Jakarta (ANTARA Kalbar) - Indonesia memperkenalkan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi pengurangan risiko bencana dalam "World Ministerial Conference on Disaster Reduction in Tohoku" di Jepang.
Sekretaris III Bidang Informasi, Sosial dan Kebudayaan KBRI Tokyo Hardiyono Kurniawan kepada ANTARA di Jakarta, Kamis menjelaskan, pendekatan tersebut disampaikan Dirjen Multilateral
Kemlu Hasan Kleib.
Disebutkan bahwa Indonesia saat ini melakukan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi bencana.
"Yakni pendekatan komprehensif, dan bukan lagi sekadar pendekatan darurat, di mana telah terbukti pendekatan ini jauh lebih baik," katanya.
Hasan Kleib yang membacakan pesan Menlu Marty Natalegawa dalam kegiatan yang diselenggarakan pada 3-4 Juli 2012 di Sendai International Center, Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang itu menyatakan bahwa upaya-upaya pengurangan risiko bencana sangat penting dalam menghadapi bencana.
Selain itu, Hasan Kleib juga berbagi informasi mengenai pengalaman Indonesia dalam menata upaya penanggulangan bencana, khususnya setelah gempa dan tsunami Aceh tahun 2004.
Dirjen Multilateral juga mengakui pentingnya konsultansi baik di tingkat nasional, regional maupun tingkat internasional dalam penyusunan instrumen baru pascaberakhirnya Hyogo Framework for Action (HFA), dan mendukung upaya Jepang untuk menjadi tuan rumah World Conference on Disaster Reduction tahun 2015, yang diharapkan akan menghasilkan instrumen baru pengganti HFA.
Hardiyono Kurniawan juga menjelaskan bahwa acara tersebut diikuti oleh 13 menteri dari 40 negara yang mengirimkan wakilnya.
Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda mengucapkan terima kasih atas partisipasi berbagai pihak, dan menyampaikan bahwa dengan keahlian yang dimiliki Jepang, negara tersebut siap berperan
dalam pembahasan isu "Disaster Reduction".
Selain itu, Menteri Luar Negeri Jepang Koichiro Gemba menyampaikan pentingnya penyusunan instrumen baru pasca-Hyogo Framework for Action (HFA) pada tahun 2015.
Oleh karena itu, Menlu Gemba menekankan perlunya pembahasan dan kerjasama dalam isu penanggulangan bencana ini.
Sambutan juga disampaikan oleh United Nations Development Program Administrator Helen Clark.
Acara tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi Jepang, Kementerian Luar Negeri Jepang, UNDP, UNOCHA, UNSIDR dan pemerintah daerah prefektur Iwate, Miyagi dan Fukushima.
Konferensi tersebut ditujukan untuk berbagi pengalaman dalam penanganan bencana skala besar seperti gempa dan tsunami Jepang Timur pada 11 Maret 2011.
Diskusi di tingkat menteri membahas isu-isu pembentukan "resilient societies" (masyarakat tangguh), mendorong diskusi dalam pembentukan post-Hyogo Framework for Action (HFA) dalam the 3rd World Conference on Disaster Reduction pada tahun 2015.
(A035)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Sekretaris III Bidang Informasi, Sosial dan Kebudayaan KBRI Tokyo Hardiyono Kurniawan kepada ANTARA di Jakarta, Kamis menjelaskan, pendekatan tersebut disampaikan Dirjen Multilateral
Kemlu Hasan Kleib.
Disebutkan bahwa Indonesia saat ini melakukan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi bencana.
"Yakni pendekatan komprehensif, dan bukan lagi sekadar pendekatan darurat, di mana telah terbukti pendekatan ini jauh lebih baik," katanya.
Hasan Kleib yang membacakan pesan Menlu Marty Natalegawa dalam kegiatan yang diselenggarakan pada 3-4 Juli 2012 di Sendai International Center, Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang itu menyatakan bahwa upaya-upaya pengurangan risiko bencana sangat penting dalam menghadapi bencana.
Selain itu, Hasan Kleib juga berbagi informasi mengenai pengalaman Indonesia dalam menata upaya penanggulangan bencana, khususnya setelah gempa dan tsunami Aceh tahun 2004.
Dirjen Multilateral juga mengakui pentingnya konsultansi baik di tingkat nasional, regional maupun tingkat internasional dalam penyusunan instrumen baru pascaberakhirnya Hyogo Framework for Action (HFA), dan mendukung upaya Jepang untuk menjadi tuan rumah World Conference on Disaster Reduction tahun 2015, yang diharapkan akan menghasilkan instrumen baru pengganti HFA.
Hardiyono Kurniawan juga menjelaskan bahwa acara tersebut diikuti oleh 13 menteri dari 40 negara yang mengirimkan wakilnya.
Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda mengucapkan terima kasih atas partisipasi berbagai pihak, dan menyampaikan bahwa dengan keahlian yang dimiliki Jepang, negara tersebut siap berperan
dalam pembahasan isu "Disaster Reduction".
Selain itu, Menteri Luar Negeri Jepang Koichiro Gemba menyampaikan pentingnya penyusunan instrumen baru pasca-Hyogo Framework for Action (HFA) pada tahun 2015.
Oleh karena itu, Menlu Gemba menekankan perlunya pembahasan dan kerjasama dalam isu penanggulangan bencana ini.
Sambutan juga disampaikan oleh United Nations Development Program Administrator Helen Clark.
Acara tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi Jepang, Kementerian Luar Negeri Jepang, UNDP, UNOCHA, UNSIDR dan pemerintah daerah prefektur Iwate, Miyagi dan Fukushima.
Konferensi tersebut ditujukan untuk berbagi pengalaman dalam penanganan bencana skala besar seperti gempa dan tsunami Jepang Timur pada 11 Maret 2011.
Diskusi di tingkat menteri membahas isu-isu pembentukan "resilient societies" (masyarakat tangguh), mendorong diskusi dalam pembentukan post-Hyogo Framework for Action (HFA) dalam the 3rd World Conference on Disaster Reduction pada tahun 2015.
(A035)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012