Kasus perceraian di wilayah Pengadilan Agama Ketapang sebanyak 872 perkara selama 2021. Kasus tersebut meliputi 696 perkara cerai gugat dan 176 perkara cerai talak. Ini diungkapkan Ketua PA Ketapang, Munawir SEi melalui Humas dan Juru Bicara PA Ketapang, Achmad Rifqi Jalaluddin Qolyubi.
"Kasus sebanyak itu terjadi di dua Kabupaten yakni Ketapang dan Kayong Utara wilayah kerja PA Ketapang. Lantaran Kabupaten Kayong Utara belum ada PA hingga saat ini," kata Achmad Rifqi kepada wartawan.
Ia menambahkan semua perkara itu juga hanya untuk yang beragama Islam. Lantaran perceraian selain yang beragama Islam di Pengadilan Negeri. "Kasus perceraian selama 2021 ini sedikit meningkat dibanding selama 2020," ungakpnya.
Dijelaskannya cerai gugat adalah istri mengajukan atau menggugat sedangkan cerai talak dilakukan oleh suami. "Jadi kasus perceraian paling banyak atau dominan adalah dari pihak istri menggugat. Selain itu ada juga kasus hendak bercerai tapi setelah kita mediasi atau damaikan tak jadi bercerai," tuturnya.
Achmad Rifqi mengungkapkan kasus perceraian di wilayah PA Ketapang kebanyakan disebabkan faktor ekonomi. Sehingga terjadi perselisihan hingga pertengkaran terus menerus berujung terjadi perceraian. "Misal suaminya belum bekerja, ada yang bekerja tapi tidak memberikan nafkah kepada istrinya," paparnya.
"Selain itu ada juga karena suaminya pemabuk di penjara dan lain sebagainya. Ada juga karena suaminya sudah lama hidup terpisah. misalnya istri di Ketapang suaminya di Jawa atau Sumatera. Sehingga terjadi cerai gugat karena harus di tempat domisili istri," lanjutnya.
Ia melanjutkan, sementara terhadap cerai talak penyebab paling mendominasi adalah kelalaian istri terhadap suami. Misalnya tidak patuh kepada suami dan lain sebagainya.
Terhadap kasus perceraian ini paling banyak juga terjadi pada usia pasangan 20 hingga 30 tahun.
Lantaran awalnya ada yang menikah dengan memohon deispensasi karena belum cukup usia 19 tahun. "Ternyata yang bercerai itu mereka yang minta dispensasi menikah tersebut," ujarnya.
"Jadi usia muda menjadi faktor juga terjadinya perceraian. Di antaranya mungkin karena pola pikir merema belum stabil, belum bisa mengontrol emosi dan lain sebagainya. Sehingga memicu pertengkaran hingga berujung perceraian," tambah Achmad Rifqi.
Ia menegaskan kepada masyarakat khususnya di wilayah PA Ketapang baik di Ketapang atau Kabupaten Kayong Utara. Perceraian adalah hal diboleh agama tapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Maka seyogyanya jika ada sesuatu hal yang memicu ke arah perceraian.
Tentu hal pemicunya kurang komunikasi yang baik antara suami istri. Maka dikomunikasikan dahulu agar jangan sampai terjadi perceraian.
Kalau pun memang sudah harus bercerai karena kalau dipertahankan akan sakit dikemudian. Maka diharapkan bercerailah sebaik mungkin agar tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari.
"Karena kalau perceraian secara tidak baik maka bisa mencul perkara-perkara lain. Misalnya timbul sengketa pengasuhan anak, sengketa harya gono gini dan lain sebagainya. Kalau becerai secara baik InsyaAllah perkara seperti itu juga diselesaikan secara baik-baik juga," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Kasus sebanyak itu terjadi di dua Kabupaten yakni Ketapang dan Kayong Utara wilayah kerja PA Ketapang. Lantaran Kabupaten Kayong Utara belum ada PA hingga saat ini," kata Achmad Rifqi kepada wartawan.
Ia menambahkan semua perkara itu juga hanya untuk yang beragama Islam. Lantaran perceraian selain yang beragama Islam di Pengadilan Negeri. "Kasus perceraian selama 2021 ini sedikit meningkat dibanding selama 2020," ungakpnya.
Dijelaskannya cerai gugat adalah istri mengajukan atau menggugat sedangkan cerai talak dilakukan oleh suami. "Jadi kasus perceraian paling banyak atau dominan adalah dari pihak istri menggugat. Selain itu ada juga kasus hendak bercerai tapi setelah kita mediasi atau damaikan tak jadi bercerai," tuturnya.
Achmad Rifqi mengungkapkan kasus perceraian di wilayah PA Ketapang kebanyakan disebabkan faktor ekonomi. Sehingga terjadi perselisihan hingga pertengkaran terus menerus berujung terjadi perceraian. "Misal suaminya belum bekerja, ada yang bekerja tapi tidak memberikan nafkah kepada istrinya," paparnya.
"Selain itu ada juga karena suaminya pemabuk di penjara dan lain sebagainya. Ada juga karena suaminya sudah lama hidup terpisah. misalnya istri di Ketapang suaminya di Jawa atau Sumatera. Sehingga terjadi cerai gugat karena harus di tempat domisili istri," lanjutnya.
Ia melanjutkan, sementara terhadap cerai talak penyebab paling mendominasi adalah kelalaian istri terhadap suami. Misalnya tidak patuh kepada suami dan lain sebagainya.
Terhadap kasus perceraian ini paling banyak juga terjadi pada usia pasangan 20 hingga 30 tahun.
Lantaran awalnya ada yang menikah dengan memohon deispensasi karena belum cukup usia 19 tahun. "Ternyata yang bercerai itu mereka yang minta dispensasi menikah tersebut," ujarnya.
"Jadi usia muda menjadi faktor juga terjadinya perceraian. Di antaranya mungkin karena pola pikir merema belum stabil, belum bisa mengontrol emosi dan lain sebagainya. Sehingga memicu pertengkaran hingga berujung perceraian," tambah Achmad Rifqi.
Ia menegaskan kepada masyarakat khususnya di wilayah PA Ketapang baik di Ketapang atau Kabupaten Kayong Utara. Perceraian adalah hal diboleh agama tapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Maka seyogyanya jika ada sesuatu hal yang memicu ke arah perceraian.
Tentu hal pemicunya kurang komunikasi yang baik antara suami istri. Maka dikomunikasikan dahulu agar jangan sampai terjadi perceraian.
Kalau pun memang sudah harus bercerai karena kalau dipertahankan akan sakit dikemudian. Maka diharapkan bercerailah sebaik mungkin agar tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari.
"Karena kalau perceraian secara tidak baik maka bisa mencul perkara-perkara lain. Misalnya timbul sengketa pengasuhan anak, sengketa harya gono gini dan lain sebagainya. Kalau becerai secara baik InsyaAllah perkara seperti itu juga diselesaikan secara baik-baik juga," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022