Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Kalbar, menemukan CTM dan Natrium Diklofenac pada kandungan obat herbal atau racikan Formav-D yang diklaim mampu menyembuhkan COVID-19 oleh FL, warga Kota Pontianak, Kalbar.
"Dari hasil uji laboratorium kami, salah satunya obat atau jamu racikan berinisial FL, ditemukan bahan kimia obat, yakni kandungan CTM dan Natrium Diklofenac pada jamu atau obat racikan yang diberi nama Formav-D tersebut," kata Pelaksana Tugas BBPOM Kalbar Ketut Ayu Sarwutini, di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, berdasarkan Permenkes No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Obat Tradisional, Pasal 37 (a) bahwa setiap industri dan obat tradisional dilarang membuat obat tradisional, dan dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.
"Sehingga FL diduga melanggar UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196 dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan maksimal Rp1 miliar, atau Pasal 197 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar," katanya pula.
Selain itu, BBPOM Kalbar juga menemukan dan mengamankan berbagai jenis jamu dan obat racikan milik FL yang diduga tanpa izin lainnya.
Sebelumnya, BBPOM Kalbar, Rabu (15/4), menyita ribuan kapsul obat atau jamu Formav-D yang diklaim mampu menyembuhkan COVID-19 untuk diteliti khasiat dan efeknya, dan diketahui milik FL.
"Dalam hal obat, sebenarnya tidak hanya mengobati saja, tetapi perlu juga diketahui apakah obat itu ada efek samping atau tidak, hal itulah yang diteliti oleh BBPOM," ujar Plt BBPOM Kalbar itu pula.
Sebelunnya, FL penemu obat atau jamu racikan Formav-D menyatakan, silakan saja BBPOM Kalbar melakukan penelitian terhadap obat yang diraciknya, salah satunya Formav-D yang sudah 10 tahun ini membantu masyarakat dalam mengobati sakit DBD (demam berdarah dengue), tifus, dan saat ini juga bisa mengobati COVID-19.
Dirinya juga yakin, obat atau sejenis jamu racikannya itu tidak berbahaya, karena sudah hampir sepuluh tahun ini tidak ada keluhan, dan memang bahan bakunya juga banyak dijual di pasaran.
"Apalagi dalam hal ini, saya memang berniat membantu masyarakat untuk mengobati sakit DBD misalnya, dan bukan untuk dipasarkan," ujarnya lagi.
Ia melanjutkan, selama ini masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya sudah mengenal Formav-D untuk menyembuhkan pasien DBD dan tifus khususnya.
FL menemukan formulasi untuk Formav-D pada tahun 2006 secara tak sengaja. Pada tahun 2010, semakin banyak yang mengetahui Formav-D terutama untuk penyakit DBD dan tifus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Dari hasil uji laboratorium kami, salah satunya obat atau jamu racikan berinisial FL, ditemukan bahan kimia obat, yakni kandungan CTM dan Natrium Diklofenac pada jamu atau obat racikan yang diberi nama Formav-D tersebut," kata Pelaksana Tugas BBPOM Kalbar Ketut Ayu Sarwutini, di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, berdasarkan Permenkes No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Obat Tradisional, Pasal 37 (a) bahwa setiap industri dan obat tradisional dilarang membuat obat tradisional, dan dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.
"Sehingga FL diduga melanggar UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196 dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan maksimal Rp1 miliar, atau Pasal 197 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar," katanya pula.
Selain itu, BBPOM Kalbar juga menemukan dan mengamankan berbagai jenis jamu dan obat racikan milik FL yang diduga tanpa izin lainnya.
Sebelumnya, BBPOM Kalbar, Rabu (15/4), menyita ribuan kapsul obat atau jamu Formav-D yang diklaim mampu menyembuhkan COVID-19 untuk diteliti khasiat dan efeknya, dan diketahui milik FL.
"Dalam hal obat, sebenarnya tidak hanya mengobati saja, tetapi perlu juga diketahui apakah obat itu ada efek samping atau tidak, hal itulah yang diteliti oleh BBPOM," ujar Plt BBPOM Kalbar itu pula.
Sebelunnya, FL penemu obat atau jamu racikan Formav-D menyatakan, silakan saja BBPOM Kalbar melakukan penelitian terhadap obat yang diraciknya, salah satunya Formav-D yang sudah 10 tahun ini membantu masyarakat dalam mengobati sakit DBD (demam berdarah dengue), tifus, dan saat ini juga bisa mengobati COVID-19.
Dirinya juga yakin, obat atau sejenis jamu racikannya itu tidak berbahaya, karena sudah hampir sepuluh tahun ini tidak ada keluhan, dan memang bahan bakunya juga banyak dijual di pasaran.
"Apalagi dalam hal ini, saya memang berniat membantu masyarakat untuk mengobati sakit DBD misalnya, dan bukan untuk dipasarkan," ujarnya lagi.
Ia melanjutkan, selama ini masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya sudah mengenal Formav-D untuk menyembuhkan pasien DBD dan tifus khususnya.
FL menemukan formulasi untuk Formav-D pada tahun 2006 secara tak sengaja. Pada tahun 2010, semakin banyak yang mengetahui Formav-D terutama untuk penyakit DBD dan tifus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020