Ketua Front Perjuangan Rakyat Ketapang (FPRK) Isa Anshari menuding adanya ratusan ekskavator beroperasi di sejumlah wilayah Kabupaten Ketapang di areal penambangan emas tanpa izin (PETI).
"Kami menyampaikan kepada Kapolres Ketapang bahwa telah terjadi PETI menggunakan ratusan ekskavator milik para cukong di beberapa lokasi di Ketapang," ungkap Isa saat memberikan keterangan kepada wartawan di Ketapang, Jumat (5/11).
Isa mengungkapkan pada 23 Agustus 2021 FPRK sudah bertemu langsung Kapolres Ketapang. Bahkan melakukan aksi damai di depan Mapolres Ketapang belum lama ini serta menyampaikan beberapa permasalahan yang terjadi termasuk masalah PETI di Ketapang.
"Belum lama ini kita cek ke lapangan lagi ternyata masih banyak aktifitas PETI menggunakan ekskavator," ujar dia.
Ia sangat menyayangkan jika yang ditangkap hanya masyarakat biasa. "Patut diduga sebagai tumbal atau pihak yang dikorbankan untuk menutupi kegiatan para cukong menggunakan ratusan ekskavator tersebut, hukum jangan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," ujarnya.
Sementara Kapolres Ketapang, AKBP Yani Permana SIK MH melalui Kasat Reskrim AKP Primas SIK menegaskan apa yang disampaikan Isa Anshari tidak benar. "Terkait 168 ekskavator pada saat ini dari data kami, itu tidak ada," tegas Primas saat ditemui ANTARA di Mapolres Ketapang..
Primas menjelaskan Kapolres Ketapang, AKBP Yani Permana SIK MH juga baru sekira dua bulan di Ketapang. Ia menambahkan, konsep hukum adalah ada barang siapa. "Jadi, barang siapa yang melakukan tindakan berarti yang ada di depan mata kita. Kalau di sini kita sudah menangkap kemudian bersangkutan tak menyampaikan siapa yang bertanggungjawab, otomatis kita hanya memproses yang ditangkap," ujarnya.
Ia menambahkan kemudian Polres Ketapang tidak hanya tinggal diam melakukan upaya paksa dan kepastian hukum saja. Tapi juga ada upaya yaitu dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menerbitkan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
"Sesuai yang disampaikan Kepala ESDM Provinsi (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Barat-red) saat di sini ada beberapa kendala. Ada beberapa klausa untuk terkait penerbitan WPR dan ini sedang diupayakan Pemda," jelasnya.
Maka dalam hal ini Polres Ketapang atau Polri tetap mengedepankan upaya preventif. "Kepastian hukum adalah yang terakhir. Jadi terkait hal ini kami juga butuh dan kerjasama dengan Pemda, tidak hanya tinggal diam," lanjutnya.
Terkait apa yang disampaikan Isa, ia menegaskan pihaknya tidak mengatakan itu hoaks. "Jadi itu (pernyataan Isa mengenai aktifitas ekskavator melakukan PETI di Ketapang-red) perlu kami dalami dan selidiki. Tapi kami di sini sudah melakukan upaya, banyak sekali dari tahun 2020 dan 2021. Bahkan kami mendapatkan tahun 2021 ini rekor dalam hal penangkapan Polres Ketapang ada 26 tersangka yang pada 2020 hanya 14," paparnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Kami menyampaikan kepada Kapolres Ketapang bahwa telah terjadi PETI menggunakan ratusan ekskavator milik para cukong di beberapa lokasi di Ketapang," ungkap Isa saat memberikan keterangan kepada wartawan di Ketapang, Jumat (5/11).
Isa mengungkapkan pada 23 Agustus 2021 FPRK sudah bertemu langsung Kapolres Ketapang. Bahkan melakukan aksi damai di depan Mapolres Ketapang belum lama ini serta menyampaikan beberapa permasalahan yang terjadi termasuk masalah PETI di Ketapang.
"Belum lama ini kita cek ke lapangan lagi ternyata masih banyak aktifitas PETI menggunakan ekskavator," ujar dia.
Ia sangat menyayangkan jika yang ditangkap hanya masyarakat biasa. "Patut diduga sebagai tumbal atau pihak yang dikorbankan untuk menutupi kegiatan para cukong menggunakan ratusan ekskavator tersebut, hukum jangan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," ujarnya.
Sementara Kapolres Ketapang, AKBP Yani Permana SIK MH melalui Kasat Reskrim AKP Primas SIK menegaskan apa yang disampaikan Isa Anshari tidak benar. "Terkait 168 ekskavator pada saat ini dari data kami, itu tidak ada," tegas Primas saat ditemui ANTARA di Mapolres Ketapang..
Primas menjelaskan Kapolres Ketapang, AKBP Yani Permana SIK MH juga baru sekira dua bulan di Ketapang. Ia menambahkan, konsep hukum adalah ada barang siapa. "Jadi, barang siapa yang melakukan tindakan berarti yang ada di depan mata kita. Kalau di sini kita sudah menangkap kemudian bersangkutan tak menyampaikan siapa yang bertanggungjawab, otomatis kita hanya memproses yang ditangkap," ujarnya.
Ia menambahkan kemudian Polres Ketapang tidak hanya tinggal diam melakukan upaya paksa dan kepastian hukum saja. Tapi juga ada upaya yaitu dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menerbitkan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
"Sesuai yang disampaikan Kepala ESDM Provinsi (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Barat-red) saat di sini ada beberapa kendala. Ada beberapa klausa untuk terkait penerbitan WPR dan ini sedang diupayakan Pemda," jelasnya.
Maka dalam hal ini Polres Ketapang atau Polri tetap mengedepankan upaya preventif. "Kepastian hukum adalah yang terakhir. Jadi terkait hal ini kami juga butuh dan kerjasama dengan Pemda, tidak hanya tinggal diam," lanjutnya.
Terkait apa yang disampaikan Isa, ia menegaskan pihaknya tidak mengatakan itu hoaks. "Jadi itu (pernyataan Isa mengenai aktifitas ekskavator melakukan PETI di Ketapang-red) perlu kami dalami dan selidiki. Tapi kami di sini sudah melakukan upaya, banyak sekali dari tahun 2020 dan 2021. Bahkan kami mendapatkan tahun 2021 ini rekor dalam hal penangkapan Polres Ketapang ada 26 tersangka yang pada 2020 hanya 14," paparnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021