Masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia menyambut baik skema Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) dengan target nilai investasi 20 miliar dolar AS sebagai salah satu pencapaian Presidensi Indonesia di dalam forum G20.

Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengatakan pemerintah Indonesia harus segera menindaklanjuti komitmen JETP dengan segera menyusun kebijakan yang menjamin proses transisi energi benar-benar berjalan dengan adil.

“Untuk mencapai sasaran dari program tersebut, maka JETP sejak awal harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel," kata Tata dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Kalimantan Barat strategis bagi G20 sebagai produsen energi hijau

Skema pendanaan JETP terdiri atas 10 miliar dolar AS yang berasal dari pendanaan publik berupa pinjaman lunak dan hibah. Kemudian, 10 miliar dolar AS lainnya berasal dari pendanaan swasta yang diketuai oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, and Standard Chartered.

JETP akan dimanfaatkan untuk mendorong pemensiunan dini PLTU batu bara di Indonesia serta investasi di teknologi dan industri energi terbarukan. Skema pendanaan tersebut sebagai sinyal positif untuk mendorong percepatan transisi energi.

"Pendanaan itu juga seharusnya melarang dengan tegas semua PLTU baru dan memberikan disinsentif di sektor batu bara, dukungan peraturan yang jelas untuk meningkatkan skala energi terbarukan, menangani reformasi yang sangat dibutuhkan oleh PLN,” ujar Tata.

Baca juga: Perhelatan KTT G20 momentum kenalkan potensi energi hijau

Pada 14 November 2022, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Bank Pembangunan Asia (ADB) bersama mitra lainnya, seperti lembaga donor, penelitian dan masyarakat sipil telah meluncurkan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform yang merupakan skema untuk mendorong percepatan transisi energi berkeadilan.

PT Sarana Multi Infrastruktur ditunjuk sebagai Country Platform Manager ETM dan focal point nasional kegiatan ETM. Salah satu PLTU yang akan menjadi target awal pemensiunan dengan skema ETM adalah PLTU Cirebon I berkapasitas 660 megawatt.

Dalam forum G20 juga disebutkan ada dua pembangkit listrik batu bara lainnya, yaitu PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 3 x 350 megawatt dan PLTU Pacitan 2 x 315 megawatt dengan skema pengalihan atau spin off aset dengan pembiayaan campuran yang melibatkan para investor.
 
PT PLN (Persero) menggandeng  sejumlah lembaga internasional untuk mendorong perkuatan _smart grid_ dalam rangka mendukung transisi energi. Kehadiran _smart grid_ sangat penting seiring dengan terus meningkatnya kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang menjadi pemasok utama kebutuhan listrik ke depan. 

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, pembangkit EBT akan mendominasi penambahan kapasitas pembangkit yaitu sebesar 20,9 Giga Watt (GW) atau sekitar 51,6 persen dari total proyek pembangkit baru. 

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi menjelaskan Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis dipisahkan oleh lautan. Saat ini jaringan listrik PLN yang terdiri dari 4 sistem besar dan 16 sistem kecil hingga menengah dengan lebih dari ratusan sistem terisolasi beroperasi untuk menyalurkan energi ke masyarakat. 

Setiap sistem memiliki konfigurasi pembangkit yang berbeda, infrastruktur transmisi yang berbeda dan karakteristik beban yang berbeda. Dengan karakteristik geografis, masing-masing pulau memiliki potensi energi terbarukan yang berbeda-beda sehingga setiap sistem memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda untuk integrasi energi terbarukan.  Baca selengkapnya: EBT jadi energi masa depan, PLN siap perkuat smart grid
 

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022