, tidak sehat dan sangat tidak sehat. "Kategori tidak sehat ini terjadi terutama saat pagi hari dari pukul 05.00 sampai pukul 07,00 WIB dan pada sore hari dari pukul 14.00 sampai malam hari dimana pencemaran udara semakin pekat pada saat itu," tuturnya.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan, baik itu sampah di halaman rumah, apa lagi sampai membakar lahan. "Untuk penggunaan masker, ada caranya. Masker umum yang bisa dibeli di apotek, jika ingin digunakan sebaiknya masker tersebut dibalik, karena bagian putih pada masker digunakan untuk menyerap racun. Kemudian, masker sebaiknya dibasahi, agar partikel racun dari udara bisa tertahan oleh air," katanya.
Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak, Provinsi Kalbar, Senin, menyatakan terpantau sebanyak 1.124 tiitik panas (hotspot) yang tersebar di 14 kabupaten/kota di Kalbar.
Kepala Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak, Erika Mardiyanti di Sungai Raya, menyatakan titik panas tersebut terpantau berdasarkan pengolahan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari 11 hingga 12 Agustus 2019.
Dari data LAPAN itu, titik panas terbanyak di Kabupaten Sanggau, yakni 308 titik panas; kemudian disusul Kapuas Hulu 171 titik panas; Ketapang 144 titik panas, Kabupaten Landak 104 titik panas; Kubu Raya 90 titik panas; Sintang 84 titik panas; Mempawah 65 titik panas; Bengkayang 62 titik panas; Sambas 26 titik panas; Melawi 29 titik panas; Sekadau 19 titik panas; Kayong Utara 15 titik panas; Kota Pontianak enam titik panas, serta Singkawang satu titik panas.*
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Untuk itu kita mengimbau kepada masyarakat agar tidak banyak beraktivitas di luar rumah. Kalau pun harus keluar, sebaiknya menggunakan masker," kata Adi Yani di Pontianak, Senin.
Dia menjelaskan indeks standar pencemaran udara terdiri dari beberapa kategori, yaitu normal, sedang, tidak sehat dan sangat tidak sehat. "Kategori tidak sehat ini terjadi terutama saat pagi hari dari pukul 05.00 sampai pukul 07,00 WIB dan pada sore hari dari pukul 14.00 sampai malam hari dimana pencemaran udara semakin pekat pada saat itu," tuturnya.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan, baik itu sampah di halaman rumah, apa lagi sampai membakar lahan. "Untuk penggunaan masker, ada caranya. Masker umum yang bisa dibeli di apotek, jika ingin digunakan sebaiknya masker tersebut dibalik, karena bagian putih pada masker digunakan untuk menyerap racun. Kemudian, masker sebaiknya dibasahi, agar partikel racun dari udara bisa tertahan oleh air," katanya.
Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak, Provinsi Kalbar, Senin, menyatakan terpantau sebanyak 1.124 tiitik panas (hotspot) yang tersebar di 14 kabupaten/kota di Kalbar.
Kepala Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak, Erika Mardiyanti di Sungai Raya, menyatakan titik panas tersebut terpantau berdasarkan pengolahan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari 11 hingga 12 Agustus 2019.
Dari data LAPAN itu, titik panas terbanyak di Kabupaten Sanggau, yakni 308 titik panas; kemudian disusul Kapuas Hulu 171 titik panas; Ketapang 144 titik panas, Kabupaten Landak 104 titik panas; Kubu Raya 90 titik panas; Sintang 84 titik panas; Mempawah 65 titik panas; Bengkayang 62 titik panas; Sambas 26 titik panas; Melawi 29 titik panas; Sekadau 19 titik panas; Kayong Utara 15 titik panas; Kota Pontianak enam titik panas, serta Singkawang satu titik panas.*
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019