Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalimantan Barat memperkuat Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (PPOT) untuk mewujudkan kebun kelapa sawit berkelanjutan terutama agar lestari dan terlindungi.
"Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi perkebunan yang signifikan. Untuk itu lah PPOT penting agar sawit ini berkelanjutan atau lestari dan terlindungi," ujar Kadisbunnak Kalbar, Heronimus Hero di Pontianak, Sabtu.
Ia menambahkan bahwa resiliensi atau memitigasi perkebunan memang harus terus dijaga agar tetap berkontribusi signifikan dalam perekonomian bangsa dan daerah.
"Contoh serangan ganoderma 10 pohon/hektare atau 7 persen untuk kebun seluas 10.000 Ha kerugiannya bisa mencapai Rp30 miliar/tahun. Jika kejadian seperti ini terjadi dan dibiarkan, tentu akan mengancam resiliensi perkebunan," papar dia.
Menurutnya agar resiliensi hadir maksimal pihak memberikan penguatan terhadap peran perlindungan tanaman. Bentuk nyatanya melalui rapat koordinasi petugas POPT Wilayah Kerja BPTP Pontianak agar menjaga resiliensi perkebunan khususnya dalam rangka mewujudkan kebun kelapa sawit lestari dan terlindungi.
Pemerintah Kalbar sendiri telah meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit Berkelanjutan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengelolaan DBH Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
"Dalam kerangka ini 80 persen dari DBH sawit dialokasikan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan, sementara 20 persen digunakan untuk kegiatan lainya seperti pendataan perkebunan sawit rakyat, Penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB), serta rehabilitasi hutan dan lahan," ucapnya.
"Kami berharap dengan sinergi dan rapat koordinasi bisa menghasilkan rumusan pertemuan yang dapat menjadi arahan atau panduan dalam mendukung penguatan perlindungan perkebunan khususnya kelapa sawit yang lestari dan terlindungi di wilayah tugas POPT se Kalbar," papar dia.
Saat ini luas kebun sawit di Kalbar baik dari kebun negara, swasta dan swadaya sudah tembus 2 juta hektare dan produksinya melebihi 6 juta ton per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi perkebunan yang signifikan. Untuk itu lah PPOT penting agar sawit ini berkelanjutan atau lestari dan terlindungi," ujar Kadisbunnak Kalbar, Heronimus Hero di Pontianak, Sabtu.
Ia menambahkan bahwa resiliensi atau memitigasi perkebunan memang harus terus dijaga agar tetap berkontribusi signifikan dalam perekonomian bangsa dan daerah.
"Contoh serangan ganoderma 10 pohon/hektare atau 7 persen untuk kebun seluas 10.000 Ha kerugiannya bisa mencapai Rp30 miliar/tahun. Jika kejadian seperti ini terjadi dan dibiarkan, tentu akan mengancam resiliensi perkebunan," papar dia.
Menurutnya agar resiliensi hadir maksimal pihak memberikan penguatan terhadap peran perlindungan tanaman. Bentuk nyatanya melalui rapat koordinasi petugas POPT Wilayah Kerja BPTP Pontianak agar menjaga resiliensi perkebunan khususnya dalam rangka mewujudkan kebun kelapa sawit lestari dan terlindungi.
Pemerintah Kalbar sendiri telah meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit Berkelanjutan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengelolaan DBH Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
"Dalam kerangka ini 80 persen dari DBH sawit dialokasikan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan, sementara 20 persen digunakan untuk kegiatan lainya seperti pendataan perkebunan sawit rakyat, Penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB), serta rehabilitasi hutan dan lahan," ucapnya.
"Kami berharap dengan sinergi dan rapat koordinasi bisa menghasilkan rumusan pertemuan yang dapat menjadi arahan atau panduan dalam mendukung penguatan perlindungan perkebunan khususnya kelapa sawit yang lestari dan terlindungi di wilayah tugas POPT se Kalbar," papar dia.
Saat ini luas kebun sawit di Kalbar baik dari kebun negara, swasta dan swadaya sudah tembus 2 juta hektare dan produksinya melebihi 6 juta ton per tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023