"Hal ini betul-betul membutuhkan upaya yang sangat tinggi dalam mengelola limbah tersebut, namun potensial digunakan sebagai bahan amelioran atau sebagai sumber pupuk silika," ujarnya di Jakarta, Senin.
Ismon menjelaskan kondisi lahan pertanian di Indonesia saat ini telah kekurangan kandungan silika. Senyawa itu hilang dari tanah melalui proses desilikasi akibat pelapukan dan pencucian yang sangat intensif terutama di negara tropis.
Proses desilikasi menjadi semakin cepat karena selama ini petani jarang mengembalikan sisa panen atau jerami ke lahan dan tidak ada penambahan pupuk yang bersumber dari pupuk silika.
"Saat ini tidak ada atau jarang kita dengar dan lihat ada petani yang memupuk lahan dengan silika. Namun, akhir-akhir ini pupuk silika sudah banyak dijual di pasaran dengan harga yang cukup mahal," kata Ismon.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, abu terbang tidak lagi masuk kategori limbah B3. Meski demikian masih jarang sektor pertanian yang memanfaatkan potensi abu terbang tersebut.
Sementara itu di negara-negara luar, seperti China, India, dan Jepang sudah lama memanfaatkan abu terbang sebagai amelioran dan sudah diproduksi sebagai zeolite.
Pada tahun 2023, BRIN melalui penelitian rumah program telah melakukan optimalisasi pemanfaatan abu terbang sebagai bahan amelioran untuk sistem budidaya berkelanjutan bawang merah pada dataran tinggi dan lahan gambut.
Riset itu akan kembali berlanjut ke tahap memformulasikan bahan organik menjadi suatu formulasi yang efektif dalam meningkatkan kualitas lahan, termasuk di daerah sentra bawang merah.
Sentra produksi bawang merah di Indonesia umumnya terletak di lahan kering dataran tinggi yang didominasi jenis tanah andisol. Pada tanah andisol unsur fosfat sebagian besar terikat oleh mineral liat nonkristalin alofan, imogolite dan ferihidrid.
Bahan organik dalam dosis tinggi sangat dibutuhkan untuk melepaskan fosfat terfiksasi agar tanah menjadi subur.
Ismon menuturkan agar bawang merah dapat berproduksi maksimal pada Andisol dibutuhkan pupuk organik yang sangat tinggi berkisar antara 20-70 ton per hektare. Pengaruh bahan organik terhadap kesediaan fosfat secara langsung melalui proses mineralisasi dan secara tidak langsung membantu pelepasan fosfor yang terfiksasi.
"Asam organik dapat melepaskan fosfat yang terikat oleh aluminium, besi, dan kalsium menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Fosfat terfiksasi juga dapat dilepaskan melalui reaksi pertukaran dengan ion silikat,” pungkas Ismon.