Pemerintah Kota Pontianak terus memperkuat dan meningkatkan mitigasi dalam menghadapi ancaman banjir di antaranya melalui permodelan risiko banjir.
"Kondisi topografi kota yang rentan terhadap banjir serta dampak perubahan iklim yang makin terlihat membuat pemkot bergerak cepat. Permodelan banjir merupakan langkah penting dalam pengendalian dan mitigasi bencana banjir," ujar Kepala Bappeda Kota Pontianak, Sidig Handanu, di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa permodelan banjir merupakan proses untuk memahami perilaku sistem sungai saat terjadi banjir, mengidentifikasi area yang berpotensi terkena banjir, dan menilai dampak fitur alami dan buatan manusia terhadap risiko banjir.
Menurut dia di Kota Pontianak ada tiga bencana yang sering terjadi yakni banjir, kebakaran lahan, dan puting beliung.
"Di lapangan pun terjadi kondisi yang kontradiktif. Ketika hujan datang dengan intensitas tinggi, genangan muncul. Namun di saat hujan tak turun hingga sepekan lebih, kebakaran lahan mengancam," jelas dia.
Untuk menyoal banjir, pihaknya melakukan lokakarya "Mengubah Risiko Menjadi Ketahanan melalui Permodelan Risiko Banjir untuk Kota Pontianak" yang diharapkan menjadi solusi atau langkah dalam rangka mitigasi bencana banjir di Pontianak.
Ia menjelaskan lokakarya tersebut merupakan bagian dari proyek FINCAPES di Indonesia, yang menggandeng Universitas Syiah Kuala. Agenda ini melibatkan akademisi, pemerintah, praktisi, dan masyarakat sipil.
"Sebelumnya, tim Departemen Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala sudah meneliti banjir Pontianak sejak Juli 2024 lalu," papar dia.
Ia mengatakan saat ini Pontianak telah memiliki rencana aksi iklim yang di dalamnya turut memetakan wilayah rentan bencana. Hasil lokakarya diharapkan dapat dielaborasikan untuk menghasilkan rencana yang implementatif. Apalagi saat ini pemkot tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
"Kami yakin untuk mengatasi ini perlu dukungan dari kabupaten/kota lain dan Pemprov Kalbar. Karena posisi Pontianak diapit wilayah lain yang lebih luas," katanya.
Melalui data dan temuan baru dari studi ini, Sidig berharap adanya landasan kuat bagi kebijakan tata ruang, investasi infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana.
"Hasil dari studi ini tidak boleh hanya berhenti pada angka atau laporan semata. Kami berharap data ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan yang benar-benar berdaya guna untuk menekan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir, terutama bagi kelompok rentan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Kondisi topografi kota yang rentan terhadap banjir serta dampak perubahan iklim yang makin terlihat membuat pemkot bergerak cepat. Permodelan banjir merupakan langkah penting dalam pengendalian dan mitigasi bencana banjir," ujar Kepala Bappeda Kota Pontianak, Sidig Handanu, di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa permodelan banjir merupakan proses untuk memahami perilaku sistem sungai saat terjadi banjir, mengidentifikasi area yang berpotensi terkena banjir, dan menilai dampak fitur alami dan buatan manusia terhadap risiko banjir.
Menurut dia di Kota Pontianak ada tiga bencana yang sering terjadi yakni banjir, kebakaran lahan, dan puting beliung.
"Di lapangan pun terjadi kondisi yang kontradiktif. Ketika hujan datang dengan intensitas tinggi, genangan muncul. Namun di saat hujan tak turun hingga sepekan lebih, kebakaran lahan mengancam," jelas dia.
Untuk menyoal banjir, pihaknya melakukan lokakarya "Mengubah Risiko Menjadi Ketahanan melalui Permodelan Risiko Banjir untuk Kota Pontianak" yang diharapkan menjadi solusi atau langkah dalam rangka mitigasi bencana banjir di Pontianak.
Ia menjelaskan lokakarya tersebut merupakan bagian dari proyek FINCAPES di Indonesia, yang menggandeng Universitas Syiah Kuala. Agenda ini melibatkan akademisi, pemerintah, praktisi, dan masyarakat sipil.
"Sebelumnya, tim Departemen Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala sudah meneliti banjir Pontianak sejak Juli 2024 lalu," papar dia.
Ia mengatakan saat ini Pontianak telah memiliki rencana aksi iklim yang di dalamnya turut memetakan wilayah rentan bencana. Hasil lokakarya diharapkan dapat dielaborasikan untuk menghasilkan rencana yang implementatif. Apalagi saat ini pemkot tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
"Kami yakin untuk mengatasi ini perlu dukungan dari kabupaten/kota lain dan Pemprov Kalbar. Karena posisi Pontianak diapit wilayah lain yang lebih luas," katanya.
Melalui data dan temuan baru dari studi ini, Sidig berharap adanya landasan kuat bagi kebijakan tata ruang, investasi infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana.
"Hasil dari studi ini tidak boleh hanya berhenti pada angka atau laporan semata. Kami berharap data ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan yang benar-benar berdaya guna untuk menekan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir, terutama bagi kelompok rentan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024