Tanggapan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinan Hutahaean atas polemik harga BBM dan ada dugaan fitnah terhadap pemerintah dan Pertamina memeras rakyat, karena tidak menurunkan harga BBM.

Ferdinan Hutahaean dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Senin, menyatakan intinya bahwa terkait perhitungan harga BBM, pemerintah sudah mengaturnya melalui Perpres dan Peraturan Menteri ESDM. Periodik agar rakyat terhindar dari ketidakpastian liberalisme pasar. 

"Ketika harga naik, selama ini Pemerintah memberi subsidi bagi rakyat. Ini mekanisme yang baik yang harus dijaga. Pada saatnya harga akan dievaluasi dan diturunkan mengikuti mekanisme yang kita tetapkan. Memang sudah saatnya diturunkan periodik tapi tidak tepat sama sekali bila disebut memeras karena harga belum turun, katanya.

Sehingga menurut dia, kurang tepat bahkan bisa disebut salah kalau ada pernyataan dan tudingan kepada pemerintah memeras karena BBM belum turun. "Kritik tentu boleh dan sah serta harus, tapi jangan provokasi rakyat dan jangan fitnah pemerintah dengan info yang kurang tepat," katanya.

Apalagi, di tengah pandemi COVID-19 yang terus menebar ketakutan dan membuat industri global terganggu, memang minyak dunia adalah salah satu komoditi yang harganya terpukul dan mengalami penurunan yang ekstrim, katanya.

Dengan penurunan harga minyak dunia tersebut, beberapa negara kemudian melakukan evaluasi terhadap harga jual BBM mengacu pada standar perhitungan harga BBM di negara masing-masing. Penurunan ini membuat beberapa pihak latah bicara tentang penurunan harga BBM yang tak kunjung dilakukan oleh pemerintah.

Benarkah pemerintah dan Pertamina memeras rakyat dengan harga BBM mahal? Benarkah harga BBM Pertamina mahal? Kedua pertanyaan ini tentu bila terjawab akan menjawab apakah tulisan seseorang itu benar atau hanya asumsi yang menyesatkan dan provokatif.

Pertama dilihat fakta tentang apakah benar harga BBM mahal? Acuan apa yang kita gunakan untuk menilai harga ini mahal atau murah? Tentu sulit karena ini relatif sifatnya. Bahkan harga BBM pernah di atas harga saat ini dan tidak disebut mahal. Jika membandingkan dengan harga BBM negara lain saat ini, di ASEAN saja harga BBM Pertamina masih di bawah Singapore, Laos, Thailand, Philipina dan Kamboja. Jadi apa dasar menyebut mahal? tidak jelas dan ini asumsi pribadi saja.

Kedua, benarkah pemerintah dan Pertamina memeras rakyat dari dengan harga BBM mahal? Jika soal mahal atau murah saja tak terjawab dan tidak jelas acuannya kecuali asumsi pribadi, lantas bagaimana acuan menyebut pemerintah dan Pertamina telah memeras rakyat dengan harga BBM mahal bernilai kebenaran?.

"Baiklah kupas info yang kurang tepat yang disampaikan oleh seseorang itu. Dalam tulisannya menyebut peran mafia dan menyalahkan Pemerintah melalui Keputusan Menteri yang menetapkan MOPS (Mean Oil Platts Sinagpura) sebagai biang kerok. Padahal MOPS ini adalah acuan internasional yang berlaku bagi trader dunia dan basisnya adalah Minyak Brent bukan WTI," katanya.

Tidak serta merta bahwa menggunakan MOPS sebagai acuan maka Pertamina sudah bisa disebut kolaborasi dengan mafia, tidak seperti itu karena Pertamina tidak hanya mengimpor minyak dari Singapura tapi dari banyak sumber yang dilakukan oleh ISC Pertamina di Jakarta bukan lagi oleh Petral di Singapura.

Keputusan Menteri ESDM Nomor 62 tujuannya adalah untuk melindungi rakyat dari penetapan harga minyak mengikuti mekanisme pasar. Pemerintah dan Pertamina tentu tak ingin rakyat bingung setiap saat bila harga tiba-tiba berubah mengikuti mekanisme pasar. Dampaknya juga terhadap dunia usaha yang akan kesulitan menghitung biaya produksi karena perubahan harga yang terjadi sesuai pasar, katanya.

Maka sejak dulu Indonesia tidak pernah menjadikan mekanisme pasar untuk menetapkan harga. Ketika harga minyak dunia naik, harga BBM pun naik demikian sebaliknya. Ini konsep liberal yang sejak dulu kita lawan.  

"Tiba-tiba ada yang menuding pemerintah dan Pertamina memeras, ini provokasi yang tidak berbasis data. Bahwa perhitungan harga BBM kita pasti dilakukan evaluasi periodik setiap dua bulan untuk menghindari liberalisme pasar," katanya.

Intinya bahwa terkait perhitungan harga BBM, pemerintah sudah mengaturnya melalui Perpres dan Peraturan Menteri ESDM. Periodik agar rakyat terhindar dari ketidakpastian liberalisme pasar. 

"Ketika harga naik, selama ini Pemerintah memberi subsidi bagi rakyat. Ini mekanisme yang baik yang harus dijaga. Pada saatnya harga akan dievaluasi dan diturunkan mengikuti mekanisme yang kita tetapkan. Memang sudah saatnya diturunkan periodik tapi tidak tepat sama sekali bila disebut memeras karena harga belum turun," katanya.

 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020