Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) perlindungan data untuk melindungi data, terutama data negara, dari berbagai ancaman kebocoran ataupun peretasan, seperti yang dilakukan oleh Bjorka.

“Nah, kami (pemerintah) membuat satgas untuk lebih berhati-hati (melindungi dan mengamankan data),” ujar Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu.

Adapun pembentukan satgas dan pembahasan penyelesaian kasus peretasan oleh Bjorka itu telah melalui perundingan yang melibatkan Mahfud MD selaku Menkopolhukam, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Jhonny G. Plate, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.

Baca juga: Raksasa teknologi dukung rencana pertahanan keamanan siber AS

Selanjutnya, Mahfud juga menyampaikan bahwa terdapat dua hal yang mendasari pembentukan satgas tersebut. Pertama, kata dia, peristiwa peretasan terutama yang diklaim dilakukan oleh seseorang bernama Bjorka telah mengingatkan bangsa Indonesia tentang pentingnya membangun sistem keamanan siber yang lebih canggih.

Kedua, ia mengatakan bahwa pembentukan satgas tersebut juga merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang akan segera disahkan oleh DPR RI.

Sejauh ini, Mahfud mengatakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi telah disahkan di tingkat I oleh DPR RI dan akan segera disahkan di tingkat II melalui sidang paripurna DPR.

Terkait dengan peretasan yang dilakukan oleh Bjorka, menurut Mahfud, data-data yang bocor merupakan data yang bersifat umum, bukan data-data rahasia negara.

"Ini cuma data-data umum yang sifatnya umum dan isinya sampai detik ini belum ada yang (data rahasia negara) dibobol,” kata Mahfud.

Bahkan, menurut Mahfud, motif peretasan oleh Bjorka bukan motif yang membahayakan, melainkan motif yang menggabungkan persoalan politik, ekonomi, dan jual beli.

“Motif-motif kayak itu tidak ada yang terlalu membahayakan,” ucapnya.

Baca juga: Keamanan siber Indonesia membaik 2020
Baca juga: Polri pastikan data anggota serta servernya aman

Meskipun begitu, Mahfud menekankan kepada seluruh masyarakat bahwa pemerintah senantiasa serius dalam menangani kasus-kasus kebocoran data.

“Kami akan serius menangani dan sudah mulai menangani masalah ini,” ujar dia.

Sebelumnya, "Bjorka" menjadi perbincangan lantaran selama 2022 mengklaim telah berhasil meretas sejumlah data rahasia, mulai data penduduk Indonesia, data pengguna kartu SIM, data pribadi Menteri Kominfo Johnny G. Plate, serta data dokumen rahasia milik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), dan sejumlah tokoh nasional lainnya.

Klaim "Bjorka" itu disebarluaskan oleh sebuah akun Twitter "DarkTracer: DaekWeb Criminal Intelligence", yang kemudian viral dan sempat menjadi salah satu topik pembahasan terpopuler di Twitter.

Baca juga: Perlindungan Privasi dan Identitas Mengkhawatirkan Pengguna Internet
Baca juga: Peretas masuki sistem e-mail FBI dan mengirim ribuan pesan
 
 
Keamanan jaringan yang melindungi data internal pada kementerian-kementerian dan perusahaan retail cenderung lebih rentan diserang baik oleh spam maupun peretas, kata Direktur Solusi PT Natari Systems Fajar Isnanto.
 
"Terutama untuk kementerian atau lembaga pemerintahan karena biasanya walaupun mereka punya anggaran tetapi cenderung tidak memaksimalkan untuk solusi keamanan jaringan," katanya di Jakarta, Selasa.
 
Hal sama terjadi pada sejumlah perusahaan kecil yang biasanya menghadapi kendala dana untuk membiayai solusi keamanan jaringan.

Baca selengkapnya: Perlindungan Data Internal Kementerian Rentan di Serang Peretas

Baca juga: Artikel - Dibutuhkan UU Perlindungan Data Internet
Baca juga: Ancaman di dunia maya, Polandia tingkatkan kewaspadaan terhadap serangan siber
Baca juga: Perkuat keamanan siber cegah situs pemerintah untuk judi online

Pewarta: Tri Meilani Ameliya

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022