Koordinator Manajemen Integritas, Kode Etik dan Disiplin SDM Aparatur Kementerian PAN RB, Rosdiana mengatakan, Satgas Penanganan Radikalisme mencatat 28 Aparatur Sipil Negara (ASN) dinyatakan terbukti terpapar paham radikalisme sepanjang 2020-2021.
"Kemudian, ada yang tidak terbukti sebanyak 16 ASN. Secara keseluruhan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN RB) menerima 44 laporan terkait dengan ASN yang terpapar paham radikalisme," kata Rosdiana di Pontianak, Kamis.
Untuk menanggulangi masuknya paham radikalisme pada jajaran ASN, katanya, perlu diberikan pemahaman terkait penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan ASN/
Ia menambahkan jika kemudian menemukan ASN yang terpapar paham radikalisme maka perlu melaporkan ke Inspektorat Jenderal di lingkungan unit kerjanya. Menurutnya Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah ujung tombak dalam pencegahan paham radikalisme yakni dengan penanganan Portal Aduan ASN terkait radikalisme.
Sementara itu, mekanisme dalam menindaklanjuti penanganan Portal Aduan ASN terkait Radikalisme antara lain tindak lanjut dari aduan melalui Portal Aduan ASN. Selanjutnya Profiling BKN, untuk memverifikasi terduga ASN dan bukan ASN.
Profilling dilakukan tim investigasi yang terdiri dari Kementerian PAN RB, Kementerian Kominfo, BIN, BNPT dan BKN.
Kemudian, lanjutnya, penentuan jenis pelanggaran radikalisme oleh Satgas Penanganan Radikalisme. Lalu rekomendasi pemberian sanksi, penyampaian surat rekomendasi kepada PPK dan pemantauan dan supervisi tindak lanjut dari rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin oleh Satgas Penanganan Radikalisme.
"Pada kasus jika Pejabat Pembina Kepegawaian pada suatu instansi tidak menjalankan rekomendasi dalam memberikan hukuman disiplin, maka ada kemungkinan bahwa PPK tersebut bisa dijatuhkan hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman yang seharusnya diberikan kepada bawahannya," kata Rosdiana.
Ia melanjutkan, dalam surat keputusan bersama (SKB) kementerian dan lembaga terkait penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan pada ASN, terdapat 11 jenis pelanggaran yang diatur di dalamnya.
Misalnya penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
"Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka satu dan dua melalui media sosial dengan share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya," kata dia.
Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan pemerintah terkait isu radikalisme, yakni menerbitkan Surat Edaran Menteri PAN RB No. 137 Tahun 2018 Tanggal 21 Mei 2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Media Sosial bagi ASN.
"Kemudian Surat Edaran BKN No. K.26-30/V.72-2/99 Tahun 2018 Tanggal 31 Mei 2018 tentang Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Kemudian, ada yang tidak terbukti sebanyak 16 ASN. Secara keseluruhan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN RB) menerima 44 laporan terkait dengan ASN yang terpapar paham radikalisme," kata Rosdiana di Pontianak, Kamis.
Untuk menanggulangi masuknya paham radikalisme pada jajaran ASN, katanya, perlu diberikan pemahaman terkait penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan ASN/
Ia menambahkan jika kemudian menemukan ASN yang terpapar paham radikalisme maka perlu melaporkan ke Inspektorat Jenderal di lingkungan unit kerjanya. Menurutnya Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah ujung tombak dalam pencegahan paham radikalisme yakni dengan penanganan Portal Aduan ASN terkait radikalisme.
Sementara itu, mekanisme dalam menindaklanjuti penanganan Portal Aduan ASN terkait Radikalisme antara lain tindak lanjut dari aduan melalui Portal Aduan ASN. Selanjutnya Profiling BKN, untuk memverifikasi terduga ASN dan bukan ASN.
Profilling dilakukan tim investigasi yang terdiri dari Kementerian PAN RB, Kementerian Kominfo, BIN, BNPT dan BKN.
Kemudian, lanjutnya, penentuan jenis pelanggaran radikalisme oleh Satgas Penanganan Radikalisme. Lalu rekomendasi pemberian sanksi, penyampaian surat rekomendasi kepada PPK dan pemantauan dan supervisi tindak lanjut dari rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin oleh Satgas Penanganan Radikalisme.
"Pada kasus jika Pejabat Pembina Kepegawaian pada suatu instansi tidak menjalankan rekomendasi dalam memberikan hukuman disiplin, maka ada kemungkinan bahwa PPK tersebut bisa dijatuhkan hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman yang seharusnya diberikan kepada bawahannya," kata Rosdiana.
Ia melanjutkan, dalam surat keputusan bersama (SKB) kementerian dan lembaga terkait penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan pada ASN, terdapat 11 jenis pelanggaran yang diatur di dalamnya.
Misalnya penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
"Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka satu dan dua melalui media sosial dengan share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya," kata dia.
Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan pemerintah terkait isu radikalisme, yakni menerbitkan Surat Edaran Menteri PAN RB No. 137 Tahun 2018 Tanggal 21 Mei 2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Media Sosial bagi ASN.
"Kemudian Surat Edaran BKN No. K.26-30/V.72-2/99 Tahun 2018 Tanggal 31 Mei 2018 tentang Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021