Kondisi erupsi itu bervariasi dengan ketinggian mulai dari 500 hingga 3.000 meter, terhitung sejak pukul 00.00 hingga 24.00 WIB, Jumat (9/6).
"Asap kawah utama berwarna putih, kelabu, dan cokelat dengan intensitas sedang hingga tebal tinggi sekitar 25 sampai 350 meter dari puncak," kata Petugas Pos Pantau Gunung Anak Krakatau Jumono dalam laporan yang diterima di Jakarta, Sabtu, dini hari.
Sebanyak tujuh kali letusan itu disertai gempa yang terekam melalui seismogram dengan amplitudo 29 sampai 75 milimeter dan lama gempa 25 hingga 802 detik.
PVMBG juga merekam satu kali gempa frekuensi rendah dengan amplitudo 21 milimeter dan lama gempa sembilan detik.
Baca juga: Lima pekan erupsi, status Gunung Karangetang masih siaga
Baca juga: Lima pekan erupsi, status Gunung Karangetang masih siaga
Selain itu, satu kali gempa tektonik lokal dengan amplitudo 49 milimeter, S-P 4,1 detik dan lama gempa 42 detik, gempa tremor menerus dengan amplitudo 2-51 milimeter, namun yang dominan 10 milimeter.
Gunung Anak Krakatau saat ini berada pada status level III atau siaga dengan rekomendasi masyarakat, pengunjung, wisatawan, dan pendaki tidak mendekati gunung api tersebut atau beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah aktif.
Sejak kelahiran Gunung Anak Krakatau pada Juni 1927 hingga saat ini, erupsi berulang kali terjadi sehingga Gunung Anak Krakatau tumbuh semakin besar dan tinggi mencapai 157 meter di atas permukaan laut.
Karakter letusan Gunung Anak Krakatau berupa erupsi eksplosif dan erupsi efusif dengan waktu istirahat letusan berkisar 1-6 tahun.
Erupsi-erupsi itu menghasilkan abu vulkanik dan lontaran lava pijar serta aliran lava yang perlahan membangun tubuh gunung api tersebut.
Menurut PVMBG, pemukiman terdekat berada di Pulau Sibesi yang berjarak 16,5 kilometer dari Pulau Anak Krakatau.
Baca juga: Wisata Gunung Bromo ditutup total pada 3-5 Juni 2023