Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, menangkap pelaku ujaran kebencian terkait isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) berinisial HS (55) yang disebarkan melalui media sosial.
"Tersangka HS warga Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates itu diduga kuat telah menyebarkan postingan yang menyangkut isu SARA melalui beberapa akun media sosial miliknya," kata Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Jember, Selasa.
Menurutnya penyidik juga telah mengidentifikasi sekitar 17 akun media sosial yang dikelola tersangka dan banyak postingan di akun-akun tersebut mengandung ujaran kebencian, fitnah, pencemaran nama baik, serta konten-konten lain yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
"Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa mayoritas konten yang diunggah melalui akun-akun tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, salah satunya akun dengan nama Melly Itoe Angie," tuturnya.
Modus pelaku dalam menjalankan aksinya yaitu memanfaatkan akun Facebook "Melly Itoe Angie" dan membuat dua postingan yang menyebut kalau orang NU bodoh dan anggota GP Ansor yang korupsi, sehingga hal tersebut dapat memicu konflik.
"Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus adalah konten yang menyerang organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia. Jika tidak segera ditangani, maka konten itu dapat memicu konflik dan perpecahan di masyarakat.
Bayu mengatakan Polres Jember telah melakukan uji laboratorium forensik untuk memastikan bahwa alat bukti yang disita memang terkait dengan kejahatan yang dilakukan oleh tersangka, serta keterangan saksi ahli yang telah diperoleh untuk memastikan apakah postingan-postingan tersebut memenuhi unsur tindak pidana sesuai dengan Undang-Undang ITE.
Meskipun baru satu akun yang diproses hukum yakni akun "Melly Itoe Angie", namun pihak kepolisian terus mendalami 17 akun fiktif yang dikelola tersangka.
"Dari akun-akun tersebut, tersangka secara aktif memposting berbagai konten provokatif, termasuk ujaran kebencian, yang jika tidak segera ditindak, dikhawatirkan dapat memicu kegaduhan di masyarakat," ujarnya.
Ia menjelaskan motif dari tindakan tersangka HS diduga berkaitan dengan ekonomi, di mana tersangka mendapatkan keuntungan dari penyebaran konten-konten tersebut.
"Kami masih mendalami apakah tersangka bekerja sendiri atau ada keterlibatan kelompok lain serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan tertentu di balik tindakannya itu," imbuhnya.
HS sudah ditahan dan dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) junto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun.