Seorang aktivis lingkungan Hermas R Mering menilai banjir yang terjadi secara tidak wajar di sepanjang Tahun 2021 ini diakibatkan berbagai faktor salah satunya terjadinya kerusakan alam karena pembukaan hutan yang semakin besar seperti penebangan kayu, pertambangan maupun perkebunan.
"Banjir yang terjadi tahun ini suatu fenomena yang tidak biasa, sadar atau tidak, ada faktor lain penyebab terjadinya banjir," kata Hermas Maring, kepada ANTARA, di Putussibau ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Senin.
Pria yang merupakan salah satu pegiat lingkungan di Kapuas Hulu itu menyampaikan daya hisap tanah terhadap air yang semakin berkurang juga salah satu faktor penyebab banjir.
Menurut Hermas, hal tersebut tentu tidak terlepas dari semakin berkurangnya tutupan hutan, berubahnya aliran air sungai atau terjadinya pendangkalan sungai-sungai.
"Intensitas pembukaan hutan semakin besar, baik secara ilegal mau pun legal, baik oleh perusahaan kayu itu sendiri mau pun perusahaan lain yang berbasis penggunaan lahan seperti perkebunan sawit dan pertambangan," ucapnya.
Disebutkan Hermas, di Kapuas Hulu dalam dua tahun terakhir, dari empat kali banjir ada tiga kali kategori banjir besar.
Dari frekuensinya, Tahun 2021 ini saja setidaknya telah terjadi tiga kali banjir besar yang merendam hampir sebagian wilayah Kapuas Hulu.
"Dari segi level air, beberapa masyarakat mengatakan bahwa daerahnya yang dulu tidak pernah kebanjiran, pada tahun ini kebanjiran, sehingga tidak sedikit dari mereka yang tidak siap yang mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit," jelas Hermas.
Dikatakan Hermas, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kapuas Hulu pada September 2021 telah terjadi banjir besar yang merendam 10 kecamatan.
Sedangkan pada banjir di November ini, data BPBD Kapuas Hulu pada 15 November 2021, banjir yang terjadi di 12 kecamatan dan merendam 5.514 pemukiman penduduk dengan 12.129 kepala keluarga atau 38.164 jiwa warga terdampak banjir serta 215 fasilitas umum yang juga terendam banjir.
Lebih lanjut Hermas mengatakn kecamatan yang terdampak banjir pada November saat ini yaitu di Kecamatan Selimbau, Semitau, Silat Hilir, Batang Lupar dan Badau, merupakan kecamatan yang banyak terdapat kegiatan perkebunan kelapa sawit, baik perusahaan mau pun swadaya.
"Perubahan iklim, pembukaan hutan, tata guna lahan yang tidak terkontrol serta pendangkalan sungai-sungai tentu semuanya berkontribusi terhadap terjadinya banjir," jelas Hermas yang juga sebagai Sekretaris Forum Organisasi Masyarakat Sipil Kapuas Hulu.
Diakui Hermas, pembukaan hutan memang terjadi sejak Tahun 1970-an melalui Hak pengusahaan Hutan (HPH), ditambah lagi aktivitas pembukaan hutan semakin marak.
Pada tahun 2020, juga setidaknya pada terdapat dua izin IUPHHK-HA baru di Kapuas Hulu, satu izin beroperasi dan bahkan membuka pabrik flywood wilayah konsesinya supplier pabrik plywood ini berada pada kategori perhuluan Sungai Kapuas.
Selain itu, kata Hermas berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2019 saja, terdapat 29 ijin lokasi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kapuas Hulu.
Sedangkan data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Kapuas Hulu setidaknya 18 perusahaan sawit aktif dalam pengelolaan kebunnya yang rata-rata berada di beberapa kecamatan yang hingga kini banjir.
Hermas mengatakan dengan kondisi bencana saat ini, tidak penting untuk saling menyalahkan atau bahkan mengutuk.
Yang perlukan kita bersama-sama berpikir dan mulai bertindak, kata Hermas, yaitu mendorong prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, agar bencana banjir besar dan bencana alam lainnya tidak terjadi lagi seperti tahun ini.
"Masyarakat tidak juga kehilangan hak-haknya, baik hak wilayahnya mau pun hak hidupnya serta upaya pengembangan daerah tetap berjalan," kata Hermas.
Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kabupaten konservasi yang memiliki 23 kecamatan, 278 desa serta empat kelurahan dengan dua taman nasional yaitu Taman Nasional Betuk Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Kabupaten Kapuas Hulu berada di bagian Timur wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Banjir yang terjadi tahun ini suatu fenomena yang tidak biasa, sadar atau tidak, ada faktor lain penyebab terjadinya banjir," kata Hermas Maring, kepada ANTARA, di Putussibau ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Senin.
Pria yang merupakan salah satu pegiat lingkungan di Kapuas Hulu itu menyampaikan daya hisap tanah terhadap air yang semakin berkurang juga salah satu faktor penyebab banjir.
Menurut Hermas, hal tersebut tentu tidak terlepas dari semakin berkurangnya tutupan hutan, berubahnya aliran air sungai atau terjadinya pendangkalan sungai-sungai.
"Intensitas pembukaan hutan semakin besar, baik secara ilegal mau pun legal, baik oleh perusahaan kayu itu sendiri mau pun perusahaan lain yang berbasis penggunaan lahan seperti perkebunan sawit dan pertambangan," ucapnya.
Disebutkan Hermas, di Kapuas Hulu dalam dua tahun terakhir, dari empat kali banjir ada tiga kali kategori banjir besar.
Dari frekuensinya, Tahun 2021 ini saja setidaknya telah terjadi tiga kali banjir besar yang merendam hampir sebagian wilayah Kapuas Hulu.
"Dari segi level air, beberapa masyarakat mengatakan bahwa daerahnya yang dulu tidak pernah kebanjiran, pada tahun ini kebanjiran, sehingga tidak sedikit dari mereka yang tidak siap yang mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit," jelas Hermas.
Dikatakan Hermas, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kapuas Hulu pada September 2021 telah terjadi banjir besar yang merendam 10 kecamatan.
Sedangkan pada banjir di November ini, data BPBD Kapuas Hulu pada 15 November 2021, banjir yang terjadi di 12 kecamatan dan merendam 5.514 pemukiman penduduk dengan 12.129 kepala keluarga atau 38.164 jiwa warga terdampak banjir serta 215 fasilitas umum yang juga terendam banjir.
Lebih lanjut Hermas mengatakn kecamatan yang terdampak banjir pada November saat ini yaitu di Kecamatan Selimbau, Semitau, Silat Hilir, Batang Lupar dan Badau, merupakan kecamatan yang banyak terdapat kegiatan perkebunan kelapa sawit, baik perusahaan mau pun swadaya.
"Perubahan iklim, pembukaan hutan, tata guna lahan yang tidak terkontrol serta pendangkalan sungai-sungai tentu semuanya berkontribusi terhadap terjadinya banjir," jelas Hermas yang juga sebagai Sekretaris Forum Organisasi Masyarakat Sipil Kapuas Hulu.
Diakui Hermas, pembukaan hutan memang terjadi sejak Tahun 1970-an melalui Hak pengusahaan Hutan (HPH), ditambah lagi aktivitas pembukaan hutan semakin marak.
Pada tahun 2020, juga setidaknya pada terdapat dua izin IUPHHK-HA baru di Kapuas Hulu, satu izin beroperasi dan bahkan membuka pabrik flywood wilayah konsesinya supplier pabrik plywood ini berada pada kategori perhuluan Sungai Kapuas.
Selain itu, kata Hermas berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2019 saja, terdapat 29 ijin lokasi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kapuas Hulu.
Sedangkan data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Kapuas Hulu setidaknya 18 perusahaan sawit aktif dalam pengelolaan kebunnya yang rata-rata berada di beberapa kecamatan yang hingga kini banjir.
Hermas mengatakan dengan kondisi bencana saat ini, tidak penting untuk saling menyalahkan atau bahkan mengutuk.
Yang perlukan kita bersama-sama berpikir dan mulai bertindak, kata Hermas, yaitu mendorong prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, agar bencana banjir besar dan bencana alam lainnya tidak terjadi lagi seperti tahun ini.
"Masyarakat tidak juga kehilangan hak-haknya, baik hak wilayahnya mau pun hak hidupnya serta upaya pengembangan daerah tetap berjalan," kata Hermas.
Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kabupaten konservasi yang memiliki 23 kecamatan, 278 desa serta empat kelurahan dengan dua taman nasional yaitu Taman Nasional Betuk Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Kabupaten Kapuas Hulu berada di bagian Timur wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021