Sejumlah mahasiswa yang tergabung di Komite Mahasiswa Kabupaten Sambas (KMKS) menyoroti tingginya kekerasan pada anak dan perempuan yakni sebanyak 63 kasus sekaligus menjadi angka tertinggi kedua dari 14 provinsi di Kalbar.
“Kita telah melakukan audiensi dengan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar terkait kasus kekerasan terhadap anak dan berdasarkan tingkat kasus laporan baik itu melalui pengaduan maupun non pengaduan Kabupaten Sambas tertinggi kedua setelah Kota Pontianak,” ujar Ketua KMKS, Muhammad Rifa’ie di Pontianak, Senin.
Rifai mengatakan bahwa dengan tingkat kasus yang ada pihaknya sangat prihatin. Apalagi peraturan daerah dan lembaga khusus seperti KPAID di Sambas hingga kini belum hadir padahal setiap tahunnya kasus tinggi dan meningkat.
“Pemerintah daerah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Apalagi hal ini menyangkut masa depan regenerasi penerus daerah ke depannya. Sambas yang dulunya dikenal sebagai ‘Serambi Mekah’ seharusnya lebih merasa malu dan lebih pro aktif dalam hal pengawasan dan pencegahan untuk menindaklanjuti masalah ini, “ kata dia.
Muhammad Rifa’ie menambahkan harapannya terhadap pemerintah daerah, instansi terkait, dan segenap elemen masyarakat untuk ikut andil dalam menanggapi masalah ini
“Kami sebagai perwakilan mahasiswa dan pemuda daerah berharap peran dari pemerintah daerah, instansi terkait dan masyarakat saling bersinergi serta bersama media khususnya untuk memberikan informasi yang tepat agar seluruh elemen masyarakat bisa berperan aktif dalam memberikan pengawasan, pencegahan serta penanganan yang efektif untuk menangani masalah ini,” kata dia.
Ia juga meminta tokoh-tokoh masyarakat beserta pemuka-pemuka agama bisa berperan aktif dalam memberikan pengawasan terhadap anak remaja. Yakni dengan memberikan masukan-masukan dan siraman rohani yang menguatkan etika yang baik agar tidak salah langkah dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Mengenai hal ini juga kami dari KMKS dalam waktu terdekat juga akan mengadakan kegiatan seminar dan deklarasi untuk mendorong terbentuknya KPAID di Kabupaten Sambas ," tutupnya
Sebelumnya, Ketua KPPAD Provinsi Kalbar Eka Nurhayati Ishak saat KMKS audiensi menyatakan bahwa pihaknya mencatat sepanjang tahun 2020 menerima 378 laporan kasus kekerasan terhadap anak dan tertinggi adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan angka kasus tertinggi di Kabupaten Sambas dan Kota Pontianak juga mendominasi terhadap kasus kekerasan seksual tersebut.
“Jenis kekerasan yang masih menonjol adalah kekerasan seksual. Sambas menjadi kabupaten yang paling tinggi berdasarkan tingkat kasus laporan baik itu melalui pengaduan maupun non pengaduan,” kata dia.
Ia menambahkan atas masih tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Sambas pihaknya telah melakukan koordinasi dan kunjungan ke Pemkab dan DPRD Sambas untuk membahas langkah-langkah penanganan.
“Setelah KPPAD Kalbar berkunjung ke Sambas di tahun 2019 lalu kembali dilakukan kunjungan dari DPRD Sambas ke KPPAD Kalbar untuk diskusi dan membentuk kesepakatan untuk menindaklanjuti melalui peraturan daerah,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
“Kita telah melakukan audiensi dengan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar terkait kasus kekerasan terhadap anak dan berdasarkan tingkat kasus laporan baik itu melalui pengaduan maupun non pengaduan Kabupaten Sambas tertinggi kedua setelah Kota Pontianak,” ujar Ketua KMKS, Muhammad Rifa’ie di Pontianak, Senin.
Rifai mengatakan bahwa dengan tingkat kasus yang ada pihaknya sangat prihatin. Apalagi peraturan daerah dan lembaga khusus seperti KPAID di Sambas hingga kini belum hadir padahal setiap tahunnya kasus tinggi dan meningkat.
“Pemerintah daerah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Apalagi hal ini menyangkut masa depan regenerasi penerus daerah ke depannya. Sambas yang dulunya dikenal sebagai ‘Serambi Mekah’ seharusnya lebih merasa malu dan lebih pro aktif dalam hal pengawasan dan pencegahan untuk menindaklanjuti masalah ini, “ kata dia.
Muhammad Rifa’ie menambahkan harapannya terhadap pemerintah daerah, instansi terkait, dan segenap elemen masyarakat untuk ikut andil dalam menanggapi masalah ini
“Kami sebagai perwakilan mahasiswa dan pemuda daerah berharap peran dari pemerintah daerah, instansi terkait dan masyarakat saling bersinergi serta bersama media khususnya untuk memberikan informasi yang tepat agar seluruh elemen masyarakat bisa berperan aktif dalam memberikan pengawasan, pencegahan serta penanganan yang efektif untuk menangani masalah ini,” kata dia.
Ia juga meminta tokoh-tokoh masyarakat beserta pemuka-pemuka agama bisa berperan aktif dalam memberikan pengawasan terhadap anak remaja. Yakni dengan memberikan masukan-masukan dan siraman rohani yang menguatkan etika yang baik agar tidak salah langkah dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Mengenai hal ini juga kami dari KMKS dalam waktu terdekat juga akan mengadakan kegiatan seminar dan deklarasi untuk mendorong terbentuknya KPAID di Kabupaten Sambas ," tutupnya
Sebelumnya, Ketua KPPAD Provinsi Kalbar Eka Nurhayati Ishak saat KMKS audiensi menyatakan bahwa pihaknya mencatat sepanjang tahun 2020 menerima 378 laporan kasus kekerasan terhadap anak dan tertinggi adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan angka kasus tertinggi di Kabupaten Sambas dan Kota Pontianak juga mendominasi terhadap kasus kekerasan seksual tersebut.
“Jenis kekerasan yang masih menonjol adalah kekerasan seksual. Sambas menjadi kabupaten yang paling tinggi berdasarkan tingkat kasus laporan baik itu melalui pengaduan maupun non pengaduan,” kata dia.
Ia menambahkan atas masih tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Sambas pihaknya telah melakukan koordinasi dan kunjungan ke Pemkab dan DPRD Sambas untuk membahas langkah-langkah penanganan.
“Setelah KPPAD Kalbar berkunjung ke Sambas di tahun 2019 lalu kembali dilakukan kunjungan dari DPRD Sambas ke KPPAD Kalbar untuk diskusi dan membentuk kesepakatan untuk menindaklanjuti melalui peraturan daerah,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021