Memasuki musim tanam pertama tahun ini petani di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta berburu hama tikus di area persawahan di wilayah setempat.
"Kegiatan berburu hama tikus ini sudah dilakukan para petani sejak pertengahan Januari lalu, sampai saat ini sudah 1.000 ekor lebih yang berhasil ditangkap," kata petani di Dusun Jogorejo, Sendangsari, Kecamatan Minggir, Sleman Musdiman (75), Minggu.
Menurut dia, hama tikus sawah bisa ditangkap dengan cara memasang sejumlah perangkap di Trap Barier System (TBS) plastik yang dipasang di pematang sawah.
"Per hari bisa menangkap 20 hingga 60 ekor tikus," katanya.
Ia mengatakan, tikus-tikus yang bisa ditangkap per harinya, kemudian dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam air.
"Tikus yang sudah mati masukkan ke kolam ikan lele untuk makanan," katanya.
Musdiman mengatakan, dirinya dan beberapa petani lain mengaku harus datang pagi-pagi sekali untuk melihat perangkap yang sudah dipasang.
"Berangkat jam 06.00 WIB, kira-kira kalau tiga orang butuh waktu dua jam untuk mengumpulkan satu-satu dan kami jadikan satu," katanya.
Ia mengatakan, banyaknya jumlah tikus yang berhasil ditangkap merupakan gambaran wilayah pertanian di Sleman barat khususnya yang menjadi endemis hama tikus.
"Bahkan dalam beberapa tahun terakhir sebelum di pasang TBS, petani enggan untuk menanam padi karena takut rugi. Sebelum dipasang TBS kalau semua pada tanam bareng, pasti fatal atau gagal total tidak bisa panen. Karena memang musuhnya di sini itu tikus," katanya.
Ia mengatakan dengan adanya TBS yang dipasang di lahan seluas satu hektare itu, petani mengakali dengan menanam padi terlebih dahulu. Dengan cara tersebut, perhatian tikus akan mengarah kepada padi yang sudah tumbuh dan akhirnya masuk ke dalam perangkap yang sudah disiapkan.
"Jadi yang ada TBS iki kami tanami padi dulu. Biasanya tikus itu datangnya saat usia padi sudah sekitar 35 hari. Nah saat itu pasti ke tangkap di sini semua, jadi yang sawah-sawah lain baru bisa tanam," katanya.
Meskipun sudah berhasil mengurangi hama tikus, kata dia, namun para petani masih ada yang mengalami gagal panen, karena jumlah lahan persawahan yang luas, namun hanya beberapa saja yang memasang TBS.
"Seharusnya tiga hektare itu ada 1.000 meter yang dipasang TBS. Soalnya kami juga tidak tahu tikus itu asalnya dari mana. Kalau baru seperti ini ya tetep ada yang gagal. Karena lahannya luas, yang pasang sedikit," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Sleman Wawan Prasetia, mengaku kaget dengan jumlah tikus yang berhasil ditangkap petani.
"Ternyata tikusnya banyak sekali, dan tidak habis-habis. Tapi memang kita harus tetap berusaha baik itu dari petani maupun dari pemerintah juga," katanya.
Menurut dia, melihat kondisi masih banyak lahan pertanian yang belum terpasang TBS, pihaknya akan tetap berusaha memikirkan solusinya.
"Kami tetep berusaha bahwa Pemda Sleman mau menganggarkan membeli galvalum. Kalau mengandalkan plastik susah mencari petani yang rajin tiap pagi ke sawah untuk menambal plastik TBS," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Kegiatan berburu hama tikus ini sudah dilakukan para petani sejak pertengahan Januari lalu, sampai saat ini sudah 1.000 ekor lebih yang berhasil ditangkap," kata petani di Dusun Jogorejo, Sendangsari, Kecamatan Minggir, Sleman Musdiman (75), Minggu.
Menurut dia, hama tikus sawah bisa ditangkap dengan cara memasang sejumlah perangkap di Trap Barier System (TBS) plastik yang dipasang di pematang sawah.
"Per hari bisa menangkap 20 hingga 60 ekor tikus," katanya.
Ia mengatakan, tikus-tikus yang bisa ditangkap per harinya, kemudian dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam air.
"Tikus yang sudah mati masukkan ke kolam ikan lele untuk makanan," katanya.
Musdiman mengatakan, dirinya dan beberapa petani lain mengaku harus datang pagi-pagi sekali untuk melihat perangkap yang sudah dipasang.
"Berangkat jam 06.00 WIB, kira-kira kalau tiga orang butuh waktu dua jam untuk mengumpulkan satu-satu dan kami jadikan satu," katanya.
Ia mengatakan, banyaknya jumlah tikus yang berhasil ditangkap merupakan gambaran wilayah pertanian di Sleman barat khususnya yang menjadi endemis hama tikus.
"Bahkan dalam beberapa tahun terakhir sebelum di pasang TBS, petani enggan untuk menanam padi karena takut rugi. Sebelum dipasang TBS kalau semua pada tanam bareng, pasti fatal atau gagal total tidak bisa panen. Karena memang musuhnya di sini itu tikus," katanya.
Ia mengatakan dengan adanya TBS yang dipasang di lahan seluas satu hektare itu, petani mengakali dengan menanam padi terlebih dahulu. Dengan cara tersebut, perhatian tikus akan mengarah kepada padi yang sudah tumbuh dan akhirnya masuk ke dalam perangkap yang sudah disiapkan.
"Jadi yang ada TBS iki kami tanami padi dulu. Biasanya tikus itu datangnya saat usia padi sudah sekitar 35 hari. Nah saat itu pasti ke tangkap di sini semua, jadi yang sawah-sawah lain baru bisa tanam," katanya.
Meskipun sudah berhasil mengurangi hama tikus, kata dia, namun para petani masih ada yang mengalami gagal panen, karena jumlah lahan persawahan yang luas, namun hanya beberapa saja yang memasang TBS.
"Seharusnya tiga hektare itu ada 1.000 meter yang dipasang TBS. Soalnya kami juga tidak tahu tikus itu asalnya dari mana. Kalau baru seperti ini ya tetep ada yang gagal. Karena lahannya luas, yang pasang sedikit," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Sleman Wawan Prasetia, mengaku kaget dengan jumlah tikus yang berhasil ditangkap petani.
"Ternyata tikusnya banyak sekali, dan tidak habis-habis. Tapi memang kita harus tetap berusaha baik itu dari petani maupun dari pemerintah juga," katanya.
Menurut dia, melihat kondisi masih banyak lahan pertanian yang belum terpasang TBS, pihaknya akan tetap berusaha memikirkan solusinya.
"Kami tetep berusaha bahwa Pemda Sleman mau menganggarkan membeli galvalum. Kalau mengandalkan plastik susah mencari petani yang rajin tiap pagi ke sawah untuk menambal plastik TBS," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020