Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Kusmana menyatakan, bahwa dalam mempersiapkan masa depan anak-anak sebagai penerus dan kemajuan bangsa ini, merupakan tanggung jawab bersama.

"Mohon betul-betul diresapi dan dijiwai bahwa penyiapan anak sebagai masa depan itu adalah tanggung jawab kita bersama-sama termasuk masalah stunting (kerdil)," kata Kusmana di Pontianak, Selasa.

Menurut dia, saat ini penanganan stunting itu merupakan proyek prioritas nasional, termasuk di seluruh wilayah Kalbar. Di mana saat ini terdapat tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sambas, Ketapang dan Sintang yang memiliki angka stunting yang tinggi.

"Dalam hal ini tidak perlu dibahas kenapa di tiga kabupaten itu kasus stuntingnya masih tinggi, tetapi yang perlu dilakukan sekarang ini bagaimana kita menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di wilayah kita masing-masing," katanya.

Terutama di tiga wilayah atau kabupaten itu yang angka stuntingnya masih tinggi, termasuk di kabupaten lainnya yang ada di Kalbar, katanya.

"Khusus bagi para tenaga penyuluh, agar jangan takut dan ragu untuk menyebarkan informasi tentang persiapan masa depan manusia, karena itu merupakan tugas yang sangat mulia," katanya

Sebelumnya, Ahli Gizi dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Rahmania, S Gz, MPH menilai sudah saatnya menjadi perhatian semua pihak untuk memutus rantai kekerdilan (stunting) di Kalbar karena daerah ini berada posisi tiga besar di Indonesia.

"Kalbar saat ini berada di urutan ketiga paling tinggi di Indonesia, dari 10 anak ada sekitar 3 - 4 orang mengalami kekerdilan di Kalbar. Hal itu menandakan Kalbar cukup parah, sehingga sudah saatnya kita putus,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kekerdilan adalah ketika anak di usia 0 – 5 tahun gagal tumbuh maksimal atau kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Anak mengalami kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

“Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi stunting diantaranya pola asuh dari keluarga baik seputar makanan, menjaga kebersihan makanan dan rumah, sanitasi rumah. Kalau kebersihan buruk, rumah kotor dan lainnya juga sangat berpengaruh,” kata dia.

Kekerdilan sebenarnya bisa dicegah bahkan dimulai sejak orang tua menikah, mulai dari perencanaan kehamilan yang juga harus diperhatikan, kemudian ketika ibu hamil pasokan gizi bayi dalam kandungan diperhatikan.

“Kemudian ketika lahir juga demikian, gizi dan kesehatan harus diperhatikan dengan pola asuh yang benar. Literasi para orang tua terhadap gizi dan pentingnya memaksimalkan 1.000 hari pertama kehidupan harus dimaksimalkan,” kata dia.

Dampak kekerdilan juga berpengaruh pada kualitas SDM. Gizi yang kurang dan pola asuh anak kurang maksimal tentu berdampak pada produktivitas dan kreativitas SDM yang ada.

"Tingkat kualitas SDM kita tentu sangat terganggu dengan adanya kekerdilan. Pemahaman dan pencegahan harus menjadi perhatian untuk mewujudkan generasi bangsa ke depan dengan baik,” kata dia.

Upaya pemerintah saat ini dinilai sudah cukup baik, termasuk melalui Posyandu. Hanya saja perlu dimaksimalkan dan masyarakat memanfaatkan program yang ada tersebut.

“Di lapangan kita juga periksa dan tanya kepada para ibu-ibu yang ditemukan bahwa mereka tidak menyimak apa yang disampaikan petugas kesehatan. Informasi atau pesan agar balita ini dan itu hanya lewat dan tidak diterapkan secara maksimal. Sehingga literasi akan pentingnya gizi dan pola asuh kepada anak tidak maksimal pula,” kata dia.
 

Pewarta: Slamet Ardiansyah

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019