Pontianak (ANTARA Kalbar) - Selain sudah tidak kuat untuk keliling kampung, Damit kini juga khawatir akan kelestarian kesenian musik tanjidor di desanya maupun untuk di Kabupaten Sambas, karena generasi sekarang kecenderungan tidak berminat untuk terjun kedunia kesenian khususnya musik tanjidor.

"Kalau untuk ngeben sih banyak, tetapi untuk turun ke dunia kesenian musik tanjidor sulit sekali. Anak laki-laki saya saja tidak ada yang mau mengikuti jejak saya, apalagi yang lainnya," kata Damit.

Dia dan rekan-rekannya siap kapanpun saja apabila ada anak-anak sekarang yang mau belajar memainkan alat musik tanjidor tanpa harus dibayar.

"Mau diwariskan kepada siapa kesenian musik tanjidor ini kalau generasi sekarang tidak ada yang berminat," ujarnya setengah bertanya.

Padahal dari segi pendapatan, bermain musik tanjidor lumayan besar apabila dibandingkan dengan bekerja sebagai buruh sawit maupun kerja PT (sebutan masyarakat Sambas, ketika bekerja sebagai buruh kayu).

"Tetapi anak-anak sekarang cenderung lebih memilik kerja PT, karena belum juga bekerja sudah dapat uang pinjaman, padahal pekerjaan itu ibaratnya pekerjaan terakhir," ungkap Damit.

Kesenian tanjidor merupakan kesenian yang tidak asing lagi bagi  masyarakat Kalbar. Musik tanjidor sendiri sering dimanfaatkan masyarakat untuk mengantar pengantin laki-laki ke rumah mempelai perempuan, bahkan untuk menyambut kedatangan para penjabat dan event-event budaya daerah.

Sebagian besar masyarakat Melayu Kabupaten Sambas, merasa tidak meriah apabila menggelar pesta perkawinan tanpa adanya hiburan dari musik tanjidor.


(A057)

Pewarta: Andilala

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012