Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes Dicky Tahapary menyampaikan beberapa rekomendasi berkenaan dengan program latihan untuk menurunkan berat badan bagi penderita diabetes.
Dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Kamis, dr. Dicky Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD mengemukakan pentingnya memfokuskan latihan untuk menurunkan berat badan pada pembakaran lemak.
"Di badan kita itu ada otot, tulang, air, lemak, yang mau kita bakar kan lemaknya," kata dokter Dicky, yang menjabat sebagai Ketua Klaster Metabolic Disorder, Cardiovascular, and Aging (MVA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ia mengingatkan bahwa, "Kalau turun berat badan terlalu drastis, biasanya masa ototnya juga berkurang."
Dokter Dicky menyampaikan bahwa program latihan untuk menurunkan berat badan bisa mencakup kombinasi beberapa jenis latihan.
Menurut dia, penderita diabetes bisa melakukan latihan aerobik setidaknya lima kali seminggu serta latihan otot atau latihan ketahanan dua atau tiga kali sepekan.
"Aerobik sama resistance training masuk. Karena resistance training harus masuk, kalau enggak itu masa ototnya turun terus," katanya.
"Memang masa otot yang nambah itu bagus untuk metabolisme tubuh, gula darah juga lebih bagus. Jadi aerobiknya jalan, resistance training-nya juga jalan," ia menambahkan.
Dokter Dicky menjelaskan bahwa durasi olahraga yang ideal bergantung tujuan yang ingin dicapai. Rekomendasi durasi olahraga untuk menurunkan berat badan minimal 30 menit.
"Kalau kita tujuannya mau weight loss, enggak bisa cuma sebentar, 20 menit, minimal 30 kalau bisa, 45 menit lebih bagus," katanya.
"Itu dinaikkan secara bertahap aja, enggak usah dipaksakan, yang penting sustain dan ada progresnya. Mau treadmill atau jalan cepat boleh," kata dia.
Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) itu juga mengemukakan pentingnya pengaturan pola makan dalam upaya penurunan berat badan penderita diabetes fase awal.
Menurut dia, prinsip utama mengendalikan berat badan adalah memastikan tubuh mengalami defisit energi dengan mengeluarkan kalori lebih banyak dari yang dikonsumsi.
"Paling mudah sebenarnya mengurangi asupan makanan, karena itu dampaknya paling besar. Misalkan kita mau mengurangi 200 kalori makanan, kan gampang, mengurangi satu gorengan, kan ada 200 kalori, dibandingkan harus lari 5 kilo misalkan," ia menjelaskan.
