Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai kehadiran bank digital yang semakin marak saat pandemi bisa menambah kapasitas pembiayaan terutama bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Tanah Air.
"Kita ada 64 juta UMKM di Indonesia, dan sebagian dari mereka belum mendapatkan pinjaman. Clue-nya adalah hadirnya bank digital dari sisi pertumbuhan kredit bisa memicu pertumbuhan ke segmen UMKM," ujar Bhima di Jakarta, Jumat.
Bhima menyampaikan apabila ekonomi Indonesia ingin pulih dan kembali lagi ke level lima persen, maka pertumbuhan kreditnya harus mencapai tiga kali lipatnya atau 15 persen. Adanya bank digital dapat membantu mempercepat dan memperluas akses kredit atau pembiayaan bagi pelaku usaha.
"Ini jadi tantangan dari bank digital, bisa atau tidak bantu ekosistem perbankan secara umum. Kolaborasi dengan beberapa stakeholder termasuk platform untuk meningkatkan pertumbuhan kredit sampai comeback ke level 15 persen," kata Bhima.
Menurut Bhima, bank digital juga harus konsisten memberikan pembiayaan ke sektor-sektor produktif yang sebelumnya tidak dijangkau oleh perbankan sehingga proses pemulihan ekonomi diharapkan dapat lebih cepat dan menyeluruh.
"Saya optimis bank digital punya potensi atau peluang untuk menyalurkan kredit ke segmen yang sebelumnya dianggap remeh atau segmen yang sebelumnya masih ragu untuk meminjam ke perbankan," ujar Bhima.
Bhima menuturkan, bank digital juga dapat membantu literasi keuangan digital yang lebih baik di mana pengetahuan terhadap produk perbankan dan investasi meningkat. Nasabah juga dapat melakukan perencanaan masa depan di mana pembagian rekening di bank digital dapat dialokasikan secara spesifik untuk keperluan tabungan pendidikan, uang muka rumah, dan dana darurat.
Selain itu, nasabah pun dapat melakukan transaksi lintas platform sesuai dengan kebutuhan tanpa perlu mengunduh terlalu banyak aplikasi. Bagi pelaku UMKM sendiri, lanjut Bhima, adanya bank digital dapat membantu mereka melakukan pengendalian keuangan.
"Kalau UMKM kan kebutuhannya beda-beda, ada untuk bahan baku, cicilan atau pinjaman, bayar utang, jalan-jalan dan lainnya. Biasanya usaha keluarga, sudah informal keluarga. Artinya mereka banyak tidak bisa membedakan mana modal kerja untuk dagang lagi dan untuk sosial. Kok dapatnya cuma segini. Dengan adanya bank digital, mereka bisa membagi rekening tanpa capek-capek. Ini salah satu terobosan bank digital. Tradisiional bank gak bisa kayak gitu," kata Bhima.
Salah satu bank digital di Indonesia yaitu PT Bank Jago Tbk yang memiliki fitur "Kantong" (pocket) yang terintegrasi di dalam aplikasi bank digitalnya yang diklaim mempermudah nasabah untuk mengelola keuangan dan kebutuhan finansialnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, nasabah bisa membuat kantong untuk dana akhir pekan, kantong untuk cicilan, kantong jajan, kantong untuk belanja harian dan lain sebagainya.
Bank Jago juga melakukan survei ke sejumlah nasabah untuk mengukur kendala utama yang mereka temui dalam mengelola uang. Sebagian besar menyatakan kesulitan mengatur uang karena seluruh dana tercampur dalam satu rekening. Sebagian besar responden pernah mencoba memisahkan uang untuk tujuan tertentu dengan membuka rekening di bank berbeda. Misalnya membuat tabungan pendidikan di Bank A, tabungan liburan di Bank B dan dana darurat di Bank C.
