Mataram (ANTARA) - Mahmud H. Umar BA, ayah kandung almarhumah NI, santriwati yang diduga menjadi korban penganiayaan di Pondok Pesantren Al-Aziziyah, Nusa Tenggara Barat, meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Jadi, hari ini kami mendampingi bapak kandung almarhumah santriwati NI mengajukan secara resmi surat permohonan perlindungan hukum terhadap kasus yang dialami almarhumah ke LPSK," kata Yan Mangandar Putra, kuasa hukum keluarga almarhumah di Mataram, Rabu.
Dia menyampaikan bahwa Mahmud mengajukan permohonan perlindungan hukum ke LPSK tersebut secara daring (online).
"Tujuan permohonan perlindungan ini sebagai bentuk dukungan pihak keluarga almarhumah kepada teman-teman Polresta Mataram dalam penanganan kasus dugaan penganiayaan yang dialami almarhumah," ujarnya.
Menurut dia, penanganan perkara ini tergolong cukup rumit. Meskipun melihat perkembangan kasus berjalan dengan baik, keluarga almarhumah berharap adanya permohonan perlindungan ke LPSK ini dapat mempermudah kepolisian dalam mengungkap kepastian hukum.
Selain meminta perlindungan ke LPSK, lanjut Yan, ayah kandung almarhumah juga berencana melakukan hal serupa dengan menyurati Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA).
"Mungkin Kamis (18/7) besok surat ke KPAI, Komnas HAM, dan Kementerian PPPA diajukan. Ada rencana juga kami akan mendampingi pihak keluarga untuk bertemu dengan pihak KPAI, Komnas HAM, dan Kementerian PPPA di Jakarta pada 29 Juli mendatang," ucap dia.
Polresta Mataram menangani kasus dugaan penganiayaan santriwati NI ini berdasarkan laporan ayah kandungnya pada 1 Juli 2024.
Dalam tindak lanjut laporan, kini Polresta Mataram telah meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan.
Upaya penguatan alat bukti masih berjalan. Sejumlah saksi dari kalangan santriwati dan pengurus Pondok Pesantren Al-Aziziyah masuk dalam rangkaian pemeriksaan penyidik.
Autopsi jenazah korban dan pemeriksaan hasil perawatan medis santriwati NI di tiga fasilitas kesehatan wilayah Lombok Timur turut menjadi kelengkapan berkas penyidikan.
Mengenai adanya langkah pelapor mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Silakan, itu hak dari pelapor. Kami melihat hal itu sebagai bentuk dukungan ke kami," katanya.
Santriwati NI meninggal pada usia 13 tahun usai menjalani perawatan medis secara intensif selama 16 hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Raden Soedjono, Kabupaten Lombok Timur, pada Sabtu (29/6).
Sebelum akhirnya meninggal di RSUD dr. Raden Soedjono, santriwati NI sempat singgah menjalani perawatan medis di Klinik dr. Candra Lombok Timur dan Puskesmas Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Perihal penyebab kematian santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur, itu menjadi salah satu tujuan kepolisian menindaklanjuti laporan orang tua santriwati NI.