Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewisuda 2.822 lansia untuk mencegah penduduk menua depresi dan menjaga mereka agar tetap produktif.
Hal tersebut disampaikan Mendukbangga/Kepala BKKBN Wihaji di Jakarta, Kamis, untuk merespons fenomena Indonesia yang telah memasuki struktur penduduk menua (aging population), ditandai dengan jumlah penduduk lansia sebesar 10,82 persen pada tahun 2021, dan pada tahun 2023 meningkat menjadi 11,75 persen, serta akan menjadi 20,3 persen di 2045 (proyeksi Badan Pusat Statistik tahun 2023).
"Lansia lebih suka tinggal di rumah daripada keluarga dan melakukan sesuatu yang baru, sehingga diperoleh prevalensi depresi lansia mencapai 73,9 persen (berdasarkan studi Kemendukbangga/BKKBN dan Dana Kependudukan PBB atau UNFPA tahun 2020)," katanya.
Wihaji menegaskan, kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah bonus demografi apabila tidak segera diatasi.
"Kondisi ini kalau tidak diperhatikan akan menjadi masalah baru tentang bonus demografi. Oleh karena itu, dari program yang hari ini wisuda menjadi salah satu contoh dari kegiatan yang nanti akan kita tingkatkan menjadi lansia berdaya. Ini yang mau kita respons pascakegiatan wisuda lansia ini," ujar dia.
Menurut dia, menjadi lansia tidak boleh menjadi penghalang untuk tetap produktif dan memberi kemanfaatan, apalagi menjadi beban bagi lingkungan. Lansia tetap harus menumbuhkan semangat dengan menambah pengetahuan dan keterampilan agar hidupnya tetap terasa nyaman dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
"Kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang berinovasi dengan pembentukan sekolah lansia merupakan wujud dari konsep belajar sepanjang hayat (lifelong learning) untuk mewujudkan lansia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan bermartabat (SMART) melalui tujuh dimensi lansia tangguh," paparnya.
Ketujuh dimensi tersebut yakni fisik, spiritual, emosional, intelektual, sosial kemasyarakatan, lingkungan dan vokasional.
Wihaji juga menyebutkan, pada studi tahun 2024, mengacu pada skrining lansia sederhana (siklas) Kementerian Kesehatan, prevelansi depresi lansia mencapai 64,4 persen, yang tentu akan berdampak pada kesepian dan kesehatan mental lansia.
"Bisa melahirkan pikiran yang aneh-aneh, keputusasaan, sehingga salah satu sebab ini kita kasih jawaban, kita jawab dengan kegiatan, yang kita sebut dengan lansia berdaya. Nanti ada beberapa hal yang berkenaan dengan kegiatannya," tuturnya.
Ia juga mengemukakan, Kemendukbangga/BKKBN mempunyai salah satu program percepatan atau quick win yaitu lansia berdaya dengan berbagai kegiatan yang akan mengisi kesepian yang dialami para lansia sekaligus memiliki nilai ekonomi.
"Nanti kegiatan-kegiatannya lebih punya efek ekonomi lah kira-kira, selain menjawab secara psikologis lansia, karena dapat mengisi kesepian dan mengisi kebahagiaan," kata Wihaji.
Program lansia berdaya didukung berbagai pihak yang ikut menyukseskan kegiatan sekolah lansia di BKL, di antaranya UNFPA Perwakilan Indonesia, Konsultan Pakar Policy Brief, dan para kader BKL di seluruh pelosok Indonesia.