12 Kepala Desa (Kades) dalam tiga kecamatan di Kabupaten Ketapang tagih janji Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Kepala Kantor Pertanahan Ketapang, Banu Subekti. Khususnya segera menyelesaikan permasalahan peta Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) berbentuk horizontal versi BPN untuk Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Grup sebagai pemenang lelang eks PT Benua Indah Grup (BIG).
"Saat kami unjuk rasa pada 28 Maret lalu, pak Banu itu janji akan segera menyelesaikan permasalahan ini. Bahkan tim ATR/BPN sudah berapa hari setelah kami unjuk rasa turun ke lapangan ngecek langsung. Namun sampai hari ini sudah lebih dari 200 hari tidak ada jawaban yang jelas tentang permasalahan ini," ungkap Toro Kedes Pengatapan Raya Kecamatan Tumbang Titi di Ketapang, Jumat.
"Jadi kami 12 Kades yang terkena dampak persoalan ini secara langsung meminta BPN segera menyelesaikan persoalan ini. Ribuan masyarakat kami sudah semakin resah karena persoalan ini tidak selesai-selesai, tidak ada kejelasan hingga sekarang," lanjutnya.
Toro menegaskan, ribuan masyarakat tak pernah menerima bahkan akan melawan jika Peta SHGU berbentuk horizontal versi BPN tetap untuk lahan perkebunan BGA Grup. Lantaran banyak rumah dan tanah serta lahan kebun masyarakat sudah punya sertifikat hak milik (SHM) masuk dalam SHGU perusahaan jika sesuai peta tersebut.
"Bahkan fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pemakaman hingga jalan umum juga masuk jika sesuai peta itu. Jadi kami minta penyelesaiannya agat peta SHGU horizontal versi BPN tersebut tidak berlaku," tegas Toro.
"Kami mendukung jika BPN memberlakukan peta SHGU untuk BGA Group yang dikatakan berbentuk vertikal sesuai hasil lelang yang didapat perusahaan tersebut. Lantaran sesuai peta vertikal itu tak ada hak milik kami dan fasilitas umum masuk dalam SHGU atau menjadi milik perusahaan," lanjutnya.
Toro memaparkan 12 desa yang terkena peta SHGU horizontal tersebut yakni di Kecamatan Pemahan meliputi Desa Semayok Baru dan Usaha Baru. Di Kecamatan Tumbang Titi meliputi Desa Pengatapan Raya, Senkeharak, Kalimas Baru dan Lalang Panjang. Serta di Kecamatan Sungai Melayu Rayak meliputi Desa Piansak, Karya Mukti, Mekar Jaya, Sungai Melayu Baru, Sungai Melayu Jaya dan Jairan Jaya.
"Jangan sampai terjadi keributan besar karena persoalan ini tak selesai-selesai. Contoh sudah ada, terjadi pertumpahan darah di PT Eagle High Planatation atau Arttu di Desa Segar Wangi, juga di Kecamatan Tumbang Titi, tempat kami. Warga ditembak anggota, bermula panen sawit di lahan yang diakui warga memiliki SHM dan perusahaan mengaku masuk dalam SHGU mereka," tuturnya.
"Jadi saya minta persoalan kami di 12 ini segera diselesaikan. Kalau terjadi kisruh maka saya pastikan akan terjadi keributan dan pertumpahan darah besar. Sebab persoalan ini melibatkan ribuan masyarakat yang sudah semakin resah dan semakin kompak siap turun bersama-sama," tutup Toro.
Kepala Kantor (Kakan) Pertanahan Ketapang, Banu Subekti melalui Kepala Sub Bangian Tata Usaha, Ferdiansyah mengatakan memang dari Kementerian sudah turun ke lapangan di Ketapang. Namun hingga saat ini belum ada kepastian hahsilnya apa yang diterima oleh Kantor Pertanahan Ketapang.
"Kita masih menunggu hasil draf jawaban dari Kementerian," ungkapnya.
Menurutnya, Kantor Pertanahan Ketapang sudah mengirim surat ke Kanwil yang kemudian diforward atau dikirim lagi ke Pusat. Kemudian berdasarkan Info yang ada bahwa drafnya sudah ada. Bahkan juga sudah ditandatangani para anggotanya sesuai surat keputusan (SK) pelaksana dari Kamenterian.
