Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pertumbuhan permintaan domestik di beberapa subsektor manufaktur masih menjadi penopang kinerja sektor manufaktur.
Hingga kuartal II 2024, sektor manufaktur Indonesia tercatat tumbuh 3,95 persen secara tahunan (yoy). Hal ini terutama didorong oleh industri logam dasar yang tumbuh 18,1 persen (yoy), industri farmasi kimia 8,0 persen (yoy), dan industri makanan minuman yang tumbuh sebesar 5,5 persen (yoy).
“Jadi domestic demand kita menjadi support dan kita liat di sini (makanan minuman) tumbuh 5,5 persen, industri farmasi tumbuh 8 persen, industri logam dasar yang berhubungan dengan hilirisasi bahkan tumbuhnya double digit 18,1 persen. Jadi kita memang lihat ada beberapa shifting manufaktur yang masih memiliki pattern permintaan baik dalam negeri, dan industri hilirisasi yang still going strong at 18,1 persen growth-nya,” jelas Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa.
Diketahui, Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 tercatat berada di zona kontraksi 49,3 dari sebelumnya 50,7.
PMI Manufaktur menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sektor manufaktur di suatu negara. Dari penurunan PMI Manufaktur tersebut, Sri Mulyani memberikan catatan ada empat industri yang masih memerlukan dorongan agar dapat bertumbuh.
Di antaranya industri mesin yang terkontraksi minus 1,8 persen, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) turun sebesar minus 0,0 persen, industri alas kaki tercatat tumbuh hanya 1,9 persen, serta industri yang tumbuh tipis 2,1 persen.
Penurunan beberapa industri tersebut disinyalir karena adanya penurunan permintaan ekspor dan daya saing dengan produk impor di dalam negeri.
“Mungkin demand-nya masih memadai tapi karena kompetisi dari impor,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bendahara Negara itu mengatakan Pemerintah akan mempersiapkan bauran kebijakan nasional sebagai langkah pemulihan kinerja industri manufaktur dengan berfokus pada penciptaan persaingan yang sehat seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan, tax allowance, hingga tax holiday.
“Ini menggambarkan area manufaktur yang sedang mengalami tekanan, entah itu tekanan karena saingan barang impor. Oleh karena itu menteri terkait, mereka kan melakukan langkah-langkah nanti dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan entah itu menggunakan Bea Masuk, entah pake cara tarif maupun cara yang lain," ucap Sri Mulyani.
Baca juga: Menkeu: APBN defisit Rp93,4 triliun per Juli 2024
Baca juga: Prabowo dan Gibran setujui situasi makro yang pengaruhi APBN 2025
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Hingga kuartal II 2024, sektor manufaktur Indonesia tercatat tumbuh 3,95 persen secara tahunan (yoy). Hal ini terutama didorong oleh industri logam dasar yang tumbuh 18,1 persen (yoy), industri farmasi kimia 8,0 persen (yoy), dan industri makanan minuman yang tumbuh sebesar 5,5 persen (yoy).
“Jadi domestic demand kita menjadi support dan kita liat di sini (makanan minuman) tumbuh 5,5 persen, industri farmasi tumbuh 8 persen, industri logam dasar yang berhubungan dengan hilirisasi bahkan tumbuhnya double digit 18,1 persen. Jadi kita memang lihat ada beberapa shifting manufaktur yang masih memiliki pattern permintaan baik dalam negeri, dan industri hilirisasi yang still going strong at 18,1 persen growth-nya,” jelas Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa.
Diketahui, Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 tercatat berada di zona kontraksi 49,3 dari sebelumnya 50,7.
PMI Manufaktur menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sektor manufaktur di suatu negara. Dari penurunan PMI Manufaktur tersebut, Sri Mulyani memberikan catatan ada empat industri yang masih memerlukan dorongan agar dapat bertumbuh.
Di antaranya industri mesin yang terkontraksi minus 1,8 persen, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) turun sebesar minus 0,0 persen, industri alas kaki tercatat tumbuh hanya 1,9 persen, serta industri yang tumbuh tipis 2,1 persen.
Penurunan beberapa industri tersebut disinyalir karena adanya penurunan permintaan ekspor dan daya saing dengan produk impor di dalam negeri.
“Mungkin demand-nya masih memadai tapi karena kompetisi dari impor,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bendahara Negara itu mengatakan Pemerintah akan mempersiapkan bauran kebijakan nasional sebagai langkah pemulihan kinerja industri manufaktur dengan berfokus pada penciptaan persaingan yang sehat seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan, tax allowance, hingga tax holiday.
“Ini menggambarkan area manufaktur yang sedang mengalami tekanan, entah itu tekanan karena saingan barang impor. Oleh karena itu menteri terkait, mereka kan melakukan langkah-langkah nanti dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan entah itu menggunakan Bea Masuk, entah pake cara tarif maupun cara yang lain," ucap Sri Mulyani.
Baca juga: Menkeu: APBN defisit Rp93,4 triliun per Juli 2024
Baca juga: Prabowo dan Gibran setujui situasi makro yang pengaruhi APBN 2025
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024