Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengingatkan bahwa ikan gabus termasuk komoditas unggulan berbasis lokal sehingga perlu lebih banyak pelaku usaha yang membudidayakannya.
"Produksi ikan gabus tahun 2015 mencapai 6.490 ton meningkat di 2019 menjadi 21.987 ton. Kenaikan ini tentunya sangat menggembirakan," kata Slamet Soebjakto dalam rilis, Minggu.
Namun, ujar dia, di sisi lain karena kebanyakan ikan gabus yang diproduksi dan dijualbelikan atau yang diekstrak untuk diambil albuminnya adalah berasal dari penangkapan di alam, sangat dikhawatirkan kelestariannya.
Slamet mengingatkan bahwa penangkapan ikan gabus di alam secara terus menerus berakibat kepada penurunan populasinya di alam. "Selain itu, ikan gabus akan menjadi langka karena stoknya berkurang," ucapnya.
Ia mengungkapkan ikan yang memiliki nama latin Channa striata ini menjadi komoditas yang bernilai ekonomis untuk kegiatan budi daya.
Selain harganya yang tinggi berkisar Rp50 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram, lanjutnya, ikan gabus juga memiliki nilai tambah yaitu mengandung protein jenis albumin yang berfungsi meningkatkan daya tubuh.
Untuk itu kata Slamet, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mempunyai program-program pengembangan ke depannya untuk meningkatkan produksi ikan gabus yang berasal dari kegiatan budidaya.
"Pertama, kita akan memperbanyak usaha-usaha pembenihan skala rakyat. Kita akan galakkan pembenihan ini, karena benih merupakan salah satu yang utama dalam kegiatan perikanan budidaya sehingga kalau kita ingin mengembangkan budidaya ikan gabus ini maka produksi benih gabus juga harus ditingkatkan," ujar Slamet.
Menurut dia, teknologi pembenihan ikan gabus ini telah dikuasai dengan baik sehingga masyarakat dapat mengembangkannya sebagai komoditas budi daya ekonomis.
Kedua, Slamet menjelaskan bahwa KKP tengah membuat kawasan-kawasan pembudidayaan ikan gabus yang berkelanjutan. “Jadi kita akan membuat kawasan ikan gabus ini. Tentu saja, nanti akan bekerja sama dengan asosiasi ikan gabus sehingga bisa memastikan hasil-hasil produksinya dapat terserap atau bisa diambil oleh asosiasi ini untuk dipasarkan”, tambahnya.
Langkah ketiga, menurut dia, adalah membuat kegiatan-kegiatan sosialisasi terkait teknologi budidaya ikan gabus di masyarakat secara luas.
Slamet menekankan bahwa segmentasi-segmentasi usaha juga menjadi strategi penting, karena ikan gabus ini perlu pemeliharaan dengan waktu tertentu untuk menjadikannya sebagai ikan konsumsi sehingga di sektor segmentasi budi dayanya perlu galakkan.
“Ke depannya harapan kami, ikan gabus ini juga akan menjadi ikan andalan nasional khususnya dari jenis ikan-ikan lokal yang ada di Indonesia. Di samping ikan gabus, juga kita kembangkan ikan-ikan lokal lainnya seperti papuyu, belida, tor soro (dewa) dan jenis ikan lokal lainnya," tutur Slamet.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Produksi ikan gabus tahun 2015 mencapai 6.490 ton meningkat di 2019 menjadi 21.987 ton. Kenaikan ini tentunya sangat menggembirakan," kata Slamet Soebjakto dalam rilis, Minggu.
Namun, ujar dia, di sisi lain karena kebanyakan ikan gabus yang diproduksi dan dijualbelikan atau yang diekstrak untuk diambil albuminnya adalah berasal dari penangkapan di alam, sangat dikhawatirkan kelestariannya.
Slamet mengingatkan bahwa penangkapan ikan gabus di alam secara terus menerus berakibat kepada penurunan populasinya di alam. "Selain itu, ikan gabus akan menjadi langka karena stoknya berkurang," ucapnya.
Ia mengungkapkan ikan yang memiliki nama latin Channa striata ini menjadi komoditas yang bernilai ekonomis untuk kegiatan budi daya.
Selain harganya yang tinggi berkisar Rp50 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram, lanjutnya, ikan gabus juga memiliki nilai tambah yaitu mengandung protein jenis albumin yang berfungsi meningkatkan daya tubuh.
Untuk itu kata Slamet, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mempunyai program-program pengembangan ke depannya untuk meningkatkan produksi ikan gabus yang berasal dari kegiatan budidaya.
"Pertama, kita akan memperbanyak usaha-usaha pembenihan skala rakyat. Kita akan galakkan pembenihan ini, karena benih merupakan salah satu yang utama dalam kegiatan perikanan budidaya sehingga kalau kita ingin mengembangkan budidaya ikan gabus ini maka produksi benih gabus juga harus ditingkatkan," ujar Slamet.
Menurut dia, teknologi pembenihan ikan gabus ini telah dikuasai dengan baik sehingga masyarakat dapat mengembangkannya sebagai komoditas budi daya ekonomis.
Kedua, Slamet menjelaskan bahwa KKP tengah membuat kawasan-kawasan pembudidayaan ikan gabus yang berkelanjutan. “Jadi kita akan membuat kawasan ikan gabus ini. Tentu saja, nanti akan bekerja sama dengan asosiasi ikan gabus sehingga bisa memastikan hasil-hasil produksinya dapat terserap atau bisa diambil oleh asosiasi ini untuk dipasarkan”, tambahnya.
Langkah ketiga, menurut dia, adalah membuat kegiatan-kegiatan sosialisasi terkait teknologi budidaya ikan gabus di masyarakat secara luas.
Slamet menekankan bahwa segmentasi-segmentasi usaha juga menjadi strategi penting, karena ikan gabus ini perlu pemeliharaan dengan waktu tertentu untuk menjadikannya sebagai ikan konsumsi sehingga di sektor segmentasi budi dayanya perlu galakkan.
“Ke depannya harapan kami, ikan gabus ini juga akan menjadi ikan andalan nasional khususnya dari jenis ikan-ikan lokal yang ada di Indonesia. Di samping ikan gabus, juga kita kembangkan ikan-ikan lokal lainnya seperti papuyu, belida, tor soro (dewa) dan jenis ikan lokal lainnya," tutur Slamet.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020