Terkuaknya bisnis Q-NET berawal dari laporan hilangnya seorang anak remaja putri di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang pergi dari rumah tanpa pamit, kemudian memberi tahu orang tuanya pada tanggal 10 April 2019.

Ahirnya keberadaannya berhasil dilacak oleh aparat Polres Lumajang di sebuah rumah, Kota Madiun.

Hasil penyelidikan Tim Cobra Polres Lumajang, remaja putri asal Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang itu mendapat tawaran pekerjaan sebagai pendata barang di sebuah pabrik kesehatan dengan gaji Rp3 juta per bulan.

Namun, pekerjaan itu ternyata tidak ada. Malah korban diiming-imingi penghasilan Rp11 miliar setahun dengan syarat membayar Rp10 juta untuk bergabung di PT Q-NET.

Dari sanalah, akhirnya Kapolres Lumajang AKBP Muhammad Arsal Sahban mencurigai investasi bodong yang berkedok multilevel marketing (MLM) sehingga pihaknya berkomitmen untuk mengungkap kasus money games yang dijalankan oleh PT Q-NET karena diprediksi jutaan orang yang tertipu bisnis skema piramida.

Tim Cobra bergerak cepat membongkar bisnis berskema piramida yang dilakukan oleh PT Q-NET dengan dalih sistem MLM, bahkan menjadi prioritas aparat kepolisian setempat untuk segera menyelesaikan kasus penipuan hingga memeriksa sejumlah saksi dan menetapkan Direktur PT Amoeba International berinisial MK sebagai tersangka.

Kuat dugaan MK itu menjalankan bisnis dengan sistem money games lewat mekanisme piramida melalui perusahaan PT Amoeba International yang berafiliasi dengan PT Q-NET sebagai induk perusahaan yang menjalankan perdagangan dengan sistem piramida.



Dalam menjalankan bisnis itu, anggota baru yang bergabung dengan Q-NET diwajibkan untuk mencari dua anggota dan setiap anggota baru ditugaskan hal yang sama, yaitu merekrut anggota baru sehingga dalam jaringan itu membentuk sistem piramida, masing-masing kaki kanan dan kirinya akan bercabang terus.

Para anggota baru itu dijanjikan setiap kelipatan tiga masing-masing kaki kiri dan kanan akan mendapatkan 250 dolar AS, bahkan mereka juga dijanjikan bisa mendapatkan Rp11 miliar dalam satu tahun dengan syarat para anggota tersebut bekerja tekun.

Dari pengakuan sejumlah korban, ada beberapa korban yang menjual sapi, bahkan ada yang berutang ke rentenir hingga menggadaikan sepeda motor untuk mendapatkan uang Rp10 juta yang akan diberikan kepada Q-NET. Sampai saat ini korban yang ikut dalam bisnis itu masih kebingungan untuk melunasi utang mereka.

Para korban mengaku ditempatkan di satu rumah dan dijaga oleh para seniornya, serta tidak diizinkan ke mana-mana saat berada di Madiun. Namun, beberapa dari mereka terpaksa memberanikan diri keluar dengan cara melarikan diri melalui jendela pada malam hari.

Dalam bisnis model piramida itu, orang yang paling bawah akan selalu dirugikan karena bisnis itu hanya menawarkan sebuah kesuksesan yang bersifat fatamorgana dan menjalankan bisnis model piramida adalah sebuah kejahatan.

Langkah Polres Lumajang untuk mengusut tuntas investasi ilegal terus berlanjut dengan menggeledah PT Amoeba Internasional di Kediri hingga Kantor PT Q-NET di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2019 untuk menemukan sejumlah bukti baru terkait dengan kasus dugaan penipuan bisnis skema piramida yang merugikan masyarakat.

Dari hasil penggeledahan ditemukan bahwa dokumen pengiriman barang seperti Amezcua Geometri, Amezcua Cakra dan yang lainnya tidak didatangkan dari Hong Kong, tetapi produk lokal.

Penyidik Polres Lumajang juga telah menemukan banyak fakta terkait dengan penipuan perusahaan Q-Net. Dari hasil penggeledahan, makin menyimpulkan kalau perusahaan tersebut ikut bermain dalam kejahatan skema piramida.

Tim Cobra Polres Lumajang juga tidak menemukan nomor rekening perusahaan PT QN International Indonesia di Kantor Pusat Q-NET dan sangat sulit menemukan nomor rekening perusahaan Q-Net karena baik di laman maupun stater kit tidak dicantumkan sama sekali nomor rekening perusahaan.

