Warga komplek Star Borneo Residence (SBR) 7 Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur, Lota Pontianak Kalimantan Barat menolak masuk dalam wilayah Kabupaten Kubu Raya untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Kisruh ini muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2020 yang menetapkan batas wilayah di sejumlah titik.
"Menanggapi keputusan itu, hari ini puluhan warga RW 023 Komplek SBR 7 melakukan aksi memasang baliho pernyataan sikap di depan gerbang komplek itu," kata Ketua RW 023 Jamaludin M Yasin di Pontianak, Minggu.
Jamaludin mengatakan, polemik batas wilayah antara Kota Pontianak dengan Kabupaten Kubu Raya masih bergejolak. Karena hingga saat ini sebagian kompleks SBR 7 itu ditetapkan dalam daerah pemilihan Kabupaten Kubu Raya.
Dampaknya, sebagian warga di komplek tersebut masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Kubu Raya.
"Kami warga SBR 7 RW 23 menolak dengan tegas jika sebagian komplek kami masuk dalam wilayah Kabupaten Kubu Raya. Sebagaimana Permendagri Nomor 52 Tahun 2020 dan kami siap untuk tidak ikut berpartisipasi dalam Pemilu 2024," ungkap Jamaludin seperti yang tertulis di baleho yang dipasang warga.
Jamaludin mengatakan bahwa warga yang mengikuti aksi ini tidak hanya RT 03, tetapi juga RT 01,02 dan 04 di bawah naungan RW 023.
"Karena sejak awal menempati komplek ini, seluruh data kependudukan hingga sertifikat tanah bahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat dalam wilayah Kota Pontianak," tegasnya.
Jamaludin menerangkan pada Pemilu sebelumnya, warga SBR 7 RW 23 melakukan pencoblosan di wilayah Kota Pontianak bukan di wikayah Kubu Raya. Adapun jumlah warga yang terdampak akibat dikeluarkannya Permendagri Nomor 52/2020 dan ditetapkan dalam DPT Kubu Raya sebanyak 185 pemilih. Sedangkan jumlah keseluruhan warga di RW 023 sebanyak 800 lebih.
"Seluruh warga yang terdampak dari permasalahan penentuan batas wilayah ini berpegangan pada historis data kependudukan seperti KTP, KK dan sertifikat kepemilikan tanah yang notabene tercatat dalam wilayah Kota Pontianak sejak awal menempati komplek tersebut," tuturnya.
Jamaludin juga menyampaikan, apabila aksi yang dilakukan warga tidak mendapat tanggapan atau tindak lanjut untuk penyelesaiannya, baik oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubu Raya bahkan Gubernur Kalbar, tidak menutup kemungkinan aksi ini tidak hanya berhenti sampai di sini.
"Selama kami tidak ditetapkan sebagai warga Kota Pontianak, kami akan terus suarakan aspirasi ini," ujar Jamaludin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Menanggapi keputusan itu, hari ini puluhan warga RW 023 Komplek SBR 7 melakukan aksi memasang baliho pernyataan sikap di depan gerbang komplek itu," kata Ketua RW 023 Jamaludin M Yasin di Pontianak, Minggu.
Jamaludin mengatakan, polemik batas wilayah antara Kota Pontianak dengan Kabupaten Kubu Raya masih bergejolak. Karena hingga saat ini sebagian kompleks SBR 7 itu ditetapkan dalam daerah pemilihan Kabupaten Kubu Raya.
Dampaknya, sebagian warga di komplek tersebut masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Kubu Raya.
"Kami warga SBR 7 RW 23 menolak dengan tegas jika sebagian komplek kami masuk dalam wilayah Kabupaten Kubu Raya. Sebagaimana Permendagri Nomor 52 Tahun 2020 dan kami siap untuk tidak ikut berpartisipasi dalam Pemilu 2024," ungkap Jamaludin seperti yang tertulis di baleho yang dipasang warga.
Jamaludin mengatakan bahwa warga yang mengikuti aksi ini tidak hanya RT 03, tetapi juga RT 01,02 dan 04 di bawah naungan RW 023.
"Karena sejak awal menempati komplek ini, seluruh data kependudukan hingga sertifikat tanah bahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat dalam wilayah Kota Pontianak," tegasnya.
Jamaludin menerangkan pada Pemilu sebelumnya, warga SBR 7 RW 23 melakukan pencoblosan di wilayah Kota Pontianak bukan di wikayah Kubu Raya. Adapun jumlah warga yang terdampak akibat dikeluarkannya Permendagri Nomor 52/2020 dan ditetapkan dalam DPT Kubu Raya sebanyak 185 pemilih. Sedangkan jumlah keseluruhan warga di RW 023 sebanyak 800 lebih.
"Seluruh warga yang terdampak dari permasalahan penentuan batas wilayah ini berpegangan pada historis data kependudukan seperti KTP, KK dan sertifikat kepemilikan tanah yang notabene tercatat dalam wilayah Kota Pontianak sejak awal menempati komplek tersebut," tuturnya.
Jamaludin juga menyampaikan, apabila aksi yang dilakukan warga tidak mendapat tanggapan atau tindak lanjut untuk penyelesaiannya, baik oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubu Raya bahkan Gubernur Kalbar, tidak menutup kemungkinan aksi ini tidak hanya berhenti sampai di sini.
"Selama kami tidak ditetapkan sebagai warga Kota Pontianak, kami akan terus suarakan aspirasi ini," ujar Jamaludin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023