Sebanyak tiga organisasi pers yang terdaftar di Dewan Pers yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pontianak, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalbar dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalbar mengecam keras aksi pemerasan yang dilakukan tiga oknum wartawan gadungan terhadap salah satu pengelola SPBU di Kabupaten Sintang.

"Kasus pemerasan oleh tiga oknum yang mengatasnamakan sebagai wartawan terhadap salah satu SPBU di Sintang, jelas mencoreng citra jurnalis. Dalam hal ini kami tegas meminta kepada aparat kepolisian untuk menindak tegas para pelaku pemerasan tersebut," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pontianak, Ramses di Pontianak, Selasa.

Dia mengatakan, publik harus tahu bahwa jurnalis itu bekerja dengan berpegang teguh terhadap kode etik jurnalistik. Jadi menurutnya, sangat aneh kalau ada yang mengaku jurnalis, tapi melakukan kerja-kerja jurnalistik tapi tidak berpedoman pada kode etik jurnalistik.

"Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik, disebutkan, jurnalis atau wartawan tidak menyalahgunakan profesi dan menerima suap. Menyalahgunakan profesi ini bisa diartikan mengambil keuntungan pribadi, misalnya meminta uang atau memeras dan kalau sudah demikian sebaiknya ditangkap saja, karena sudah mencemarkan profesi jurnalis," tuturnya.

Masyarakat pun harus berani melapor jika memang menjadi korban, orang yang mengaku jurnalis, tapi bukan menghimpun informasi tapi malah memeras atau meminta uang.

"Untuk menertibkan media abal-abal, dari beberapa sumber berita yang pernah saya baca, dewan pers membentuk satgas media online, tahun 2019. Menurut saya, media yang tak jelas itu di-take down saja," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Barat, Gusti Yusri memastikan tiga oknum pemeras pemilik SPBU di Sintang, bukan anggota PWI.

"Saya yakin itu bukan wartawan tetapi orang yang mengaku sebagai wartawan dan saya pastikan itu bukan anggota PWI. Saya yakin itu juga bukan wartawan," katanya.

Untuk itu dirinya meminta aparat kepolisian untuk menindak tegas ketiganya secara profesional lantaran telah mencoreng profesi wartawan. "Silakan diproses. Karena itu jelas mencoreng nama wartawan," tegasnya.

Dirinya juga meminta pihak kepolisian menindak oknum-oknum aparat yang bermain. Sebab, berdasarkan investigasi yang dilakukannya di beberapa titik termasuk di SPBU di Sintang, disinyalir ada oknum aparat yang bermain.

"SPBU memang rawan pemerasan, termasuk oknum aparat sendiri juga ada bermain di sana. Tanya saja mereka di sana, banyak yang nerima sopoi (uang suap) di sana itu, saya minta aparat kepolisian, ditindak juga itu," tegasnya.

Menurutnya, tak hanya SPBU yang menjadi titik rawan. Kegiatan proyek pembangunan yang ada juga menjadi titik rawan terjadinya pemerasan.

"Jangan dilayani yang memeras begitu. Bukan cuma SPBU, kegiatan proyek juga banyak itu, saya minta itu ditindak, jangan dilayani. Seperti di pekerjaan Jalan Ambawang itu, ada yang mengaku wartawan, LSM, aparat, tindak saja itu," katanya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Kalimantan Barat, Yuniardi atau Uun Yuniar juga mengecam keras tindakan pemerasan tiga orang yang mengatasnamakan wartawan kepada pemilik SPBU di Kabupaten Sintang.

Menurutnya, profesi wartawan dilindungi Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan di dalam UU tersebut terdapat kode etik jurnalistik. "Di pasal 6 kode etik jurnalistik itu sudah jelas disebutkan, tak boleh salahgunakan profesi dan tak boleh terima suap dan ini sudahlah memeras, mengancam, mengatasnamakan wartawan pula, kan sudah jelas ini pidana," katanya.

Selain itu, Uun Yuniar juga menegaskan, jika tak ada anggota IJTI Kalbar yang terlibat dalam pemerasan tersebut. Menurutnya, tindakan tegas yakni pemecatan keanggotaan bahkan tak diberikan perlindungan hukum, jika memang ada anggota IJTI yang melakukan pemerasan menggunakan profesi.

"Sekali lagi, ini bukan ranah hukum pers. Tapi ini ranah pidana, silakan Polisi (Polres Sintang) melakukan penyidikan sampai tuntas dan menindak pelaku pemerasan tersebut dengan KUH Pidana, bukan dengan UU Pers," katanya.

Menurut dia, apa yang telah dilakukan oleh tiga orang yang mengatasnamakan wartawan tersebut telah mencoreng sejumlah nama wartawan di Kalbar. Untuk itu, dia berharap, kasus yang merupakan delik biasa ini, tetap dilanjutkan dan diproses secara hukum yang berlaku.

"Jujur, kami malu. Mereka memeras, nama seluruh wartawan tercoreng. Maka itu, kami menyarankan Polisi agar mengedepankan supremasi hukum. Tak ada istilah cabut aduan, karena ini bukan delik aduan. Unsurnya sudah jelas, pemerasan, memaksa orang lain, menguntungkan diri sendiri melawan hak orang lain, udah jelas itu, pidana pemerasan, ya tegakkan saja hukumnya," katanya.

Selain itu, Ketua IJTI Pengda Kalbar ini juga meminta seluruh pemilik usaha, pemerintah, serta masyarakat, untuk tidak takut melaporkan ke Polisi, jika ada tindakan pemerasan, menakut-nakuti, dan pengancaman oleh orang yang mengatasnamakan diri sebagai wartawan atau LSM.

"Wartawan tidak kebal hukum. Kalau ada yang memeras, saya pastikan dia bukan wartawan. Kami dilindungi Undang-Undang Pers dan kami harus patuh terhadap itu. Maka itu, kalau ada yang memeras, segera laporkan. Mau dia mengancam gimana pun, lapor ke polisi, karena penegakan hukum ada di ranah polisi, bukan wartawan atau LSM," katanya.

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021