Dosen Politeknik Kesehatan Denpasar, Jurusan Gizi Ni Made Yuni Gumala mengajak masyarakat dari semua golongan untuk mewaspadai potensi munculnya obesitas di masa pandemi COVID-19.
Yuni mengatakan jika dilihat dari trennya semakin banyak orang Indonesia yang memiliki resiko berat badan berlebihan. Apabila dilihat tren lima tahun ke depan diprediksi angka kejadian obesitas akan meningkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Saat masyarakat terfokus dalam mencegah penyebaran COVID-19, kewaspadaan terhadap penyakit lainnya juga menjadi wabah tetap harus di tingkatkan," kata Ni Made Yuni Gumala, saat dihubungi di Denpasar, Jumat.
Salah satu penyakit yang berpotensi muncul karena anjuran di rumah saja selama pademi COVID-19 adalah obesitas. Sebenarnya obesitas sudah menjadi wabah dan sudah banyak sekali orang di dunia terkena obesitas, tambahnya.
Salah satu penyakit yang berpotensi muncul karena anjuran di rumah saja selama pademi COVID-19 adalah obesitas. Sebenarnya obesitas sudah menjadi wabah dan sudah banyak sekali orang di dunia terkena obesitas, tambahnya.
Ia menjelaskan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) persentase orang-orang yang mengalami kelebihan berat badan lebih 13,6 persen dari jumlah penduduk. Sementara itu, untuk persentase orang-orang yang mengalami obesitas mencapai 28,1 persen dari jumlah penduduk.
"Artinya bila dijumlahkan ada sekitar 30 persen lebih penduduk Indonesia mengalami berat badan lebih, jika dilihat berdasarkan data tersebut," jelasnya.
Yuni mengatakan jika dilihat dari trennya semakin banyak orang Indonesia yang memiliki resiko berat badan berlebihan. Apabila dilihat tren lima tahun ke depan diprediksi angka kejadian obesitas akan meningkat.
Selain itu, berdasarkan Penelitian terbaru dari Univ.of North Caroline di Chapel Hill Amerika Serikat yang menemukan obesitas meningkatkan risiko kematian akibat COVID-19 hingga 48 persen. Kata dia, obesitas juga dikhawatirkan berdampak pada efikasi vaksin COVID-19 yang tidak optimal.
"Semua golongan bisa terkena obesitas baik dari keturunan dan gaya hidup. Kalau sekarang cenderung gaya hidup, banyak memilih makanan cepat saji tapi makanan itu bahan makanannya kurang. Jadi harus kembali lagi ke gizi seimbang. Kalau lebih banyak konsumsi karbo, lemak akan bersembunyi. Banyak sekali makanan kekinian yang gulanya tinggi, itu apalagi yang ada susunya dan ada lemaknya, bisa jadi dominan gula itu yang menumpuk," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa pemilihan jenis makanan siap saji, atau makanan dan minuman kekinian cenderung tinggi lemak, karbo dan gula.
Selain itu, pengaturan pola makan sangat diperlukan mulai dengan mengurangi jumlah lemak dan gula serta meningkatkan konsumsi sayur, buah dan olahraga. Kata dia, wajib mengacu pada gizi seimbang dan mengurangi porsi dari jumlah lemaknya.
"Aktivitas yang ditingkatkan, karena risikonya kalau obesitas lama terakumulasi mudah terkena penyakit degeneratif termasuk diabetes melitus atau kencing manis," jelas Yuni.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020