Kementerian BUMN dorong kolaborasi mewujudkan hilirisasi mineral
Selasa, 24 September 2024 14:56 WIB
Pontianak (ANTARA) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pihaknya mendorong kolaborasi antara BUMN dalam mewujudkan hilirisasi industri mineral di Indonesia agar berjalan sesuai target.
"Pentingnya kolaborasi antar-BUMN dan pihak lainnya untuk mewujudkan hilirisasi mineral sebagai langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk pembangunan smelter di Kalimantan Barat yang menjadi bagian dari rencana besar ini," kata Erick Thohir saat mendampingi Presiden Joko Widodo meresmikan injeksi bauksit proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR), di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa.
Erick mengatakan, hilirisasi mineral bukan lagi pilihan, tetapi kewajiban bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa.
"Smelter di Kalimantan Barat ini diharapkan mampu menekan impor dan memberikan dampak ekonomi hingga tiga kali lipat, baik bagi daerah maupun nasional," ujar Erick Thohir.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah saat ini sangat berkomitmen dalam memastikan proyek-proyek hilirisasi seperti smelter di Kalbar berjalan lancar. Proyek yang melibatkan BUMN seperti Inalum dan Antam, serta pihak swasta ini diproyeksikan akan mendongkrak daya saing Indonesia di sektor industri mineral.
"Proyek smelter ini sempat tertunda, namun berkat dukungan pemerintah, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi, akhirnya kita dapat menggerakkan proyek ini kembali. Ini adalah langkah penting untuk mengurangi impor dan meningkatkan devisa negara," ujarnya pula.
Di tempat yang sama, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso juga menyoroti integrasi industri mineral yang sedang dibangun di Kalimantan Barat. Ia menyampaikan bahwa infrastruktur dan logistik yang baik akan mempermudah distribusi produk, termasuk dari Pelabuhan Kijing di Mempawah.
"Dengan terintegrasinya smelter ini, daya saing akan meningkat karena kelancaran logistik dan infrastruktur. Selain itu, kami juga berharap ada perluasan kawasan ekonomi khusus (KEK) di sini, sehingga sektor industri hilir seperti otomotif dan bahan bangunan bisa tumbuh dan menciptakan pemerataan ekonomi," kata Hendi.
Dia menjelaskan, proyek smelter di Kalimantan Barat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 1 juta ton alumina per tahun dengan kebutuhan bahan baku mencapai 3,3 juta ton bauksit. Total investasi proyek ini diperkirakan mencapai 941 juta dolar AS, dengan tambahan Rp700 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pendukung lainnya, sehingga total nilai investasi mencapai sekitar Rp16 triliun.
Hendi juga menjelaskan bahwa pada fase kedua, biaya investasi akan lebih rendah, karena tidak perlu membangun pembangkit listrik tambahan. Estimasi investasi pada fase kedua ini berkisar sekitar 900 juta dolar AS, sementara untuk smelter aluminium diperkirakan mencapai 2 miliar dolar AS.
"Jika keseluruhan proyek ini selesai, kita bisa menghemat devisa sebesar 3,5 miliar dolar AS per tahun dari pengurangan impor aluminium secara signifikan," katanya.
Erick Thohir dan Hendi Prio Santoso sama-sama menyampaikan bahwa hilirisasi mineral di Indonesia harus menjadi prioritas untuk menciptakan nilai tambah bagi sumber daya alam yang melimpah di negara ini. Mereka juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan pihak swasta untuk mewujudkan proyek-proyek strategis ini.
"Kami di BUMN berkomitmen penuh untuk mendukung visi pemerintah dalam menciptakan ekosistem hilirisasi mineral yang berkelanjutan. Kalbar, dengan potensi smelter ini, akan menjadi salah satu pusat pengolahan mineral utama di Indonesia," ujar Erick menegaskan.
Proyek smelter di Kalbar diharapkan tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk mineral Indonesia, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri mineral global.
