Transaksi senjata antara Korea Utara dan Rusia menunjukkan Rusia tengah menghadapi situasi mengerikan di tengah perang melawan Ukraina, kata Juru Bicara Pentagon Brigadir Jenderal Pat Ryder pada Selasa waktu setempat.

Ryder menanggapi laporan yang menyatakan Korea Utara kemungkinan mengirimkan senjata kepada Rusia.

"Rusia mempertahankan hubungan dengan Korea Utara," kata Ryder dalam jumpa pers harian ketika ditanya tentang kemungkinan kedua negara berdagang senjata.

Financial Times sebelumnya melaporkan bahwa pasukan Ukraina menggunakan roket Korea Utara yang disita dari sebuah kapal yang menunjukkan Pyongyang dan Moskow mungkin bertransaksi senjata.

Baca juga: Kim Jong Un perintahkan militer Korut amankan pasokan obat

"Tentu saja, sebelum ini kami sudah mencermati Rusia berusaha  mendapatkan amunisi dari negara-negara seperti Korea Utara," tambah Ryder.

"Saya belum bisa memberikan informasi baru apapun di luar apa yang telah kami katakan sebelumnya tentang topik ini. Tapi sekali lagi, hal ini menyingkapkan  kesulitan yang dihadapi Rusia terkait upayanya dalam memasok dan memperbarui kapabilitas amunisinya."

AS sebelumnya menuding Korea Utara memasok amunisi untuk tentara bayaran Rusia, Wagner Group, guna dipakai di Ukraina, padahal resolusi Dewan Keamanan PBB melarang negara mana pun berdagang  senjata dengan Korea Utara.

Ryder mengaku belum bisa memberikan informasi terbaru ketika ditanya soal prajurit Travis King, anggota dinas aktif AS yang ditempatkan di Korea Selatan  yang bulan lalu melintasi perbatasan dua Korea untuk masuk Korea Utara.

Baca juga: AS desak Korut bergabung dalam pembicaraan terkait nuklir dan misilnya

Namun, dia bisa memastikan Korea Utara telah merespons Komando PBB (UNC), dengan merujuk "pengakuan" Korea Utara bahwa mereka menerima penyelidikan UNC terhadap King.

"Yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah, seperti yang Anda dengar dari yang kami katakan sebelumnya,  Komando PBB telah berkomunikasi atau menyediakan jalur komunikasi melalui saluran komunikasi yang aman," kata dia.

Mengenai KTT tiga pihak antara Presiden AS Joe Biden, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dia mengatakan  AS akan terus bekerja sama dengan dua sekutu  paling setianya itu guna mewujudkan perdamaian dan stabilitas Indo-Pasifik.

KTT trilateral tersebut akan digelar di Camp David pada 18 Agustus.

Sumber: Yonhap-OANA


 
Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) menggelar pertemuan kelompok kerja untuk membahas ancaman siber Korea Utara (Korut) pekan ini, kata Departemen Luar Negeri AS pada Rabu.

Rencana pertemuan itu dilakukan di tengah upaya bersama mereka untuk memutus dana ilegal agar tidak disalurkan ke program pengembangan senjata ilegal Korut.

Menurut Deplu AS, pertemuan kelompok kerja tersebut digelar di Korsel pada Rabu (waktu setempat) dan dipimpin oleh Wakil Utusan Khusus AS untuk Korut Jung Pak dan rekannya dari Korsel, Lee Jun-il.

"Republik Korea (ROK) menjadi tuan rumah Kelompok Kerja AS-ROK keempat tentang Ancaman Siber Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) pada 26 Juli," kata Deplu AS dalam sebuah rilis pers.

Deplu AS merujuk kepada nama resmi Korsel -- ROK dan Korut -- DPRK.

"Pertemuan tersebut menggarisbawahi kolaborasi erat antara pemerintah AS dan Korsel untuk membendung kemampuan Korut dalam memperoleh pendapatan untuk program senjata pemusnah massal (WMD) dan rudal balistik yang melanggar hukum," kata departemen AS itu.Baca berita selengkapnya: Kelompok Kerja AS dan Korea Selatan gelar pertemuan bahas ancaman siber Korut


 

Pewarta: Katriana

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023