Pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, terus mencari solusi terbaik atas persoalan penolakan warga Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak atas aktivitas Jemaah Ahmadyah Indonesia (JAI).
"Beberapa solusi yang perlu didiskusikan adalah pemindahan rumah ibadah milik jemaat Ahmadyah. Mereka memang minta perlindungan kepada Pemkab Sintang sebagai warga negara Indonesia. Pemindahan rumah ibadah merupakan solusi yang tepat dan biayanya ditanggung oleh Pemkab Sintang," kata Wakil Bupati Sintang Sudiyanto saat dihubungi di Sintang, Sabtu.
Ia melanjutkan, untuk tempat ibadah yang ada di lokasi tersebut, bisa diberikan kepada umat Islam setempat. "Kita terus membangun dialog dengan semua pihak, solusi yang kita miliki, bisa kita tawarkan kepada berbagai pihak. Kami menginginkan ada 'win win solution' untuk mengatasi masalah ini,” kata Sudiyanto.
Ia pun meminta Kesbangpol setempat terus melakukan komunikasi dengan kedua pihak, sebelum keputusan akhir diambil. "Sampaikan kepada mereka solusi yang kita miliki. Sehingga nanti solusi dan keputusan yang kita ambil bisa diterima oleh kedua belah pihak," kata dia.
Ia ingin membangun komunikasi yang humanis dengan kedua pihak. "Setelah itu, baru kita bertemu lagi untuk merumuskan keputusan tertulis. Saya ingin kita mengayomi semua pihak. Dan saya ingin persoalan ini tidak panjang, kita tidak bertele-tele dalam menyelesaikan masalah ini," katanya.
Pemkab Sintang, ujar Sudiyanto, harus netral dan mendengarkan kedua belah pihak lalu mengambil keputusan yang bijak dan tepat.
"Memang tidak mudah mengambil keputusan yang tepat. Tetapi saya ingin masalah bisa diselesaikan, mencubit tidak sakit, mengalah belum tentu kalah. Itu yang penting," ujar Sudiyanto.
Sementara Kasat Intel Polres Sintang AKP Hilman Malaini menyampaikan pihaknya terus memantau kondisi di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak.
“Kita semua harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Kita hendaknya bisa mengambil keputusan yang tepat dan bijak untuk menyelesaikan masalah ini. Kami dari Kepolisian ingin memastikan jangan sampai terjadi tindak pidana, dan menjamin kondusivitas di tengah masyarakat," kata Hilman Malaini.
Kepala Staf Kodim Sintang Mayor Inf Amri Marpaung S Ag menyarankan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sintang dan Kementerian Agama Kabupaten Sintang untuk untuk terus memperkuat pembinaan umat di Desa Balai Harapan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sintang Drs H Ulwan MPd I menyampaikan dukunganya agar persoalan ini bisa dicarikan solusi yang baik untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
“Dalam SKB tiga menteri, JAI tidak boleh menyebarkan ajarannya. Kami sudah membentuk MUI kecamatan termasuk MUI Kecamatan Tempunak," kata Ulwan.
Kabag Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Sintang Hartati menyampaikan Pemkab Sintang perlu mengeluarkan aturan yang berisi boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat disana.
“Supaya memberikan kepastian dan rasa aman bagi masyarakat kedua pihak. Berdasarkan SKB 3 menteri, pemda hanya diberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan saja. Kita tidak boleh keluar dari SKB ini. Kita perlu melakukan pendekatan secara humanis kepada masyarakat di sana, untuk bisa memindahkan tempat ibadah," kata dia.
Ia menambahkan, Kabupaten Sintang ini pernah mengeluarkan Surat Kesepakatan Bersama 7 komponen pada 18 Februari 2005 yakni Bupati Sintang, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, Kepala Kepolisian, Kodim, Kepala Kantor Departemen Agama, dan Ketua MUI.
