Suasana Kota Sintang, ibu kota Kabupaten Sintang pada Minggu (21/11) perlahan mulai menunjukkan geliatnya kembali setelah hampir satu bulan sebagian besar wilayahnya terendam banjir.

Jalur utama dalam kota seperti Jalan Lintas Melawi yang sempat terendam cukup tinggi, kini sudah dapat dilewati meski di lokasi yang berada bantaran sungai, ketinggian air masih sepinggang orang dewasa.

Banjir yang disebut-sebut paling besar dalam kurun waktu 50 tahun terakhir itu menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam jangka pendek dan panjang. Termasuk penyebab utama dan upaya pencegahan agar tidak terulang.

Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Ditjen PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Helmi Basalamah menyatakan, banjir yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas di Kalimantan Barat, terutama di daerah cekungan dari sungai yang berkelok. Areal terdampak memang berada pada sempadan sungai yang merupakan rawa belakang atau back swamp.

Curah hujan lebat terjadi sejak akhir Oktober sampai awal November 2021 yang secara kumulatif sebesar 294 milimeter (mm) menghasilkan debit banjir sebesar 15.877,12 meter kubik (m3) per detik, melebihi kapasitas tampung sungai sebesar 12.279,80 m3 per detik sehingga terjadi luapan dengan debit 3.597,32 m3 per detik.

Bagian hulu Daerah Tangkapan Air (DTA) lokasi banjir didominasi oleh lereng curam sampai dengan sangat curam. Lokasi-lokasi banjir merupakan meander serta cekungan yang berada di hilir DAS dan merupakan dataran rendah dengan sistem lahan berupa dataran banjir atau flood plain.

Titik Temu

Direktur Yayasan Natural Kapital Indonesia (YNKI) Haryono mengatakan, Kabupaten Sintang secara geografis merupakan titik temu dari tiga sub DAS yang ada di pehuluan Kalbar. Mulai dari DAS Kapuas, Melawi dan Ketungau.

Ketiga sub DAS tersebut mempunyai cakupan areal yang sangat luas. Sub DAS Kapuas terbentang dari kawasan Kabupaten Kapuas Hulu, luasnya mencapai 3,162 juta hektare. Sub DAS Melawi, dari Kabupaten Melawi, luasannya 2,262 juta hektare. Sedangkan Sub DAS Ketungau, dari arah utara Kota Sintang, luas arealnya 558 ribu hektare.

"Dengan cakupan areal yang sangat luas, dapat dibayangkan jika ketiga Sub DAS tersebut mengalami perubahan fungsi, maka dampak yang diterima Kabupaten Sintang terutama di Kota Sintang, seperti yang terjadi sebulan terakhir," ujar dia.

YNKI telah melakukan pemetaan terhadap kondisi di ketiga Sub DAS tersebut. Hasilnya adalah, untuk Sub DAS Kapuas, daerah tangkapan air (DTA) mencapai 59 persen dari luas areal atau 1,866 juta hektare. Sub DAS Melawi, untuk DTA luasnya 1,676 juta hektare atau 74 persen dari luas areal. Sedangkan untuk Sub DAS Ketungau, areal DTA mencapai 117 ribu hektare atau 21 persen dari total areal keseluruhan.

Luas tutupan hutan di DTA Sub Kapuas 1,709 juta hektare (91 persen dari DTA Sub Kapuas), Sub Melawi 1,161 juta hektare (74 persen) dan Sub Ketungau 71.287 hektare (60 persen).

Luas DTA yang terdegradasi di Sub DAS Kapuas mencapai 161.465 hektare, Sub DAS Melawi 515.137 hektare, dan Sub DAS Ketungau 46.567 hektare. Di kawasan DTA tersebut, tercatat ada 5.076 hektare tanaman sawit di Sub DAS Kapuas, 11.354 hektare di Sub DAS Melawi, dan 3.885 hektare di Sub DAS Ketungau.

Daerah resapan gambut dan areal banjiran di masing-masing Sub DAS adalah 26 persen (Kapuas), 0,77 persen (Melawi) dan 43 persen (Ketungau). Persentase kawasan hutan pada area resapan untuk di Sub DAS Kapuas berkisar 89,6 persen, Sub DAS Melawi 2 (dua) persen, dan di Sub DAS Ketungau 26 persen.

