Plt Menteri Komunikasi dan Informatika Mahfud MD mengatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan agar proyek menara Base Transceiver Station (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemnkominfo) terus dilanjutkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap infrastruktur telekomunikasi.

“Karena itu sudah didesain sebagai strategi kebijakan strategis pembangunan untuk pelayanan rakyat sejak 2006 dan sudah berjalan bagus setiap tahun, sudah dipertanggungjawabkan maka itu kita usahakan untuk dilanjutkan,” kata Mahfud MD usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Mahfud MD menghadap Presiden Jokowi pada Senin ini untuk memberikan laporan mengenai kesiapannya menjadi Plt Menkominfo setelah Johnny Plate ditetapkan sebagai tersangka proyek pengadaan BTS oleh penyidik Kejaksaan Agung.

Mahfud mengatakan jika proyek BTS dihentikan saat ini, maka masyarakat akan mengalami kerugian. Pengadaan infrastruktur telekomunikasi seperti BTS, ujar dia, sudah menjadi kebutuhan rakyat.

"Oleh sebab itu, arahan Presiden, jangan diputus, itu usahakan itu jalan. Usahakan semua kembali uangnya, yang sekarang masih gelap di mana-mana itu dan dioperasikan ke situ. Tentu hukum yang akan melakukan itu," kata Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.

Meskipun proyek BTS dilanjutkan, Mahfud menjamin, penegakan hukum akan dilakukan dengan tegas terhadap para pelaku korupsi proyek BTS. Saat ini proyek dugaan korupsi BTS yang merugikan negara hingga Rp8 triliun sedang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Soal proyeknya nanti kita cari jalan agar itu terus. Karena saya sudah panggil mantan-mantan menteri itu, mantan-mantan Menkominfo. ‘Pak ini dulu sudah berjalan baik dari tahun ke tahun sesuai dengan jadwal, kok rusaknya baru sekarang?’, Gitu,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan proyek pengadaan BTS sudah berjalan sejak 2006. Sejak tahun tersebut hingga 2019, proyek tersebut berjalan lancar dan baik.

Namun, kata Mahfud, masalah muncul pada tahun anggaran 2020-2021 dengan pengadaan proyek BTS yang senilai Rp28 triliun.

Hingga Maret 2023, kata Mahfud, pengguna anggaran melaporkan terdapat 1.100 tower atau menara terealisasi dari 4.200 yang ditargetkan. Kemudian, dilakukan pemeriksaan oleh satelit dan hasilnya terdapat 958 menara. Namun, kata Mahfud, dari 958 menara itu tidak diketahui apakah bisa digunakan atau tidak.

“Dari 958 tower itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak karena sudah diambil 8 sampel dan itu semuanya itu tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi. Tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar Rp2,1 triliun. Sehingga masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan di pengadilan yang sebesar Rp 8 triliun,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan penyidik di Kejaksaan Agung juga akan melacak aliran dana yang disalahgunakan dalam proyek pengadaan BTS itu.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment, dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, dan mantan Menkominfo Jhonny G. Plate.

Baca juga: Penangkapan Lukas Enembe lancar berkat sinergi Polri-TNI-KPK
 



Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berkomitmen untuk mengikis gratifikasi karena dampak negatif pada orang yang menerimanya sebab dapat mempengaruhi integritas dan profesionalismenya.

"Gratifikasi harus dihindari dan dianggap sebagai tindakan yang tidak etis. Pemkot Pontianak berkomitmen mengikis gratifikasi," ujarnya pada sosialisasi pengendalian gratifikasi bagi pegawai negara dan BUMD lingkup Pemkot Pontianak yang disampaikan oleh KPK RI di Aula Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Kantor Wali Kota, Senin.

Edi juga menambahkan, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemkot Pontianak memperoleh nilai 90,05 persen di 2022. MCP merupakan aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan pemantauan capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

"Jajaran Pemkot Pontianak berupaya untuk meningkatkan MCP melalui perbaikan dan evaluasi serta capaian-capaian target sebagai cerminan pelaksanaan pelayanan publik atau tata kelola di Pemerintahan Kota Pontianak," ungkapnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktorat dan Pelayanan Publik KPK RI, Muhammad Indra Furqon, menjelaskan, pemahaman makna gratifikasi oleh masyarakat memang masih sangat minim. Betapa tidak, di 2019, KPK melakukan survei partisipasi publik. Hasil dari survei itu ternyata hanya 37 persen saja masyarakat yang paham apa itu gratifikasi. Sedangkan 63 persennya tidak paham makna gratifikasi. Baca selengkapnya: Edi Kamtono komitmen kikis gratifikasi

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023