"Isinya memang melarang aktivitas ahmadiyah. Tetapi berdasarkan SKB 3 menteri tahun 2008, kita tidak boleh melarang mereka," ujar Hartati.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Beberapa solusi yang perlu didiskusikan adalah pemindahan rumah ibadah milik jemaat Ahmadyah. Mereka memang minta perlindungan kepada Pemkab Sintang sebagai warga negara Indonesia. Pemindahan rumah ibadah merupakan solusi yang tepat dan biayanya ditanggung oleh Pemkab Sintang," kata Wakil Bupati Sintang Sudiyanto saat dihubungi di Sintang, Sabtu.
Ia melanjutkan, untuk tempat ibadah yang ada di lokasi tersebut, bisa diberikan kepada umat Islam setempat. "Kita terus membangun dialog dengan semua pihak, solusi yang kita miliki, bisa kita tawarkan kepada berbagai pihak. Kami menginginkan ada 'win win solution' untuk mengatasi masalah ini,” kata Sudiyanto.
Ia pun meminta Kesbangpol setempat terus melakukan komunikasi dengan kedua pihak, sebelum keputusan akhir diambil. "Sampaikan kepada mereka solusi yang kita miliki. Sehingga nanti solusi dan keputusan yang kita ambil bisa diterima oleh kedua belah pihak," kata dia.
Ia ingin membangun komunikasi yang humanis dengan kedua pihak. "Setelah itu, baru kita bertemu lagi untuk merumuskan keputusan tertulis. Saya ingin kita mengayomi semua pihak. Dan saya ingin persoalan ini tidak panjang, kita tidak bertele-tele dalam menyelesaikan masalah ini," katanya.
Pemkab Sintang, ujar Sudiyanto, harus netral dan mendengarkan kedua belah pihak lalu mengambil keputusan yang bijak dan tepat.
"Memang tidak mudah mengambil keputusan yang tepat. Tetapi saya ingin masalah bisa diselesaikan, mencubit tidak sakit, mengalah belum tentu kalah. Itu yang penting," ujar Sudiyanto.
Sementara Kasat Intel Polres Sintang AKP Hilman Malaini menyampaikan pihaknya terus memantau kondisi di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak.
“Kita semua harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Kita hendaknya bisa mengambil keputusan yang tepat dan bijak untuk menyelesaikan masalah ini. Kami dari Kepolisian ingin memastikan jangan sampai terjadi tindak pidana, dan menjamin kondusivitas di tengah masyarakat," kata Hilman Malaini.
Kepala Staf Kodim Sintang Mayor Inf Amri Marpaung S Ag menyarankan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sintang dan Kementerian Agama Kabupaten Sintang untuk untuk terus memperkuat pembinaan umat di Desa Balai Harapan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sintang Drs H Ulwan MPd I menyampaikan dukunganya agar persoalan ini bisa dicarikan solusi yang baik untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
“Dalam SKB tiga menteri, JAI tidak boleh menyebarkan ajarannya. Kami sudah membentuk MUI kecamatan termasuk MUI Kecamatan Tempunak," kata Ulwan.
Kabag Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Sintang Hartati menyampaikan Pemkab Sintang perlu mengeluarkan aturan yang berisi boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat disana.
“Supaya memberikan kepastian dan rasa aman bagi masyarakat kedua pihak. Berdasarkan SKB 3 menteri, pemda hanya diberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan saja. Kita tidak boleh keluar dari SKB ini. Kita perlu melakukan pendekatan secara humanis kepada masyarakat di sana, untuk bisa memindahkan tempat ibadah," kata dia.
Ia menambahkan, Kabupaten Sintang ini pernah mengeluarkan Surat Kesepakatan Bersama 7 komponen pada 18 Februari 2005 yakni Bupati Sintang, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, Kepala Kepolisian, Kodim, Kepala Kantor Departemen Agama, dan Ketua MUI.
"Isinya memang melarang aktivitas ahmadiyah. Tetapi berdasarkan SKB 3 menteri tahun 2008, kita tidak boleh melarang mereka," ujar Hartati.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021