"Ini belum lagi ditambah tambang dan PETI di Sub DAS Kapuas 7.939 hektare, Sub DAS Melawi 7.688 hektare, dan Sub DAS Ketungau 1.539 hektare," kata Haryono.

Curah Hujan

Areal pegunungan tengah Kalimantan merupakan areal dengan tingkat hujan paling ekstrem se-Kalimantan. Sehingga, Sub DAS Kapuas, Melawi dan Ketungau, masuk dalam kategori basah atau curah hujan di atas 200 mm per bulan, dengan jumlah bulan di atas 9 bulan. Musim kering pada kawasan tersebut, berkisar dua bulan.

Bahkan di kawasan Sub DAS Kapuas, ada yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, yakni di atas 400 mm per bulan dalam kurun waktu dua bulan.

"Jika hujan terjadi di Sub DAS Kapuas, ada areal resapan yang masih sangat luas dan tersebar, dengan kisaran 480 ribu hektare," kata Haryono. Namun jika Sub DAS Melawi dan Ketungau juga mendapat curah hujan yang tinggi, maka aliran hujan akan langsung menuju hilir sungai.

Khususnya di Sub DAS Melawi, dimana areal banjiran dan resapan hanya 0,77 persen dari daerah tangkapan air.

"Terlebih lagi, daerah tangkapan air perbukitan di atas 100 meter dari permukaan laut, yang sudah degradasi, sangat luas dan tersebar," ujar dia menjelaskan.

Kubikasi air yang sangat besar, ditambah kondisi geografis dan beda ketinggian antara pesisir dan Kabupaten Sintang di kisaran 20 meter, membuat banjir di Sintang lamban surut.

Ia memperkirakan setiap 100 kilometer panjang Sungai Kapuas, selisih ketinggian air hanya empat meter.

Revitalisasi Jangka Pendek-Panjang

Dengan kondisi tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menyiapkan langkah-langkah terpadu dalam jangka pendek maupun panjang. Seperti rehabilitasi dan revitalisasi daerah resapan banjir dan gambut yang saat ini banyak dikonversi oleh penambangan emas tanpa izin dan perkebunan kelapa sawit.

Selain merehabilitasi daerah tangkapan air, termasuk yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, juga perlu mempertimbangkan pemindahan Sintang sebagai ibu kota.

Hal ini dengan mempertimbangkan dengan kondisi daerah tangkapan air, areal banjiran maupun resapan yang kecil.

"Memaksimalkan potensi danau-danau kecil di sepanjang atau di dekat Kota Sintang juga tidak akan cukup menampung debit air jika kondisi serupa terjadi lagi," kata Haryono.

Mengenai usulan mengeruk muara Sungai Kapuas,  Haryono mengingatkan bahwa Sungai Kapuas yang berhulu di Kapuas Hulu, bermuara di empat kawasan yakni Jungkat (Kabupaten Mempawah), Sungai Kakap (Kabupaten Kubu Raya), Teluk Pakedai (Kabupaten Kubu Raya) dan Kubu (Kabupaten Kubu Raya). Aliran dari hulu Kapuas mulai terpecah di Sukalanting, Kabupaten Kubu Raya, sebelum akhirnya menyebar ke empat muara tersebut.

Muara di Jungkat, termasuk dalam Sungai Kapuas Kecil sehingga tidak efektif untuk mempercepat aliran sungai turun dari pehuluan. "Tapi bagaimana membenahi tiga Sub DAS tadi, mulai dari Kapuas, Melawi dan Ketungau," katanya menegaskan.

Terkait peringatan dari BMKG bahwa akan terjadi La Nina hingga Februari 2022, ia mengaku tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir terulang mengingat permasalahan yang kompleks, luas dan waktu yang sangat singkat.

Namun, pemerintah daerah harus menyiapkan mitigasi jika terjadi bencana serupa. Seperti lokasi pengungsian, pengamanan akses dan layanan penting, serta bantuan pangan selama bencana serta opsi pemindahan kota.

Selain itu, semua pemangku kepentingan duduk bersama mencari solusi terbaik tanpa saling menyalahkan atau membenarkan. Sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pelaksanaan pengelolaan kawasan DAS lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Izin-izin perkebunan kelapa sawit juga diterbitkan oleh bupati dan gubernur.

Diibutuhkan komitmen dan konsistensi dari para pengambil kebijakan.


 

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021