Dalam mengusut kasus investasi bodong tersebut, Kapolres Lumajang AKBP Muhammad Arsal Sahbanmengaku mendapat tekanan dari berbagai pihak untuk tidak melanjutkan kasus Q-NET, bahkan Direktur PT Amoeba Kediri Gita Hartanto mengajukan praperadilan dan menggugat Satreskrim Polres Lumajang senilai Rp100 miliar.

Hal tersebut masuk dalam kejahatan white collar crime. Kemungkinan para pelaku memiliki kedekatan dengan pejabat sehingga bisa berjalan puluhan tahun dengan legalitas yang sah sehingga sulit terjerat hukum.



Meski demikian, AKBP Muhammad Arsal Sahban tidak akan mundur sedikit pun untuk menyelesaikan kasus itu hingga selesai mengingat korbannya adalah masyarakat kecil yang menderita, bahkan pangkat serta jabatannya menjadi taruhan demi masyarakat.

Salah satu korban yang tertipu bisnis Q-NET di Lumajang bernama Zainul. Dia mengaku nekat menjual sapi milik orang tuanya untuk bisa bergabung ke bisnis Q-NET yang meminta para anggota baru menyetor uang senilai Rp10 juta, bahkan ada yang berutang kepada rentenir yang hingga kini belum bisa melunasinya.

Harapan para korban untuk mendapatkan uang banyak secara instan tersebut ternyata sia-sia, bahkan selama penampungan di Kota Madiun, para korban hanya diberi makan nasi, dan garam.

Dukungan dan Gugatan

Dalam mengungkap bisnis skema piramida Q-NET, Polres Lumajang juga mendapat dukungan dari forum pimpinan komunikasi daerah setempat, di antaranya Bupati Lumajang Thoriqul Haq, Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati, dan DPRD Kabupaten Lumajang, serta masyarakat di kabupaten setempat.

Bupati yang akrab dipanggil Cak Thoriq mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung penuh Kapolres Arsal Sahban dalam menuntaskan penyelesaian kasus tersebut.

Kapolres Lumajang tidak berjuang sendiri dalam mengungkap kasus penipuan bisnis investasi bodong tersebut karena pemerintah dan masyarakat Lumajang akan mendukung polisi memberantas bisnis yang membodohi dan merugikan masyarakat itu.

Dukungan juga diberikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang selalu berkoordinasi dengan Polres Lumajang terkait dengan pengusutan investasi ilegal yang merugikan masyarakat tersebut.

Kepala OJK Jember Azilsyah Noerdin mengatakan bahwa Satgas Waspada Investasi sudah menerbitkan siaran pers yang menyebutkan entitas investasi ilegal di Indonesia, salah satunya adalah PT Amoeba Internasional (bisnis PT Q-Net) yang kini kasusnya ditangani oleh Polres Lumajang.



Modus investasi ilegal yang dilakukan PT Amoeba Internasional, yakni menjual kepesertaan dengan skema bisnis piramida yang sudah dilarang sesuai dengan aturan. Namun, mereka berdalih menjual produk kesehatan dengan dalih anggota akan mendapatkan keuntungan dari penjualan produk itu.

OJK Jember juga mengimbau para korban bisnis ilegal PT Amoeba yang berafiliasi dengan PT Q-NET untuk segera melapor kepada Satgas atau aparat kepolisian setempat agar dapat diproses hukum.

Sementara itu, Direktur PT Amoeba Kediri Gita Hartanto dan Direktur dan PT Akademi Wirausaha Indonesia Hendri Faizal melalui kuasa hukumnya Solihin melayangkan gugatan praperadilan dan penuntutan ganti rugi sebesar Rp100 miliar ke Polres Lumajang terkait dengan penyitaan barang yang diduga polisi terkait dengan bisnis Q-NET.

Mereka melayangkan keberatan dalam perkara tersebut karena Mabes Polri yang sebelumnya telah mengusut perkara tersebut telah menghentikan penyidikan pada tahun 2018. Sebelumnya, Polda Jatim pada tahun 2017 juga menghentikan penyidikan dengan perkara yang sama.

General Manager Q-NET Ganang Rindarko dalam siaran pers yang diterima sejumlah media menyampaikan Q-NET bukan perusahaan money game seperti yang diberitakan pada beberapa media massa dan media sosial karena Q-NET tergabung dalam Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) yang mengontrol ketat setiap aktivitas bisnis para anggotanya.



Q-NET disebut sering kali terkena kasus serupa di beberapa kota di Indonesia, bahkan korbannya cukup banyak. Namun, hanya sedikit korban yang melaporkan secara resmi penipuan berkedok bisnis MLM tersebut kepada penegak hukum.

Kini jajaran Tim Cobra Polres Lumajang berjuang untuk membuktikan dan membongkar kejahatan bisnis skema piramida tersebut.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019