Pabrik peleburan atau smelter mineral di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, yang dibangun konsorsium Indonesia-China ditargetkan menghasilkan satu juta ton alumina per tahun.
PT Borneo Alumina Indonesia bersama konsorsium dari PT Pembangunan Perumahan Tbk dan China Aluminium International Engineering Corporation Limited (Chalieco) telah menandatangani kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) smelter alumina senilai 695 juta dolar AS di Kedutaan Besar RI Beijing, China, Sabtu (11/1/2020).
"Ini merupakan kontrak kerja sama ekonomi Indonesia-China yang pertama kali ditandatangani pada 2020," kata Konselor KBRI Beijing Victor S Hardjono kepada ANTARA, Senin.
Menurut rencana, konstruksi pabrik tersebut bakal rampung pada 2022.
Selama ini, Indonesia masih bergantung pada smelter di luar negeri dengan mengekspor bijih bauksit lalu mengimpor alumina untuk diolah menjadi aluminium guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Hal ini menjadi beban biaya produksi bagi Indonesia dan rentan terhadap perubahan harga komoditas karena mengekspor bahan mentah," ujar Victor yang mewakili KBRI menyaksikan penandatanganan EPC seraya berharap pabrik itu bisa meningkatkan nilai tambah bagi Indonesia, sehingga dapat menekan defisit neraca perdagangan yang kian melebar.
BAI merupakan anak perusahaan dari PT Inalum (Persero) dan PT Antam Tbk, sedangkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) merupakan BUMN yang bergerak dalam proyek infrastruktur.
Antam akan memasok bijih bauksit pada BAI untuk kemudian diolah di smelter menjadi alumina yang akan dijual kepada Inalum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
PT Borneo Alumina Indonesia bersama konsorsium dari PT Pembangunan Perumahan Tbk dan China Aluminium International Engineering Corporation Limited (Chalieco) telah menandatangani kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) smelter alumina senilai 695 juta dolar AS di Kedutaan Besar RI Beijing, China, Sabtu (11/1/2020).
"Ini merupakan kontrak kerja sama ekonomi Indonesia-China yang pertama kali ditandatangani pada 2020," kata Konselor KBRI Beijing Victor S Hardjono kepada ANTARA, Senin.
Menurut rencana, konstruksi pabrik tersebut bakal rampung pada 2022.
Selama ini, Indonesia masih bergantung pada smelter di luar negeri dengan mengekspor bijih bauksit lalu mengimpor alumina untuk diolah menjadi aluminium guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Hal ini menjadi beban biaya produksi bagi Indonesia dan rentan terhadap perubahan harga komoditas karena mengekspor bahan mentah," ujar Victor yang mewakili KBRI menyaksikan penandatanganan EPC seraya berharap pabrik itu bisa meningkatkan nilai tambah bagi Indonesia, sehingga dapat menekan defisit neraca perdagangan yang kian melebar.
BAI merupakan anak perusahaan dari PT Inalum (Persero) dan PT Antam Tbk, sedangkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) merupakan BUMN yang bergerak dalam proyek infrastruktur.
Antam akan memasok bijih bauksit pada BAI untuk kemudian diolah di smelter menjadi alumina yang akan dijual kepada Inalum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020