Namun ia tidak tahu kendala apa hingga saat ini draf hasil tersebut belum keluar dan diterima pihaknya. "Kendala kami tidak tau karena semua keputusan di Kementerian. Jadi sebenarnya kami hanya menunggu saja hasilnya bagaimana," ujar Ferdiansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Saat kami unjuk rasa pada 28 Maret lalu, pak Banu itu janji akan segera menyelesaikan permasalahan ini. Bahkan tim ATR/BPN sudah berapa hari setelah kami unjuk rasa turun ke lapangan ngecek langsung. Namun sampai hari ini sudah lebih dari 200 hari tidak ada jawaban yang jelas tentang permasalahan ini," ungkap Toro Kedes Pengatapan Raya Kecamatan Tumbang Titi di Ketapang, Jumat.
"Jadi kami 12 Kades yang terkena dampak persoalan ini secara langsung meminta BPN segera menyelesaikan persoalan ini. Ribuan masyarakat kami sudah semakin resah karena persoalan ini tidak selesai-selesai, tidak ada kejelasan hingga sekarang," lanjutnya.
Toro menegaskan, ribuan masyarakat tak pernah menerima bahkan akan melawan jika Peta SHGU berbentuk horizontal versi BPN tetap untuk lahan perkebunan BGA Grup. Lantaran banyak rumah dan tanah serta lahan kebun masyarakat sudah punya sertifikat hak milik (SHM) masuk dalam SHGU perusahaan jika sesuai peta tersebut.
"Bahkan fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pemakaman hingga jalan umum juga masuk jika sesuai peta itu. Jadi kami minta penyelesaiannya agat peta SHGU horizontal versi BPN tersebut tidak berlaku," tegas Toro.
"Kami mendukung jika BPN memberlakukan peta SHGU untuk BGA Group yang dikatakan berbentuk vertikal sesuai hasil lelang yang didapat perusahaan tersebut. Lantaran sesuai peta vertikal itu tak ada hak milik kami dan fasilitas umum masuk dalam SHGU atau menjadi milik perusahaan," lanjutnya.
Toro memaparkan 12 desa yang terkena peta SHGU horizontal tersebut yakni di Kecamatan Pemahan meliputi Desa Semayok Baru dan Usaha Baru. Di Kecamatan Tumbang Titi meliputi Desa Pengatapan Raya, Senkeharak, Kalimas Baru dan Lalang Panjang. Serta di Kecamatan Sungai Melayu Rayak meliputi Desa Piansak, Karya Mukti, Mekar Jaya, Sungai Melayu Baru, Sungai Melayu Jaya dan Jairan Jaya.
"Jangan sampai terjadi keributan besar karena persoalan ini tak selesai-selesai. Contoh sudah ada, terjadi pertumpahan darah di PT Eagle High Planatation atau Arttu di Desa Segar Wangi, juga di Kecamatan Tumbang Titi, tempat kami. Warga ditembak anggota, bermula panen sawit di lahan yang diakui warga memiliki SHM dan perusahaan mengaku masuk dalam SHGU mereka," tuturnya.
"Jadi saya minta persoalan kami di 12 ini segera diselesaikan. Kalau terjadi kisruh maka saya pastikan akan terjadi keributan dan pertumpahan darah besar. Sebab persoalan ini melibatkan ribuan masyarakat yang sudah semakin resah dan semakin kompak siap turun bersama-sama," tutup Toro.
Kepala Kantor (Kakan) Pertanahan Ketapang, Banu Subekti melalui Kepala Sub Bangian Tata Usaha, Ferdiansyah mengatakan memang dari Kementerian sudah turun ke lapangan di Ketapang. Namun hingga saat ini belum ada kepastian hahsilnya apa yang diterima oleh Kantor Pertanahan Ketapang.
"Kita masih menunggu hasil draf jawaban dari Kementerian," ungkapnya.
Menurutnya, Kantor Pertanahan Ketapang sudah mengirim surat ke Kanwil yang kemudian diforward atau dikirim lagi ke Pusat. Kemudian berdasarkan Info yang ada bahwa drafnya sudah ada. Bahkan juga sudah ditandatangani para anggotanya sesuai surat keputusan (SK) pelaksana dari Kamenterian.
Namun ia tidak tahu kendala apa hingga saat ini draf hasil tersebut belum keluar dan diterima pihaknya. "Kendala kami tidak tau karena semua keputusan di Kementerian. Jadi sebenarnya kami hanya menunggu saja hasilnya bagaimana," ujar Ferdiansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022