Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan siap menampung dan meneruskan keluhan dari para pemilik kapal perikanan tangkap di Provinsi Kalimantan Barat terkait perubahan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang memberatkan mereka ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Saya belum mendapatkan masukan secara langsung, baru membaca di media, nanti kita akan dengarkan secara langsung keberatan-keberatan dan masukan-masukan para pelaku untuk kita suarakan dan perjuangkan," kata Daniel Johan saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Ia menegaskan sikapnya supaya kementerian terkait tidak mempersulit nelayan maupun yang bergerak di sektor tersebut.

"Kalau tidak bisa membantu nelayan, minimal jangan malah mempersulit, kalau selama ini belum bisa membuat perikanan menjadi maju, minimal jangan buat semakin mundur," kata dia.

Hal itu mengingat dunia perikanan yang tengah babak belur dan banyak yang bangkrut selama lima tahun terakhir.

Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat (Kalbar) meminta pemerintah agar mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang tarif pajaknya sangat memberatkan para pengusaha kapal ikan.

"Kami meminta pemerintah  untuk mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021, yang mulai berlaku 20 September 2021, sehingga pemilik kapal tidak akan mampu memperpanjang izin kapal dikarenakan kenaikan tarif PNBP mencapai 150 hingga 400 persen," kata Perwakilan Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat Cin Cung atau yang dikenal Atong di Pontianak, Rabu (22/9).

Apabila pemerintah tetap melaksanakan dan memaksakan untuk memberlakukan PP No. 85 tahun 2021, maka pemilik kapal akan menghentikan operasional kapal perikanan penangkap ikan.

"Kami menolak karena kenaikan tarif PNBP yang dikenakan terhadap kapal perikanan tangkap besarannya 150 hingga 400 persen, kemudian Harga Patokan Ikan (HPI) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat juga tidak sesuai dengan harga ikan di lapangan/daerah khususnya Provinsi Kalbar," ujarnya.

Dengan diterapkannya PP No. 85 tahun 2021 yang kenaikannya mencapai 400 persen. "Untuk perbandingannya salah satu kapal kami yang barusan mengajukan perpanjangan izin di bulan September 2021 kenaikannya sangat memberatkan. Pada tahun sebelumnya PNBP yang dikenakan pada kapal ukuran 85 GT hanya bayar PNBP sekitar Rp70 juta, tetapi dengan adanya penerapan tarif baru di PNBP di PP No. 85 tahun 2021 menjadi sebesar Rp165 juta," katanya.

Pada saat membayar PNBP untuk kapal ukuran 85 GT dengan tarif lama saja pihaknya belum bisa dikatakan mendapatkan hasil yang maksimal, apalagi dikenakan tarif baru yang kenaikannya hingga sebesar 400 persen, ditambah lagi saat ini hasil tangkap ikan untuk wilayah Kalbar dan Kepri mengalami penurunan hingga 50 persen.

Sementara itu, Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kabupaten Sambas, Juniardi menyatakan, dalam penentuan sikap ini pihaknya akan menindaklanjuti keluhan para nelayan dengan mengirim surat ke pemerintah daerah.

"Kita juga akan berkoordinasi ke daerah lainnya, karena nelayan dari provinsi lainnya juga menolak adanya PP No. 85 tahun 2021 ini. Kami juga berharap pemerintah mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021 ini," ujarnya.

Baca juga: Pengusaha kapal di Kalbar minta pemerintah kaji PNBP kapal perikanan

Pewarta: Rilis

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021