Dengan adanya smelter di Kalimantan Barat, Indonesia siap menghadapi era baru dalam pengolahan mineral, mengurangi ketergantungan impor, dan membawa dampak ekonomi yang signifikan baik di tingkat daerah maupun nasional.
"Pentingnya kolaborasi antar-BUMN dan pihak lainnya untuk mewujudkan hilirisasi mineral sebagai langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk pembangunan smelter di Kalimantan Barat yang menjadi bagian dari rencana besar ini," kata Erick Thohir saat mendampingi Presiden Joko Widodo meresmikan injeksi bauksit proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR), di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa.
Erick mengatakan, hilirisasi mineral bukan lagi pilihan, tetapi kewajiban bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa.
"Smelter di Kalimantan Barat ini diharapkan mampu menekan impor dan memberikan dampak ekonomi hingga tiga kali lipat, baik bagi daerah maupun nasional," ujar Erick Thohir.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah saat ini sangat berkomitmen dalam memastikan proyek-proyek hilirisasi seperti smelter di Kalbar berjalan lancar. Proyek yang melibatkan BUMN seperti Inalum dan Antam, serta pihak swasta ini diproyeksikan akan mendongkrak daya saing Indonesia di sektor industri mineral.
"Proyek smelter ini sempat tertunda, namun berkat dukungan pemerintah, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi, akhirnya kita dapat menggerakkan proyek ini kembali. Ini adalah langkah penting untuk mengurangi impor dan meningkatkan devisa negara," ujarnya pula.
Di tempat yang sama, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso juga menyoroti integrasi industri mineral yang sedang dibangun di Kalimantan Barat. Ia menyampaikan bahwa infrastruktur dan logistik yang baik akan mempermudah distribusi produk, termasuk dari Pelabuhan Kijing di Mempawah.
"Dengan terintegrasinya smelter ini, daya saing akan meningkat karena kelancaran logistik dan infrastruktur. Selain itu, kami juga berharap ada perluasan kawasan ekonomi khusus (KEK) di sini, sehingga sektor industri hilir seperti otomotif dan bahan bangunan bisa tumbuh dan menciptakan pemerataan ekonomi," kata Hendi.
Dia menjelaskan, proyek smelter di Kalimantan Barat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 1 juta ton alumina per tahun dengan kebutuhan bahan baku mencapai 3,3 juta ton bauksit. Total investasi proyek ini diperkirakan mencapai 941 juta dolar AS, dengan tambahan Rp700 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pendukung lainnya, sehingga total nilai investasi mencapai sekitar Rp16 triliun.
Hendi juga menjelaskan bahwa pada fase kedua, biaya investasi akan lebih rendah, karena tidak perlu membangun pembangkit listrik tambahan. Estimasi investasi pada fase kedua ini berkisar sekitar 900 juta dolar AS, sementara untuk smelter aluminium diperkirakan mencapai 2 miliar dolar AS.
"Jika keseluruhan proyek ini selesai, kita bisa menghemat devisa sebesar 3,5 miliar dolar AS per tahun dari pengurangan impor aluminium secara signifikan," katanya.
Erick Thohir dan Hendi Prio Santoso sama-sama menyampaikan bahwa hilirisasi mineral di Indonesia harus menjadi prioritas untuk menciptakan nilai tambah bagi sumber daya alam yang melimpah di negara ini. Mereka juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan pihak swasta untuk mewujudkan proyek-proyek strategis ini.
"Kami di BUMN berkomitmen penuh untuk mendukung visi pemerintah dalam menciptakan ekosistem hilirisasi mineral yang berkelanjutan. Kalbar, dengan potensi smelter ini, akan menjadi salah satu pusat pengolahan mineral utama di Indonesia," ujar Erick menegaskan.
Proyek smelter di Kalbar diharapkan tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk mineral Indonesia, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri mineral global.
Dengan adanya smelter di Kalimantan Barat, Indonesia siap menghadapi era baru dalam pengolahan mineral, mengurangi ketergantungan impor, dan membawa dampak ekonomi yang signifikan baik di tingkat daerah maupun nasional.