Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa saat ini, terdapat 1,7 persen penyandang lupus di Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Siti Nadia Tarmizi mengatakan, lupus atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun, di mana imun tubuh menyerang diri sendiri, dan penyakit itu lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Secara global, katanya, sebanyak 100 per 100 ribu orang dewasa memiliki kondisi itu.
"Kalau kita kenal dan ditangani sejak dini, maka usia harapan hidup daripada pasien lupus itu tidak berbeda dengan populasi umum lainnya. Tadi saya sampaikan bahwa umumnya pada usia produktif biasanya sudah diketahui sejak usia 18 tahun atau kemudian sudah bekerja dan sebagainya," kata Nadia dalam temu media daring di Jakarta, Selasa.
Dia menyebutkan bahwa ada sejumlah hal yang memicu penyakit tersebut, misalnya orang dengan bakat lupus yang kemudian bekerja terus menerus di bawah paparan cahaya matahari, sehingga memunculkan penyakit tersebut.
Kemudian, katanya, infeksi berat, kemudian setelah meminum obat tertentu memicu lupus tersebut.
"Atau kalau di dalam keluarga kita punya riwayat penyakit lupus, itu untuk juga diperiksakan, karena kita bisa mendeteksi adanya zat lupus dengan pemeriksaan laboratorium," katanya.
Dia mengatakan, lupus dikenal sebagai penyakit seribu wajah, karena menyerang berbagai organ sehingga gejalanya mirip dengan penyakit-penyakit lainnya.
Oleh karena itu, Nadia menyoroti pentingnya pemeriksaan dini, pada usia seperti 15-25 tahun, terutama pada calon pengantin. Selain itu, publik dapat melakukan periksa lupus sendiri atau Saluri, sebelum mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut di fasilitas kesehatan.
Sejumlah poin dalam Saluri, katanya, antara lain kelainan darah seperti anemia, ruam kemerahan di muka, sensitif terhadap sinar matahari, demam di atas 38 derajat celsius, nyeri di dada, cepat letuh, dan lain-lain.
Dengan pemeriksaan dini, katanya, biaya kesehatan dapat ditekan dan pasien bisa hidup lebih baik.
Selain itu, dia melanjutkan, perlu kolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain agar dapat mengenali dan menangani lupus lebih dini.
Sejumlah upaya yang pihaknya lakukan seperti menyusun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk menangani penyakit tersebut, beserta modul pelatihannya.
"Ini sedang dalam proses revisi saat ini yang kita juga akan melibatkan tentunya organisasi profesi, baik itu PAPDI maupun juga dari perhimpunan daripada Rheumatologi atau IRA," katanya.
Kemudian, Nadia menyebut bahwa promosi kesehatan dan edukasi juga terus dilaksanakan, agar lebih banyak publik yang mengetahui penyakit ini. Hal tersebut guna memastikan penemuan kasus yang lebih banyak, agar dapat ditangani secara baik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024