Praktisi kesehatan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Ukuh Tri Anjarsari menyebutkan post power syndrome atau sindrom pasca-kekuasaan dapat menyebabkan depresi terselubung pada lansia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Ketika lansia tidak bertemu lagi dengan lingkungan kerja yang sebelumnya mengakui dirinya itu, dapat menjadi faktor pemicu depresi terselubung," katanya pada acara diskusi dalam memperingati Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ukuh juga mengatakan lansia yang sebelumnya produktif di pekerjaan tertentu akan mengubah rutinitas kebiasaannya ketika memasuki masa pensiun.
Hal tersebut, sambungnya, akan menyebabkan lansia merasa tidak diakui lagi dan akan menimbulkan stres yang dapat memicu adanya depresi terselubung.
"Tidak semua orang bisa langsung beradaptasi dari masa produktif ke masa pensiun," tutur dokter yang praktik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta itu.
Baca juga: Diet sehat bantu lawan depresi terhadap pria muda
Baca juga: Diet sehat bantu lawan depresi terhadap pria muda
Dia menganjurkan kepada para lansia agar tetap menjaga hubungan sosial dengan masyarakat sekitar agar tetap dapat bersosialisasi dengan orang lain meskipun bukan di masa produktifnya.
Dia juga menyebutkan saat ini terdapat banyak wadah sosial dimana para lansia dapat mengaktualisasikan diri, seperti pada acara-acara keagamaan, acara di lingkungan RT/RW, memelihara binatang atau tumbuhan, dan bermain alat musik.
Dia juga menganjurkan para lansia untuk tetap menjaga kesehatan dengan berolahraga dengan rutin dan mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Selain itu dia menganjurkan para lansia tetap berjalan-jalan ke luar rumah seperti dengan mengikuti acara reuni agar tidak bosan serta membangkitkan memorinya agar tetap merasa bahagia.
"Manusia adalah individu sosial yang merasa bahwa dirinya ada dan ingin diperhatikan. Hal ini juga ada pada lansia, tapi kadang lansia merasa sudah tua untuk apa sering keluar. Padahal ini juga kebutuhan sebagai makhluk sosial," kata Ukuh Tri Anjarsari.
Baca juga: Dokter akui curhat adalah langkah awal pencegahan depresi di masa pandemi
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengatakan membatasi perolehan informasi secara berlebihan dari berita-berita yang belum diketahui kebenarannya dapat membantu menjaga kesehatan jiwa di tengah pandemi COVID-19.
"Batasi informasi yang berlebihan," kata psikiater dari PDSKJI dr. Lahargo Kembaren dalam Konferensi Pers di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan masyarakat perlu membatasi diri untuk memperoleh berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena kecemasan, kekhawatiran bisa muncul akibat terlalu banyak menonton, membaca dan mendengar informasi secara berlebihan.
"Mengambil jarak sejenak dari informasi tersebut akan baik bagi kesehatan jiwa kita," katanya.
Kemudian, untuk menjaga kesehatan jiwa di tengah pandemi COVID-19, masyarakat juga perlu memilah informasi dengan memperolehnya dari sumber-sumber yang terpercaya.
"Dengan membaca dari sumber yang keliru itu akan membuat kita lebih cemas, lebih khawatir dan memungkinkan untuk memunculkan masalah kesehatan jiwa," katanya.
Selanjutnya, masyarakat juga perlu mengatasi berbagai kondisi perasaan yang tidak nyaman akibat COVID-19 dengan melakukan hal-hal yang positif. Baca juga: Batasi informasi berlebihan untuk jaga kesehatan jiwa
Baca juga: Dokter akui curhat adalah langkah awal pencegahan depresi di masa pandemi
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengatakan membatasi perolehan informasi secara berlebihan dari berita-berita yang belum diketahui kebenarannya dapat membantu menjaga kesehatan jiwa di tengah pandemi COVID-19.
"Batasi informasi yang berlebihan," kata psikiater dari PDSKJI dr. Lahargo Kembaren dalam Konferensi Pers di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan masyarakat perlu membatasi diri untuk memperoleh berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena kecemasan, kekhawatiran bisa muncul akibat terlalu banyak menonton, membaca dan mendengar informasi secara berlebihan.
"Mengambil jarak sejenak dari informasi tersebut akan baik bagi kesehatan jiwa kita," katanya.
Kemudian, untuk menjaga kesehatan jiwa di tengah pandemi COVID-19, masyarakat juga perlu memilah informasi dengan memperolehnya dari sumber-sumber yang terpercaya.
"Dengan membaca dari sumber yang keliru itu akan membuat kita lebih cemas, lebih khawatir dan memungkinkan untuk memunculkan masalah kesehatan jiwa," katanya.
Selanjutnya, masyarakat juga perlu mengatasi berbagai kondisi perasaan yang tidak nyaman akibat COVID-19 dengan melakukan hal-hal yang positif. Baca juga: Batasi informasi berlebihan untuk jaga kesehatan jiwa
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023