Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Irini Dewi Wanti menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menjadi pahlawan untuk negara dan bangsa.

"Ada slogan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Walaupun itu masih relevan, untuk saat ini saya kira bangsa yang besar adalah bangsa yang mau jadi pahlawan untuk negara dan bangsanya," kata Irini dalam acara pembukaan pameran Kelana Bestari di Museum Kebangkitan Nasional dalam rangkaian Hari Pahlawan yang diperingati pada 10 November di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Hari Pahlawan jadi momentum perkuat persatuan dan kesatuan

Menurut Irini, hal tersebut harus dapat melekat di benak masyarakat, terutama generasi muda yang merupakan penerus bangsa di masa depan.

Ia mengatakan generasi muda harus mampu meneladani semangat dan perjuangan para pahlawan terdahulu. Jika sebelum kemerdekaan para pahlawan berjuang untuk bangkit dari penjajahan atau kolonialisme, generasi muda saat ini harus bisa menjadi pahlawan dengan cara mengisi kemerdekaan.

"Yang mengalir di jiwa kita, khususnya anak-anak muda, bukan lagi soal bangkit dari masalah penjajahan, dari kolonialisme, tapi bagaimana caranya untuk mengisi kemerdekaan kita," ujarnya.

Berbicara mengenai cara menjadi pahlawan di masa kini, Irini mengatakan seseorang harus mempunyai jiwa besar dan semangat yang luar biasa untuk mengisi kemerdekaan dengan cara dan kemampuan masing-masing, termasuk melalui karya seni.

"Tentunya dengan cara masing-masing, dengan mengekspresikan dirinya masing-masing. Misalnya, untuk saat ini dengan komunitas-komunitas seni yang luar biasa. Maka, pesan-pesan dari seni itu tentu akan jadi bagian dari misi pembangunan, dan justru ruh kesenian itu lebih bisa dekat dan lebih praktis untuk dijiwai oleh setiap orang saat menikmati karya seni itu sendiri," ucap Irini.

Baca juga: Hari Pahlawan ingatkan peran pemuka agama perkuat persatuan umat dan bangsa

Baca juga: Dandim Kapuas Hulu sebut berjuang perkuat ketahanan pangan

 

Suatu siang, seorang pekerja muda, sebut saja namanya Hendra, dimarahi oleh atasannya karena dinilai ada yang kurang sempurna dalam pekerjaannya.

Kemudian, si atasan bertanya kepada Hendra, apakah dia juga marah atau tidak terima ketika dimarahi.

Dengan tegas si pekerja itu menjawab, "Tidak, Pak. Saya terima teguran Bapak".

Dalam hati, Hendra berkata bahwa dirinya sudah terbiasa dimarahi oleh "si bapak" saat masih kuliah. Hendra memang berangkat dari kondisi ekonomi orang tua yang pas-pasan. Jangankan kuliah, untuk menyelesaikan pendidikan SMA pun rasanya tidak mungkin.Baca selengkapnya: Pahlawan yang tersembunyi

 

Pewarta: Suci Nurhaliza

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022