Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Kalimantan Barat menyelenggarakan Festival Saprahan Pelajar Tingkat SMP se-Kota Pontianak guna melestarikan dan mengenalkan budaya besaprah kepada generasi muda.

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Kamis, mengatakan budaya Saprahan merupakan cara makan yang telah ada sejak zaman dahulu dan merupakan warisan leluhur saat menjamu para tamu pada perayaan hari besar.

Peserta festival itu 170 pelajar berasal dari 17 SMP negeri di daerah setempat.

Ia mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menjaga bersama-sama budaya Saprahan.

“Besaprah adalah adab dalam memuliakan tamu, umumnya era sekarang budaya Saprahan banyak ditinggalkan dengan cara modern,” ujarnya usai membuka secara simbolis festival tersebut di Rumah Adat Melayu.

Baca juga: Festival Saprahan meriahkan Hari Jadi Kota Pontianak ke-247
Baca juga: Pemkot Pontianak Gelar Festival Saprahan Meriahkan Hut Ke-246

Dia mengharapkan festival tersebut menjadi pengingat masyarakat untuk menjaga kebudayaan khas Kota Pontianak.

Apabila, katanya, kehidupan saat ini terdapat perpaduan tradisi dengan kebiasaan modern, sehingga berbagai hal yang pakem dari budaya harus tetap dikedepankan.

“Misalnya hidangan dan varian makanan boleh disesuaikan kondisi. Tapi tetap ada menu pokok yang harus jadi ikon hidangan Saprahan Kota Pontianak, seperti nasi kebuli, pacri nanas, semur, dan acar. Minuman juga ada, seperti air sepang harus ada. Dengan begini jadi branding (jenama) yang kuat untuk Kota Pontianak,” ujarnya.

Manfaat dari makanan dan minum, katanya, tidak lengkap apabila sikap seseorang saat menyantap hidangan tidak diiringi etika, seperti cara duduk yang menjadi penilaian tersendiri saat Saprahan.

Edi menyampaikan banyak keunggulan yang didapat dengan besaprah, di antaranya kesehatan dan kebugaran.

“Hasilnya akan optimal jika dimakan dengan etika. Tidak hanya menjadi energi, tapi juga memiliki nilai sejarah. Hal seperti ini yang harus dipahami generasi muda,” katanya.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak Sri Sujiarti mengatakan penyelenggaraan Festival Saprahan wujud tanggung jawab moral dan kepedulian terhadap nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di Kota Pontianak, serta meningkatkan silaturahim di kalangan generasi muda.

“Agar mengenal, memahami, dan bangga dengan budaya lokal,” katanya.

Baca juga: Pemkab Kubu Raya terus lestarikan tradisi makan saprahan
Baca juga: Wali Kota Pontianak ajak masyarakat jaga persatuan jelang Pemilu 2019

Ia mengatakan terdapat tiga juri dalam festival itu, yakni sejarawan Kota Pontianak Syafaruddin Usman, pegiat budaya Rahmawati, dan penggiat adat istiadat Syarifah Maryanti.

Seorang anggota Dewan Juri Festival Saprahan, Syafaruddin Usman, menjelaskan terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam lomba tersebut, yaitu tata boga dan tata busana. Khusus tata boga, yaitu tentang cita dan citra rasa kekhasan kuliner, sedangkan untuk tata busana yang akan diperhatikan etika penyajian.

“Etikanya itu yang dimaksud kesesuaian memadukan adat dan budaya serta cara mempersilakan tamu menikmati kuliner tersebut,” katanya,

Ciri khas menu Saprahan Kota Pontianak ketimbang daerah lain adalah bumbu yang terkandung kebanyakan percampuran menu Melayu dan Timur Tengah.

Syafaruddin menambahkan pengenalan budaya harus dilakukan sejak dini.

“Supaya anak muda tidak asing dan tidak canggung dengan budayanya sendiri,” katanya.


Baca juga: Pemkot Pontianak gelar lomba menghidangkan makanan Saprahan
Baca juga: Lomba inovasi Saprahan meriahkan Hari Jadi Kota Pontianak
Baca juga: Festival Saprahan meriahkan Hari Jadi Kota Pontianak

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022