Ahli penyakit dalam Rumah Sakit (RS) Fatmawati dr. Muhammad Ikhsan Mokoagow, Sp.PD-M.Med, Sci, FINASIM menyarankan pasien diabetes yang ingin berpuasa di bulan Ramadhan (sekitar Maret 2025) bisa berkonsultasi dengan dokter mulai Desember ini.
"Seorang penyandang diabetes selayaknya pada bulan-bulan ini dan bulan ke depan, sebelum Ramadhan tiba, sudah kembali berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk menyatakan dirinya akan berpuasa," ujar dia dalam edukasi "Diabetes dan Puasa Ramadhan" yang diadakan RS Fatmawati Jakarta Selatan, Selasa.
Nantinya, dokter atau edukator diabetes akan menentukan tingkatan risiko penyandang diabetes yang bersangkutan, termasuk tingkatan rendah, sedang, atau tinggi.
Konsultasi ke dokter diperlukan karena berpuasa terkadang bisa membuat kadar gula darah turun tetapi juga bisa meningkat dengan cepat.
"Jadi, memungkinkan ketika tidak makan sekalipun gula darahnya justru malah naik," kata Ikhsan.
Di sisi lain, ada sejumlah risiko kesehatan yang bisa dialami pasien diabetes yang menjalani puasa Ramadhan antara lain dehidrasi, hipoglikemia (kondisi kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh berada di bawah normal), dan hiperglikemia (kondisi kadar gula dalam darah meningkat secara berlebihan). Semua risiko kesehatan ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Ikhsan menuturkan pasien yang masuk tingkatan risiko rendah, mungkin aman berpuasa. Walaupun dia masih menjalani evaluasi medis, penyesuaian pengobatan baik dosis maupun waktu pemberiannya, serta pemantauan ketat terhadap gula darah.
Lalu, pada pasien dengan tingkatan risiko sedang, terkait aman atau tidak berpuasa masih belum pasti.
"Karena itu, lebih perlu lagi evaluasi medis yang lebih ketat karena pengaturan obat-obatan dan pemantauan yang ketat perlu dilakukan selama berpuasa," ujar dia.
Sementara pada pasien dengan tingkatan tinggi risiko, maka puasa kemungkinan besar tidak dianjurkan untuk berpuasa dari sisi medis.
Diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula di dalam darah. Adapun prevalensi penyakit ini khususnya di Jakarta berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 meningkat dari 2,5 persen menjadi 3,4 persen dari total 10,5 juta jiwa atau sekitar 250 ribu penduduk di DKI menderita diabetes.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Seorang penyandang diabetes selayaknya pada bulan-bulan ini dan bulan ke depan, sebelum Ramadhan tiba, sudah kembali berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk menyatakan dirinya akan berpuasa," ujar dia dalam edukasi "Diabetes dan Puasa Ramadhan" yang diadakan RS Fatmawati Jakarta Selatan, Selasa.
Nantinya, dokter atau edukator diabetes akan menentukan tingkatan risiko penyandang diabetes yang bersangkutan, termasuk tingkatan rendah, sedang, atau tinggi.
Konsultasi ke dokter diperlukan karena berpuasa terkadang bisa membuat kadar gula darah turun tetapi juga bisa meningkat dengan cepat.
"Jadi, memungkinkan ketika tidak makan sekalipun gula darahnya justru malah naik," kata Ikhsan.
Di sisi lain, ada sejumlah risiko kesehatan yang bisa dialami pasien diabetes yang menjalani puasa Ramadhan antara lain dehidrasi, hipoglikemia (kondisi kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh berada di bawah normal), dan hiperglikemia (kondisi kadar gula dalam darah meningkat secara berlebihan). Semua risiko kesehatan ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Ikhsan menuturkan pasien yang masuk tingkatan risiko rendah, mungkin aman berpuasa. Walaupun dia masih menjalani evaluasi medis, penyesuaian pengobatan baik dosis maupun waktu pemberiannya, serta pemantauan ketat terhadap gula darah.
Lalu, pada pasien dengan tingkatan risiko sedang, terkait aman atau tidak berpuasa masih belum pasti.
"Karena itu, lebih perlu lagi evaluasi medis yang lebih ketat karena pengaturan obat-obatan dan pemantauan yang ketat perlu dilakukan selama berpuasa," ujar dia.
Sementara pada pasien dengan tingkatan tinggi risiko, maka puasa kemungkinan besar tidak dianjurkan untuk berpuasa dari sisi medis.
Diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula di dalam darah. Adapun prevalensi penyakit ini khususnya di Jakarta berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 meningkat dari 2,5 persen menjadi 3,4 persen dari total 10,5 juta jiwa atau sekitar 250 ribu penduduk di DKI menderita diabetes.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024