Pontianak (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Kalbar mengajak instansi terkait lainnya ikut dalam mengawasi proses vaksinasi COVID-19 di provinsi itu yang kini mulai dilakukan.
"Ombudsman sebagaimana UU No. 37/2008 tentang Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu memandang perlu untuk ikut serta mengawasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Kalbar," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalbar, Agus Priyadi di Pontianak, Selasa.
Ia mengatakan, pelaksanaan vaksinasi merupakan bagian dari pelayanan publik yang merupakan tanggung jawab negara. "Oleh karena itu kita semua berhak melakukan pengawasan dan harus bersama-sama didukung bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh masyarakat dan para stakeholder lainnya," kata Agus
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kalbar dr Harisson mengatakan, vaksin COVID-19 diberikan secara gratis dan masyarakat tidak dikenakan biaya sama sekali.
Ia menjelaskan vaksinasi bertujuan membentuk kekebalan pribadi dan kelompok, menurunkan kesakitan dan kematian akibat COVID -19, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh, menjaga produktifitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi di masyarakat.
Secara nasional, terdapat dua gelombang vaksinasi. Gelombang pertama yaitu periode Januari sampai dengan April 2021 untuk 1,3 juta vaksinasi diberikan kepada para petugas medis dan tenaga penunjang layanan kesehatan, 17,4 juta untuk TNI/Polri dan petugas publik lainnya.
Vaksinasi gelombang kedua, yaitu periode bulan April 2021 sampai dengan Maret 2022 untuk kategori masyarakat rentan (masyarakat di daerah dengan risiko penularan tinggi) sebesar 63,9 juta dan untuk kategori masyarakat dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin sebesar 77,4 juta).
"Untuk Kalbar, vaksinasi akan dilakukan di tiga kabupaten/kota yaitu Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah. Daerah ini dipilih dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Waktu pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kajian epidemiologi, ketersediaan vaksin COVID-19 dan sarana pendukung lainnya," kata Harisson.
Ia menambahkan, data sasaran vaksinasi diperoleh secara top-down melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19 di Pusat. Data tersebut diperoleh dari data kependudukan, data BPJS Kesehatan dan Badan Statistik.
Nantinya, kata dia, masyarakat sasaran yang sesuai kriteria dan tahapan akan menerima notifikasi via "SMS blast", konfirmasi atau registrasi ulang sasaran, termasuk memilih tempat dan jadwal layanan dan memperoleh tiket elektronik bagi sasaran terverifikasi semua melalui aplikasi Peduli Lindungi.
"Jadi sebelum divaksin, calon penerima vaksin wajib mengisi form skrining oleh petugas kesehatan, yaitu dengan cara menjawab 16 pertanyaan. Apabila memenuhi syarat, maka vaksin akan diberikan, namun apabila tidak memenuhi syarat, maka vaksin tidak diberikan atau ditunda," katanya.
Sementara itu, Koordinator Fungsi Pengawas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Pontianak (BBPOM)
Berthin Hendry, menjelaskan bahwa dalam program vaksinasi COVID-19 ini, tugas BBPOM adalah melakukan pengawalan keamanan, khasiat dan mutu vaksin COVID-19 sebelum dan sesudah di peredaran.
Aspek mutu vaksin menjadi hal yang sangat penting untuk dipenuhi dan pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Dalam rangka mengawal keamanan vaksin pihaknya selalu berkoordinasi dengan Dinkes dan Komda KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi) untuk bersama-sama melakukan pemantauan terhadap pelaporan yang diterima dari tenaga kesehatan, industri farmasi, pemilik vaksin dan masyarakat.
Untuk pengawalan vaksin di Kalbar, saat ini pihaknya, sudah memperoleh data fasilitas sarana dan prasarana vaksin dari 14 kabupaten/kota yaitu mencakup ketersediaan "coldroom", "chiller", "freezer" dan kulkas.
"Data tersebut penting agar penyimpanan logisik vaksin aman dan sesuai ketentuan. Ruang Penyimpanan vaksin COVID-19 diatur sedemikian rupa untuk menghindari kesalahan pengambilan, perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin rutin, dan suhunya harus memenuhi standar baku yaitu 2 sampai dengan 8 derajat celcius," kata Berthin.
Dalam kesempatan yang sama dia menjelaskan bahwa KIPI adalah kejadian medik yang diduga berhubungan dengan vaksinasi COVID-19. Dalam hal jika terjadi KIPI vaksinasi COVID-19 pada seseorang setelah divaksin, maka dilakukan pencatatan, pelaporan dan investigasi.
Ia mengatakan, masyarakat harus proaktif melapor kepada Komda KIPI atau Dinas Kesehatan. Terhadap masyarakat yang mengalami KIPI, maka akan dilakukan pengobatan dan perawatan sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan dan semua pelayanan tersebut gratis.
“Saya pastikan bahwa vaksin COVID-19 ini aman untuk dikonsumsi. Namun memang ada efek samping, makanya pelaksanaan vaksinasi ini harus sesuai dengan kontra indikasi yang sudah ditetapkan," demikian Berthin Hendry.