Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan tentang pentingnya cadangan data nasional sebagai langkah antisipasi insiden peretasan Pusat Data Nasional (PDN) terulang di kemudian hari.
"Di back up semua data nasional kita, sehingga kalau ada kejadian, kita tidak terkaget-kaget," kata Presiden Jokowi usai meresmikan ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Karawang, Jawa Barat, Rabu.
Presiden telah mengevaluasi insiden peretasan dalam bentuk ransomware yang berakibat lumpuhnya server sejumlah lembaga dan kementerian.
Peristiwa itu dialami Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya, yang kali pertama terdeteksi ada 17 Juni 2024.
"Ya, sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting, semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi," katanya.
Kepala Negara menambahkan, peretasan data nasional tidak hanya melanda Indonesia, tapi juga sejumlah negara di dunia.
"Ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," katanya.
Dilansir dari laporan perusahaan keamanan siber, Surfshark, insiden serupa juga dialami sejumlah negara maju dalam beberapa tahun terakhir, seperti Amerika Serikat (2004), Rusia (2019), China (2019), Perancis (2021), Brasil (2020), Inggris (2017), Jerman (2019), Italia (2018), Kanada (2022).
Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) telah mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan instansi mencadangkan data, salah satunya via cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam.
Untuk diketahui, hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan perlindungan data berlapis menggunakan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto memastikan layanan PDNS 2 pulih dari serangan siber pada bulan ini.
"Ini membahas terkait tindak lanjut perintah Bapak Presiden agar seluruh layanan publik dapat kembali normal pada Juli 2024," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor Menko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Di back up semua data nasional kita, sehingga kalau ada kejadian, kita tidak terkaget-kaget," kata Presiden Jokowi usai meresmikan ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Karawang, Jawa Barat, Rabu.
Presiden telah mengevaluasi insiden peretasan dalam bentuk ransomware yang berakibat lumpuhnya server sejumlah lembaga dan kementerian.
Peristiwa itu dialami Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya, yang kali pertama terdeteksi ada 17 Juni 2024.
"Ya, sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting, semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi," katanya.
Kepala Negara menambahkan, peretasan data nasional tidak hanya melanda Indonesia, tapi juga sejumlah negara di dunia.
"Ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," katanya.
Dilansir dari laporan perusahaan keamanan siber, Surfshark, insiden serupa juga dialami sejumlah negara maju dalam beberapa tahun terakhir, seperti Amerika Serikat (2004), Rusia (2019), China (2019), Perancis (2021), Brasil (2020), Inggris (2017), Jerman (2019), Italia (2018), Kanada (2022).
Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) telah mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan instansi mencadangkan data, salah satunya via cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam.
Untuk diketahui, hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan perlindungan data berlapis menggunakan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto memastikan layanan PDNS 2 pulih dari serangan siber pada bulan ini.
"Ini membahas terkait tindak lanjut perintah Bapak Presiden agar seluruh layanan publik dapat kembali normal pada Juli 2024," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor Menko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024