Hanya saja hal itu tidak efisien karena nasabah harus mengeluarkan banyak biaya administrasi, biaya transfer, serta tidak praktis karena harus bernavigasi di beberapa aplikasi mobile banking. Belum lagi urusan menyisihkan uang untuk investasi seperti menabung rutin di reksadana atau membeli saham secara gradual, yang mengharuskan mereka membuka rekening terpisah lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Kita ada 64 juta UMKM di Indonesia, dan sebagian dari mereka belum mendapatkan pinjaman. Clue-nya adalah hadirnya bank digital dari sisi pertumbuhan kredit bisa memicu pertumbuhan ke segmen UMKM," ujar Bhima di Jakarta, Jumat.
Bhima menyampaikan apabila ekonomi Indonesia ingin pulih dan kembali lagi ke level lima persen, maka pertumbuhan kreditnya harus mencapai tiga kali lipatnya atau 15 persen. Adanya bank digital dapat membantu mempercepat dan memperluas akses kredit atau pembiayaan bagi pelaku usaha.
"Ini jadi tantangan dari bank digital, bisa atau tidak bantu ekosistem perbankan secara umum. Kolaborasi dengan beberapa stakeholder termasuk platform untuk meningkatkan pertumbuhan kredit sampai comeback ke level 15 persen," kata Bhima.
Menurut Bhima, bank digital juga harus konsisten memberikan pembiayaan ke sektor-sektor produktif yang sebelumnya tidak dijangkau oleh perbankan sehingga proses pemulihan ekonomi diharapkan dapat lebih cepat dan menyeluruh.
"Saya optimis bank digital punya potensi atau peluang untuk menyalurkan kredit ke segmen yang sebelumnya dianggap remeh atau segmen yang sebelumnya masih ragu untuk meminjam ke perbankan," ujar Bhima.
Bhima menuturkan, bank digital juga dapat membantu literasi keuangan digital yang lebih baik di mana pengetahuan terhadap produk perbankan dan investasi meningkat. Nasabah juga dapat melakukan perencanaan masa depan di mana pembagian rekening di bank digital dapat dialokasikan secara spesifik untuk keperluan tabungan pendidikan, uang muka rumah, dan dana darurat.
Selain itu, nasabah pun dapat melakukan transaksi lintas platform sesuai dengan kebutuhan tanpa perlu mengunduh terlalu banyak aplikasi. Bagi pelaku UMKM sendiri, lanjut Bhima, adanya bank digital dapat membantu mereka melakukan pengendalian keuangan.
"Kalau UMKM kan kebutuhannya beda-beda, ada untuk bahan baku, cicilan atau pinjaman, bayar utang, jalan-jalan dan lainnya. Biasanya usaha keluarga, sudah informal keluarga. Artinya mereka banyak tidak bisa membedakan mana modal kerja untuk dagang lagi dan untuk sosial. Kok dapatnya cuma segini. Dengan adanya bank digital, mereka bisa membagi rekening tanpa capek-capek. Ini salah satu terobosan bank digital. Tradisiional bank gak bisa kayak gitu," kata Bhima.
Salah satu bank digital di Indonesia yaitu PT Bank Jago Tbk yang memiliki fitur "Kantong" (pocket) yang terintegrasi di dalam aplikasi bank digitalnya yang diklaim mempermudah nasabah untuk mengelola keuangan dan kebutuhan finansialnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, nasabah bisa membuat kantong untuk dana akhir pekan, kantong untuk cicilan, kantong jajan, kantong untuk belanja harian dan lain sebagainya.
Bank Jago juga melakukan survei ke sejumlah nasabah untuk mengukur kendala utama yang mereka temui dalam mengelola uang. Sebagian besar menyatakan kesulitan mengatur uang karena seluruh dana tercampur dalam satu rekening. Sebagian besar responden pernah mencoba memisahkan uang untuk tujuan tertentu dengan membuka rekening di bank berbeda. Misalnya membuat tabungan pendidikan di Bank A, tabungan liburan di Bank B dan dana darurat di Bank C.
Hanya saja hal itu tidak efisien karena nasabah harus mengeluarkan banyak biaya administrasi, biaya transfer, serta tidak praktis karena harus bernavigasi di beberapa aplikasi mobile banking. Belum lagi urusan menyisihkan uang untuk investasi seperti menabung rutin di reksadana atau membeli saham secara gradual, yang mengharuskan mereka membuka rekening terpisah lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021